Orde Lama menjadi salah satu fase sejarah bangsa Indonesia. Pada periode ini Indonesia sedang membangun pondasi kebangsaan. Semua hal masih dalam tahap awal penataan, termasuk ideologi kebangsaan. Berbagai hal yang menjadi irisan dalam ideologi kebangsaan; agama, politik, ekonomi, dan budaya, masih dipersiapkan dan dalam fase penetapan.
Sebagai pemimpin negara saat itu Bung Karno membangun pondasi ideologi negara yang kuat dan orisinal. Bung Karno cenderung menolak hadirnya budaya luar dan menginginkan budaya asli terus hidup dan menghidupi ruang-ruang kehidupan.
Salah satu produk budaya yang menjadi konsen Bung Karno adalah musik. Kesenian ini dianggap menjadi salah satu representasi budaya Indonesia. Musik bercorak luar (Barat) dianggap kurang meng-Indonesia dan dapat merusak moral bangsa. Musik Barat dilarang dimainkan para pemuda dan juga dilarang mengudara di radio-radio.
Pada masa Orde Lama muncul istilah musik ngak-ngik-ngok yang merujuk pada musik-musik Barat yang masuk ke Indonesia. Beberapa yang disebut adalah Elvis Presley dan The Beatles. Musik-musik mereka dianggap mewakili semangat neokolonialisme dan imperalisme. Berikut sepenggal kutipan orasi Bung Karno tentang musik ngak-ngik-ngok:
“Musik ngak-ngik-ngok harus dihapuskan. Pemuda-pemudalah yang bertanggung jawab terhadap hapusnya pengaruh kebudayaan Barat yang berlebih-lebihan itu.”
Lewat penyebaran kebudayaan, Bung Karno menganggap kaum imperialis ingin merusak moral dan tatanan kebudayaan Indonesia. Cara penyebarannya adalah dengan musik Rock ‘n Roll yang biasa disebut musik ngak-ngik-ngok tadi. Dengan seringnya mendengarkan musik-musik ini, lambat laun masyarakat Indonesia akan lebih cinta budaya luar dari pada budaya sendiri karena lirik-liriknya berbahasa asing.
Anti musik ngak-ngik-ngok menjadi masa sial bagi musik Rock ‘n Roll di Indonesia. Koes Plus (yang saat itu bernama Koes Bersaudara) juga mendapat penentangan keras. Gaya mereka dianggap meniru The Beatles yang kebarat-baratan dan lagu-lagunya yang bernuansa cinta dianggap melemahkan mental remaja Indonesia. Mereka sempat ditangkap dan dipenjarakan, serta lagu-lagu mereka dilarang beredar. Selain itu, album-album mereka yang pada waktu itu masih berbentuk piringan hitam juga dihancurkan.
Akibat dari kebijakan anti-musik Barat ini banyak grup musik legendaris Indonesia menelan pil pahit. Koes Plus mendapat perlawanan politik. Mereka dipenjara di Glodok selama tiga bulan akibat membawakan lagu-lagu Elvis Presley dan The Beatles. Kasus hukum ini menurut sebagian orang terasa konyol. Mengapa seseorang dihukum hanya karena sebuah lagu, padahal ia tidak bertindak kriminal.
Bung Karno dengan kekuatan narasi pidatonya mengkritik para pemuda yang meski galak dan anti-imperialisme ekonomi dan politik tapi tetap menikmati imperialisme kebudayaan melalui musik. Bung Karno “memarahi” masyarakat yang gemar mendengarkan dan memainkan musik Rock ‘N Roll, berdansa, dan bahkan masyarakat yang membaca bacaan-bacaan yang bersumber dari luar.
Ketidaksetujuan Bung Karno terhadap budaya-budaya Barat saat itu dikuatkan oleh organisasi kebudayaan rakyat atau diakronimkan menjadi LEKRA. Organisasi ini menjadi garda terdepan dalam pembentukan dan pengarahan seni budaya. Hingga akhirnya LEKRA turut lenyap ketika pecahnya peristiwa G30 S PKI.
