"Pemuda Taman Firdaus"

Nasib Pasar Landungsari: Perlahan Akan Jadi TPA

Kristian Ndori

2 min read

Pada suatu siang, saya mengitari daerah sekitar Landungsari. Saya ke sana-kemari sambil meramalkan Kota Malang sebagai kota yang ramai. Ada ramalan lain untuk kota ini, selain Kota Pendidikan, kota ini juga menjadi kota yang bersih. Namun, Malang yang kalian kenal sebagai kota yang bersih itu bukan Malang saat ini. Saat ini Malang sangat amburadul. Malang benar-benar tertimpa malang.

Kilasnya ada di Pasar Landungsari. Sekarang pasar tersebut sudah tidak teratur dan sangat kumuh. Bau sampah bercampur aduk dengan bau dagangan yang ada di sekitar kawasan pasar. Saya melihat ada beberapa orang di sana sedang membuang potongan sisa sayur dan sampah plastik ke selokan di belakang pasar. Sedangkan di belakang pasar itu ada saluran air yang mengalir dari Dau-Sengkaling. Penumpukan sampah yang ada di saluran air ini sudah lama berlangsung. Sedari awal datang ke Malang pada 2019 lalu, kejadian serupa sudah ada, dan sayangnya masih berlangsung hingga hari ini. Sayang sekali kawasan ini.

Sementara itu, tepat di sebelah jembatan penghubung, ada sebuah wadah yang disediakan oleh Bank Sampah Malang untuk menyimpan tumpukan sampah juga. Kelihatan seperti sampah yang bisa didaur ulang. Mungkin wajar karena BSM hanya menyaring jenis dan unsur sampah.

Baca juga:

Tidak puas hanya menonton, saya berbalik dan mencari pedagang yang sedang mangkir karena pengunjung pasar sudah tak kunjung datang. Pikir saya di sekitaran pasar itu hanya orang lokal yang berdagang di sana. Ternyata ada juga Sumiati (bukan nama asli). Ia berasal dari Kota Batu dan menaruh harapan hidup di pasar itu.

Keluh Pedagang Pasar Landungsari

Sembari berteduh di lapak sayuran dan buah-buahan, saya bertanya kepada Sumiati soal kondisi pasar tersebut. Sumiati sudah lama berada di sana, sejak sekitar tahun 2016. Dia bercerita banyak terkait naik-turunnya harga sembako dan dampak pedagang pada era Covid-19.

“Saya itu sudah jualan di sini dari tahun 2016, Mas. Sampai sekarang, ya Alhamdulillah, bisa nyekolahin anak sampai kuliah,” kenang Sumiati.

Tatkala mendengar cerita Sumiati, saya yang penasaran dengan kotornya kawasan pasar itu pun langsung bertanya, “Itu sampah-sampah yang di saluran air belakang pasar dibuang oleh pedagang disini, ya, Bu?”

Dia menjawab bahwa kotoran itu memang dibuang oleh beberapa pedagang di sekitar pasar. Bahkan ada juga beberapa warga sekitar yang ikut menyumbang sampah rumahan di situ. Ada juga anak-anak kosan yang tinggal di sekitar pasar itu.

Ada beberapa jenis sampah yang terapung dan kandas di saluran itu, seperti serabut kelapa, sisa sayur, botol minyak, dan potongan bambu di sepanjang saluran air. Semuanya berkerumun di sana. Entah warga lokal dan warga pendatang yang tidak punya rasa cinta lingkungan.

Keluhan lain datang dari tukang parkir di sana, yang ikut memberikan informasi karena tidak suka juga dengan ulah pedagang. Sebut saja Mario. Dia adalah warga Klojen yang rumahnya cukup jauh dari pasar Landungsari–rumahnya di dekat alun-alun Kota Malang. Dia mengatakan sumpek dengan bau sampah di belakang pasar, apalagi ketika hujan.

“Benar-benar mau muntah saya mas,” ucap Mario.

Berimbas ke daerah sekitar Tlogo Mas

Mengikuti aliran air mulai dari pasar Landungsari sampai ke Jalan Tirto Rahayu, persis di depan Puri Landungsari ada sebuah selokan yang macet karena terlalu banyak sampah yang ditahan di selokan sempit itu. Di depan Puri Landungsari, ada jembatan kecil yang di sana tedapat tulisan “dilarang membuang sampah pada kawasan ini”, tapi siapa peduli?

Baca juga:

Itu hanyalah slogan yang dipajang untuk menggelikan mata, bukan untuk menggaruk tangan. Kapasitas air yang mengalir semakin mengecil hingga ke jalan Telaga Warna Blok D dan ke daerah sekitar kampus Universitas Tribhuwana Tunggadewi. Di depan kampus itu sudah agak terlihat bersih karena benar-benar diperhatikan oleh pihak kampus demi menjaga standar kebersihan lingkungan.

Namun, setelah menyebrangi kampus Unitri, ada sampah yang teronggok di depan ITP Tlogo Mas karena banyak lapak yang bersandar di sana. Sangat memprihatinkan. Di depan gapura masuk ITP ada jembatan kecil yang di bawahnya lumayan kumuh. Keruh air semakin menjadi-jadi. Kawasan Tlogo Mas adalah kawasan yang ditunggangi orang-orang dengan berbagai macam usaha. Mulai dari usaha warung, laundry, bengkel, air isi ulang, dan masih banyak usaha lainnya.

Dampak Ketika Hujan dan Badai kota Malang

Ketika hujan, semua orang pasti mencari tempat untuk berteduh. Begitu juga dengan sampah dan kotoran yang ada di saluran air itu. Mereka juga pasti akan mencari tempat untuk berteduh, entah di mana teduhnya. Hal yang dikhawatirkan adalah jika terjadi hujan dan badai seperti 2020 lalu, yang mengakibatkan banjir besar hingga airnya masuk ke rumah-rumah warga sekitar Tlogo Mas, Merjosari, Mertojoyo, dan Dinoyo. Ini sangat berbahaya, bukan?

Sepertinya Pemkot Malang sedang tidak mau memikirkan ini karena belum masuk musim hujan. Orang-orang pemerintahan hanya bergerak setelah kejadian. Mereka tak kenal istilah sedia payung sebelum hujan. Dinas Lingkungan Hidup Kota Malang sedang menutup mata dengan kondisi pasar dan saluran airnya. Mungkin saja sehabis pesta politik baru mau diperhatikan, atau mungkin setelah tulisan ini diterbitkan.

 

Editor: Prihandini N

Kristian Ndori
Kristian Ndori "Pemuda Taman Firdaus"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email