Nikmat Bingung dan Puisi Lainnya

Faris Maulana Akbar

1 min read

Nikmat Bingung

/1/
Aku kenyang pikiran. Tersesat dalam rimba pemikiran. Berlari di balik aksara kata-kata pujangga dan para sarjana.

/2/
Ke mana ku akan pulang?
Bingung aku membaca marka jalan yang begitu banyaknya. Ke kiri ke kanan, ke depan ke belakang, sama saja katanya. Toh dunia ini itu itu juga.

/3/
Maka kuputuskan berkelana menyisiri rawa pengetahuan. Berbaur lumpur kepolosan dan kebodohan. Sejengkal demi sejengkal mengikuti arah senja menghilang.

/4/
Duniaku rasanya kian menyusut. Sementara orang-orang menjadi pengecut, aku beringsut maju tanpa takut. Karena rasa penasaranku semakin hari semakin akut. Dan kebingungan demi kebingungan membuatku kalut mengacaukan nalar yang sudah berkemelut.

/5/
Aku ada aku ada
ada aku dalam jiwa;

Betapa nikmatnya.

(Ciputat, 2020)

Manusia

Setelah siang kuhabiskan tidur
sore aku terbangun
“Setelah ini apa?” tanyaku
termangu dan tertegun

Manusia bekerja dan bekerja
lalu tua dan tak melakukan apa-apa
menunggu ajal tiba, katanya
pelan-pelan menghirup sisa kehidupan

Manusia, maunya apa
kemarin dan esok mimpinya tak selalu sama
hingga uban memakan usia
dan juga cita

Manusia itu apa
sejalinan batu nirmakna
atau kitab yang tak pernah ada habisnya

(Ciputat, 2020)

Topeng Sandiwara

Kita suka bertopeng sejak dunia menjadi permainan. Katamu jika beruntung, kita akan menjadi pemenang. Tugas kita hanya satu: bersandiwara!

Aku kausuruh tertawa. Aku tertawa. Tapi mengapa tidak semua orang ikut tertawa? Apa tawaku tak membawa bahagia?

Aku kausuruh menangis. Aku menangis. Tapi mengapa tak ada isak tangis? Yang ada hanyalah tatapan-tatapan sinis dan bengis.

Aku ingin diam. Kaubuat aku bungkam. Aku tak ingin membisu. Tapi kau memaksaku mengunci mulutku. Apa kautahu, diam dan bungkam itu tak pernah sama?

Aku…lelah. Sandiwaraku, usaikah?

Hidupku tak lagi nyata. Nyataku hanyalah sandiwara. Kata-kata tak bermakna. Diam pun tak ada guna. Lantas aku harus bagaimana?

(Ciputat, 2020)

Bebas

Melihat burung dalam sangkar
Melihat diri dalam kamar
Betapa ingin lekas bebas
Sebelum waras ditebas
Dinding-dinding pembatas

Meretas realitas
Yang keras
Menderas

(Ciputat, 2020)

*****
Editor: Moch Aldy MA

Faris Maulana Akbar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email