Bung Karno terkenal sebagai pemimpin negara yang orasi-orasi kebangsaannya selalu memukau. Pun juga ketika mengorasikan ketidaksetujuannya terhadap musik Barat. Melalui pidato-pidatonya, musik Barat dinyatakan sebagai musik terlarang di Indonesia. Bung Karno dengan berapi-api pernah mengatakan dalam pidatonya:
“Maka dari itu para pemuda, awas! Kalau masih ada sasak-sasakan, ke-Beatles-Beatles-an, rock-and roll-rock-and roll-an seperti kawanmu yang bernama Koes Bersaudara itu. Apa tidak punya kita lagu sendiri yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia? Kenapa harus meniru Elvis Presley, Elvis Presley-an! Lebih baik kita mempunyai lagu yang seperti dinyanyikan Pak Ali.”
Begitu tampak ketidaksukaan Bung Karno terhadap lagu-lagu Barat kala itu. Ia mengancam para musisi muda agar tak memainkan musik-musik Barat dan menunjukkan ketidaksukaannya terhadap Koes Plus. Dan pada praktiknya Bung Karno sempat menjebloskan penjara para pengusung musik ngak-ngik-ngok ini. Para gilirannya kaum muda juga dilarang memainkan musik-musik Koes Plus.
Pelarangan musik Barat untuk dimainkan oleh para pemuda Indonesia juga diimbangi oleh Bung Karno sendiri. Dia tidak mendengarkan musik Barat dan lebih menyukai musik-musik Indonesia. Anaknya, Guntur Soekarno Putra mengisahkan bahwa Bung Karno kerap kali memainkan musik-musik tradisional Jawa ketika masih menghuni istana negara. Kegemaran Bung Karno memainkan musik gamelan tak lain karena musik ini menjadi representasi kebudayaan identitas Indonesia.
Selain musik Jawa Bung Karno juga menggemari musik-musik daerah yang lain. Musik Sunda, Sulawesi, Makasar dll. Pada masa itu istana negara kerap mengundang musisi-musisi tradisi untuk tampil. Mereka membawakan musik daerah masing-masing. Hal ini dilakukan sebagai upaya Bung Karno menanamkan dan menguatkan budaya dan kecintaan masyarakat terhadap budaya sendiri.
Bung Karno merupakan salah satu presiden yang memiliki kecintaan terhadap seni. Banyak lukisan yang Bung Karno koleksi di istana negara ketika menjabat sebagai presiden. Saat pembuangan di Ende, Bung Karno menghabiskan waktunya untuk menulis naskah drama. Tercatat sudah 12 judul yang ditulis dan ia sendiri yang menyutradarainya. Dalam hal pakaian Bung Karno juga memiliki selera yang berkelas. Beberapa pakaian yang digunakan dalam acara kenegaraan kabarnya ia sendiri yang merancangnya.
Bung Karno mengisi frekuensi-frekuensi idealisme masyarakat dan anak muda dengan menguatkan ideologi kebudayaan. Cinta terhadap budaya lokal dan “memerangi” budaya luar merupakan salah satu prioritas di masa-masa awal berdirinya republik ini. Musik menjadi salah satu sasaran tembak arah kebijakan ini.
Kontroversi kebijakan politik Orde Lama tentang musik akan selalu diingat seluruh pelaku seni di Indonesia. Beberapa kalangan menentang kebijakan ini, beberapa lainnya bisa memaklumi. Mereka yang memaklumi beralasan bahwa pada masa itu Indonesia masih dalam fase pertumbuhan. Negara yang belum genap 20 tahun berdiri masih dalam keadaan yang belum stabil. Baik secara ekonomi, politik, maupun kebudayaan.
Siapa sangka musik The Beatles yang saat itu menjadi musuh utama Bung Karno saat ini masih didengarkan pecinta musik Indonesia dan dunia. Bahkan The Beatles dinobatkan sebagai kelompok musik paling sukses sepanjang masa walaupun mereka hanya berumur aktif satu dekade.
Hingga saat ini lagu-lagu The Beatles masih dimainkan di kafe-kafe bahkan ikut menjadi objek musik cover. Bahkan di Indonesia terdapat band yang bernama G-Pluck. Band tribute ini khusus memainkan lagu-lagu The Beatles dan sering manggung di negara-negara Eropa.
***
Editor: Ghufroni An’ars