seorang yang semoga sedang berada di jalan-Nya

Novia: Obituari Kemanusiaan

Ayi Yusri Ahmad Tirmidzi

2 min read

Novia Widyasari Rahayu meninggal di samping makam ayahnya setelah meminum racun yang dicampurkan ke dalam minumannya. Novia memilih bunuh diri karena kekerasan seksual yang dilakukan kekasihnya dan perlakuan tidak adil dari keluarga kekasihnya dan keluarganya sendiri.

Tragedi Novia memantik tanggapan sekaligus kemarahan. Soal perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual, soal polisi yang menjadi pelaku sekaligus kepolisian yang tak tanggap terhadap laporan, soal norma sosial dan norma hukum, termasuk tentang bunuh diri itu sendiri.

Baca juga:

Hilangnya Kepedulian

Dalam bunuh diri Novia, setidaknya ada dua hal yang membuatnya ramai diperbincangkan, yakni: 1) Perkara kekerasan seksual, terlebih karena meruaknya kasus-kasus kekerasan seksual di dunia pendidikan yang akhirnya memantik lahirnya Permendikbud-30; 2) Surat-surat terakhir almarhumah Novia yang tersebar di  media sosial mengindikasikan begitu hebat masalah yang ia hadapi dan begitu kuatnya ia mencoba melawannya, sementara hanya segelintir saja yang peduli dan mau mendengarkannya.

Novia adalah representasi kehancuran psikologis perempuan-perempuan lain yang mengalami kisah serupa dengannya. Sosok Novia ibarat lentera yang membuka mata kita atas gelapnya penanganan kasus kekerasan seksual. Perempuan harus menghadapi semuanya sendirian, bahkan keluarga pun tak bisa membantu dan menemaninya.

Melalui surat-suratnya, Novia mengabarkan kepada kita betapa ia masih berusaha bangkit melawan segala yang hancur, takut, dan sakit yang ia derita. Pintu keluarga pemerkosa coba ia datangi, meminta pengertian dan keadilan, namun nihil dan hanya berujung sikap amoral pelaku yang menyuruhnya menenggak pil aborsi. Pintu keluarga sendiri diketuk, namun cibiran dan hinaan hingga ancaman yang ia dapatkan. Pintu pemerintah ia sambangi, nihil lagi, mereka lamban dan seolah tak peduli.

Pada akhirnya, ia memutuskan untuk menguburkan segala kesakitan dan ketakutannya sendiri, di sepetak bumi. Hal ini menegaskan tesis Durkheim, pakar sosiologis, yang menyatakan bahwa bunuh diri tidak disebabkan oleh faktor ekonomi dan sakit jiwa, namun lebih karena adanya kerenggangan atau lepasnya ikatan-ikatan sosial sehingga menyebabkan timbulnya disintegrasi dan anomi. Nilai-nilai kohesi sosial dan kesadaran kolektif yang menjadi panduan bermasyarakat mengalami pemudaran, bahkan sejak lingkungan terkecil yang disebut keluarga.

Barangkali dalam benak Novia, keluarga sudah kehilangan fungsinya sebagai rumah untuk berlabuh dari segala resah. Keluarga adalah subkultur yang seharusnya menjunjung kemanusiaan di atas segala-galanya.  Jika kemanusiaan sudah tabu di dalam keluarga, hendak ke mana lagi kita mencarinya.

Baca juga:

 

Jangan Bunuh Diri

Kisah Novia memang sontak membuka mata kita, menyadarkan kita bahwa penindasan terhadap perempuan harus dihapuskan. Namun, narasi yang membenarkan atau mendukung tindakan bunuh diri tidak seharusnya dikemukakan apalagi disebarkan.

Bunuh diri adalah sebuah tindakan yang harus sama-sama dicegah. Dari agama—samawi—, kemanusiaan, hingga negara, tidak ada satu pun yang membenarkan tindakan bunuh diri. Bahkan negara yang melegalkan praktik eutanasia pun secara sangat ketat memberikan pedoman dan syarat yang harus dipenuhi.

Sangat disayangkan, ketika seorang aktivis yang memperjuangkan hak-hak perempuan justru mengatakan bahwa tindakan bunuh diri yang dilakukan Novia adalah patut dan bisa dibenarkan. Pernyataan ini sangat berbahaya karena akan membangun narasi bahwa bunuh diri bisa dan benar dilakukan ketika kita sudah putus asa terhadap sistem dan lingkungan kita.

Kita sadar bahwa kekerasan seksual adalah kebiadaban yang harus dihapuskan, namun kita hampir lupa bahwa selain Novia masih banyak perempuan lain yang mengalami nasib serupa. Bayangkan jika mereka terjebak dalam kesalahan paradigma (logical fallacy) akibat timbulnya citra positif bunuh diri, berapa banyak perempuan yang akan melakukan tindakan serupa karena merasa hancur dan bunuh diri adalah sebenar-benarnya jalan keluar.

Kita semua harus fokus pada narasi kekerasan seksual, bukan pada pembenaran tindakan bunuh diri. Novia memang pahlawan bagi kita, bagi seluruh perempuan karena pemberontakannya terhadap ketidakadilan. Namun tidak serta merta tindakan bunuh diri yang dilakukan patut dibenarkan.

Semoga melalui kisah Novia menjadi pintu yang membuka jalan keadilan bagi korban-korban kekerasan seksual di luar sana. Kalian tidak sendiri. Jangan bunuh diri.

Lanjut baca Pesohor Predator: Selebritas Korea Selatan dalam Pusaran Kekerasan Seksual

Ayi Yusri Ahmad Tirmidzi
Ayi Yusri Tirmidzi seorang yang semoga sedang berada di jalan-Nya

One Reply to “Novia: Obituari Kemanusiaan”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email