ode untuk dante alighieri
“abandon all hope, ye who enter here”
di inferno
air mata dan darah jatuh ke kaki
belatung, ulat, dan cacing menggerogoti
sungai darah mendidih
padang pasir yang hangus
bersemayam jiwa-jiwa yang dibakar selamanya
runtuhnya babel, jatuhnya lucifer dari paradiso
dan kutukan athena bagi arakhne
adalah simbol kekal pendosa
kelopak mata yang dijahit
jiwa-jiwa yang buta
gloria in excelsis deo
ia bangun di kamis putih
sebelum jumat agung
demi api penyuci
ia dibungkus alang-alang dan mencuci muka
demi keluar dari neraka, anjing hades
dan lumpur yang busuk
di puncak api penyucian
bersemayam taman eden
lilin indah yang menerangi langit
dan ia berpakaian putih
bermahkota bunga lily
serupa beatrice
–
sakit aku, tubuhku eros
I
di bawah jembatan, sungai, dan menara
lebam nubuat sesalnya
almanak tepi jurang merangkak tebing
tulang-belulang melengking agung
sakit aku, tubuhku eros
di dalam arus yang keos
di ruas bebas dan mengupas
api melahap seluruh aku
II
lonceng, liang belatung
dan patung terpasung
soliter aku
merangkaki tangga api berbatu
terowongan remang
dosa melayang
sesak dada mengaku
merasuk menangis aku
iman
cinta dan harapan
terang ilahi tuhan
tahta surgawi
martir dan seluruh malaikat yang terberkati
berkat atas kebaikan
tiada jiwa yang terhukum
III
hi, lihat itu siapa yang datang
di seberang?
vergilius, oh, vergilius
penyair baik
dan bijak
tetapi mengapa ia masuk neraka?
karena ia tak percaya tuhan
–
kwatrin tentang yang kudus
soneta asmaradana terdengar
di singup renjana yang oktober
soneta jelaga terakhir
di gegap gempita yang ahasveros
kuseka sengkarut avon sonder berhembus
demi kwatrin tentang yang kudus
kuseka langut kematian sonder menghunus
demi kwatrin tentang yang firdaus
tuhan menguntai surah
di taman bunga yang basah
dan barangkali ada sekuntum lara
atau mungkin pendar yang mendera
barangkali ada sebongkah risau
atau mungkin haru yang menderu
dan daun murbei berguguran
diguyur rintik 27 tahun kemudian
–
di gejayan no. 41
dan sisa harum
meranum rangkum
balairung,
mengungkung dan canggung
neon-neon malam
elok di cengkeram
dan pergi ke selokan mataram
bulan dan bintang emerald
di dekat boulevard
dan ironi terlontar
di bunyi sunyi menyiur
sebab viola itu belum jua berangsur
dan seonggok aku kibar dengar
rendra, agar bersyair:
“sajak sebotol bir”
kau janji kita akan ke selatan
naik bus kota terakhir ke giwangan
dan menenun lamun di prawirotaman
tapi ini jogja, aku berkata,
viola dan rendra
adalah nelangsa
–
oktober blues
barangkali bekas tangis
terlukis, lalu turun gerimis
di tempias kanvas
tipis, studio lukis walter spies
goresan sedu-sedan
rupa bunga dandelion
berwarna putih
keruh, patah-patah
mengapa tak almond
atau setulip mata orang bagdad?
karena oktober
semua gradasi warna;
sepia!
*****
Editor: Moch Aldy MA