Karya sastra merupakan salah satu medium terbaik dalam mempelajari sejarah. Melalui karya sastra, sejarah akan hadir lewat kisah-kisah yang tak tercatat dalam berbagai sumber resmi, lewat cerita-cerita orang biasa yang mengalami dan menanggung langsung setiap akibat dari peristiwa-peristiwa yang terjadi sepanjang sejarah.
Naskah drama Awal dan Mira (1951) karya Utuy Tatang Sontani adalah salah satu karya yang memotret masa revolusi. Dalam naskah drama ini, digambarkan tokoh yang bernama Mira. Mira adalah perempuan cantik, Mira juga pedagang warung kopi yang pengunjungnya kebanyakan para lelaki, yang datang bahkan hanya sekadar untuk menikmati paras cantiknya saja. Mira tinggal bersama ibunya yang sudah lanjut usia, dengan gambaran sebagai tokoh yang berasal dari golongan kelas bawah.
Mira adalah korban revolusi. Sebuah kejadian yang tragis menimpa Mira. Mira harus kehilangan kakinya akibat dari peperangan yang terjadi. Tidak hanya itu berbagai penderitaan lainya juga terjadi dalam kehidupan Mira.
Baca juga:
Kisah Awal dan Mira berlatar perkampungan pada tahun 1951 yang jauh dari keramaian. Para tokohnya adalah golongan kelas menengah ke bawah, orang-orang yang digambarkan belum dapat merasakan kemerdekaan dan harus memperjuangkan kemerdekaannya sendiri. Tentunya, dengan kecacatan fisik dan keterbatasan keadaan, memerdekakan diri sendiri cukuplah sulit. Hal ini digambarkan oleh Mira dan ibunya yang harus bertahan hidup dengan membangun warung kopi di depan rumahnya.
Demi bertahan hidup, Mira harus mengeluarkan akal cerdiknya untuk mendapatkan keuntungan. Mira memanfaatkan parasnya yang cantik. Mira suka meminta kembalian para pelanggannya sebagai upah, sebab para pelanggannya sudah memandang dan menikmati paras cantiknya. Berikut kutipan dialog Mira dengan pelanggannya:
Laki-laki muda: “Mana kembalinya?“
Mira: “Bah!”
Laki-laki muda: “Setalen ya setalen.”
Mira: “Betul setalen itu setalen. Tetapi bukankah Tuan merasa bahwa Tuan terlalu lama duduk di sini, terlalu lama melihat wajahku?”
Laki-laki muda: “Melihat wajahmu mesti bayar?”
Mira: “Mengapa tidak? Memangnya istrimu di rumah cantik seperti aku?”(Laki-laki muda itu kebingungan. tetapi akhirnya dia bangkit berdiri)
Laki-laki muda: “Kalau memang mesti yah, apa boleh buat.”
Mira adalah perempuan berparas cantik dengan nasib yang malang, banyak laki-laki yang memperebutkan Mira. Namun semua tidak ada yang mengetahui dengan apa yang diderita oleh Mira. Mira menyukai sosok lelaki kurus yang bernama Awal, lelaki itu berasal dari golongan kelas yang berada.
Puncak dari naskah drama Awal dan Mira digambarkan dengan konflik yang sangat memberatkan pada tokoh Mira, di mana hati Mira hanya jatuh cinta kepada Awal, begitu pun sebaliknya. Awal sangat cinta terhadap Mira, maka dari itu, Awal sangat menginginkan hidup selamanya bersama Mira. Tetapi Mira yang memiliki kekurangan terjebak dalam kebingungan antara rasa cinta dan keterbatasannya. Awal, tokoh yang hanya menginginkan Mira untuk menjadi teman hidup selamanya, namun Mira yang sadar diri atas apa yang dideritanya tidak ingin mengecewakan Awal.
Maka dari itu, Mira memutuskan untuk memperlihatkan kekurangannya kepada Awal, yang membuat Awal sangat terkejut. Sebuah kejujuran yang diperlihatkan oleh Mira membuat Awal sangat tidak percaya atas apa yang dilihat oleh Awal. Berikut kutipan dialog Mira kepada Awal yang mengakui kecacatan fisiknya :
Mira: “Ya, emas,” (Kata Mira seraya menyapu-menyapu air mata di pipi), “Inilah kenyataanku. Kakiku buntung. Buntung karena peperangan. Tetapi lantaran inilah, emas, lantaran ke atas aku cantik ke bawah aku cacat, selama ini aku bagimu teka-teki. tetapi sekarang…” (Awal yang berbadan kurus itu mundur lagi. mundur lagi. Tangannya yang gemetar berdarah diacuhkan. Mulutnya menganga.)
Awal: “Mi…” (Katanya hampir tidak kedengaran. tetapi tiba-tiba suaranya terus memekik) “Mi…” Miraaaa!” (setelah mengucapkan kalimat itu, dia jatuh tertelungkup. Segera Mira mendapatkan badan Awal yang kurus itu dirangkul. katanya seraya mengisak)
Mira : “Aku percaya, emas, aku percaya….” ( setelah itu, di depan kedai kopi yang sudah berantakan itu pun terus sunyi. yang kedengaran hanya isakan Mira).
Pengakuan Mira pada Awal merupakan fragmen yang mengharukan sekaligus memantik kemarahan. Ada sisi kepedihan, kepiluan, sekaligus cinta yang membuat siapa pun akan teraduk-aduk emosinya. Awal dan Mira adalah naskah yang berhasil menggambarkan dampak kejamnya revolusi pada orang-orang biasa. Awal dan Mira hanyalah contoh dari rakyat kecil Indonesia yang harus menanggung derita. Tidak hanya itu, naskah Awal dan Mira adalah sebuah gambar kritik dari makna kemerdekaan yang tidak berlaku bagi rakyatnya sendiri terutama golongan kelas menengah ke bawah.