Kabar gembira untuk anak Indonesia yang sudah tak sabar berjumpa Nussa. Mulai hari ini, 19 Oktober 2021, anak-anak usia di bawah 12 tahun sudah diperbolehkan untuk menonton di bioskop. Film Nussa yang sudah mulai diputar di bioskop sejak 14 Oktober setelah sebelumnya diputar di Buncheon Internasional Fantastic Film Festival 2021 menjadi pembuka yang tepat untuk mengajak seluruh anggota keluarga kembali ke bioskop.
Nussa (Muzzaki Ramdhan) dan roket rakitannya akan membawa penonton masuk ke dunia Nussa. Saat itu bulan Ramadan, di bulan yang mengharuskan Nussa menjaga perasaannya, dia harus bergulat dengan persoalan khas dunia anak-anak. Di sekolah, Nussa punya saingan baru bernama Jonni. Jonni bisa merakit roket seperti Nussa. Malahan, roket buatan Jonni jauh lebih canggih. Nussa dan Jonni bersaing untuk dapat menjuarai Science Fair yang akan segera diadakan. Nussa harus menghadapi rasa minder dan takut kalah.
Selain itu, Nussa harus menahan rindu dan gelisah karena Abba yang bekerja di luar negeri tak kunjung pulang. Padahal, dia sangat ingin Abba pulang dan melihatnya berkompetisi. Nussa juga harus menghadapi kesedihan dan kecewa sebab teman-temannya mulai melirik Jonni yang roket rakitannya lebih keren darinya.
Pentingnya support system dalam keluarga
Poin penting dari film ini adalah mengenai vitalnya peran keluarga dalam perkembangan emosional anak. Nussa diceritakan sebagai anak penyandang disabilitas. Namun, dia memiliki sifat yang luar biasa ceria, penyayang, dan berenergi positif.
Sikap positif tersebut berakar dari pola asuh keluarga Nussa. Abba dan Umma menjalankan tugas sebagai sosok ibu dan ayah yang selalu memberikan nasihat, mencurahkan kasih sayang, dan terus memberikan keyakinan kepada Nussa, bahwa sebagai anak, Nussa begitu berharga. Rarra, sebagai adik Nussa, juga menjalankan perannya sebagai saudara yang selalu ada untuk kakaknya.
Ada beberapa adegan yang berhasil membuat saya tersentuh. Ketika Nussa dirundung rasa gelisah dan minder, Abba selalu meyakinkan Nussa bahwa dia bangga dan akan selalu mendukungnya. Abba tak pernah memberikan paksaan kepada Nussa. Malahan, Abba menenangkan dan berusaha menghiburnya.
Ada detail menarik yang kian menguatkan pentingnya peran keluarga. Percakapan Umma, Nussa, dan Rarra dengan Abba kebanyakan dilakukan melalui telepon. Komunikasi tersebut ditampilkan ketika Abba sedang bekerja. Terdapat visualisasi kertas bertumpuk di meja kerja Abba yang menjadi indikasi bahwa Abba sangat sibuk. Meskipun begitu, Abba selalu menjalin komunikasi dengan baik dan selalu mencoba hadir untuk anak-anaknya.
Di sisi lain, keadaan keluarga Jonni juga cukup menarik untuk dibahas. Jonni, yang lahir dari keluarga kaya, kelihatan kurang mendapat perhatian dari kedua orang tuanya. Sosok yang jutru menggantikan peran tersebut adalah pembantu keluarga Joni, yaitu Bibi Mur. Akibatnya, Joni tumbuh sebagai anak yang penyendiri.
Kondisi lingkungan pendukung tentu memiliki pengaruh terhadap respons anak saat menghadapi sesuatu. Film ini memotret hal tesebut dengan baik. Ini terlihat dari Nussa yang bisa dengan mudah mengungkapkan perasaan dan gagasan kepada orang lain. Dia juga mudah bergaul dengan para tetangga, dan bersikap friendly kepada semua orang. Sementara Jonni, dia cenderung menyendiri dan irit bicara.
Seluk-beluk dunia anak
Dunia anak yang penuh imajinasi dicurahkan melalui visualisasi yang indah dan hidup. Pada saat bersamaan, seluk-beluk dunia anak disajikan dengan realistis. Namun, terasa begitu optimis. Adegan transisi dari dunia nyata menuju dunia imajinasi Nussa dan kedua temannya, Abdul dan Syifa, akan membuat siapa pun tersenyum karena terpukau.
Nussa digambarkan sebagai anak yang apa adanya. Meskipun dia karakter utama, Nussa tak dibuat serba cemerlang. Ada kalanya dia merasa sedih hingga enggan melakukan apa pun. Saat sedih, Nussa bahkan mogok sahur, tidak pergi mengaji, dan menyendiri dari Umma serta teman-temannya.
Dalam film ini, semua karakter anak terasa likeable. Alih-alih meciptakan karakter antagonis yang menjadi penentang, film ini justru fokus pada pengembangan setiap karakter agar menjadi lebih baik dan tumbuh bersama-sama. Nilai moral seperti adab sopan santun, kejujuran, peduli kawan, penuh rasa ingin tahu, dan pantang menyerah dapat dikantongi dari film ini tanpa perlu menggurui.
Mengangkat tema sains, Nussa juga hadir sebagai film edukasi yang memperkenalkan dan mengajarkan sains dengan cara menarik, seru, dan mudah dimengerti. Rumus sains yang biasanya sulit dimengerti bisa dijelaskan dari sudut pandang seorang anak.
Kebaikan universal
Film yang disutradarai Bonny Wirasmono ini diproduksi oleh Little Giantz dan Visinema yang sebelumnya sukses menggarap film Keluarga Cemara. Animator yang menggarap film ini adalah Ryan Adriandhy.
Bintang-bintang yang menjadi pengisi suara bisa membuat percakapan tokoh-tokohnya begitu mengalir seperti percakapan sehari-hari yang sederhana, komunikatif, tak kaku, dan menggemaskan. Para pengisi suara anak-anak itu adalah Rarra (Ocean Fajar), Jonni (Ali Fikri), Syifa (Widuri Puteri), Abdul (Malka Hayfa Asyari).
Suara Babe Jaelani dan Bibi Mur yang diisi oleh Opie Kumis dan Astri Welas akan mengundang gelak tawa. Penonton, khususnya penonton dewasa, yang tak asing lagi dengan gaya bicara mereka, pasti dengan mudah menyadari bahwa merekalah pengisinya. Bintang lain yang terlibat sebagai pengisi suara adalah Maudy Koesnaedi, Sandra Dewi, Hamka Siregar, dan Raisa.
Film Nussa adalah film untuk semua. Banyak sekali nilai-nilai kebaikan universal yang dapat diambil. Tentang keluarga, pertemanan, dan seluk-beluk dunia anak yang penuh optimisme dan imajinasi.
Film ini memberikan pengalaman menonton yang berharga bagi penonton usia muda. Dan memberikan nostalgia yang menghangatkan perasaan bagi penonton dewasa.