Alumni Ponpes Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo Situbondo. Sekarang Nyantri sekaligus kader PMII di Ponpes Nurul Jadid, Paiton Probolinggo. Bisa disapa lewat Instagram @s.faylasuf

Nalar Burhani: Alternatif Teologi serba-Tuhan

Salman Akif Faylasuf

2 min read

Untuk siapa agama dilahirkan? As-Syatibi, mengatakan bahwa agama bersumber dari Tuhan dan diorientasikan untuk manusia. Pengembangan dari definisi ini adalah pembelaan agama haruslah sejalan dengan pembelaaan nilai-nilai kemanusiaan. Keberagamaan seseorang bisa batal jika pada saat yang sama orang itu menafikan dimensi kemanusiaan.

Evolusi dunia dengan laju sains dan teknologinya yang begitu cepat membuat sebagian kita tergagap-gagap dalam menyikapinya. Tak seorang pun mampu membendung arus zaman yang kian kencang. Ia ibarat matahari yang tak seorang pun mampu menghentikan laju putarnya. Islam, selain menjadi unsur motivator, telah lama menjadi pandangan hidup manusia. Ada relasi kuat antara pandangan keagamaan seseorang dan pencapaian kualitas hidupnya.

Contohnya adalah pandangan keagamaan seseorang yang mengatakan bahwa problem kemiskinan adalah takdir. Jika kemiskinan adalah takdir, orang akan cenderung berperilaku pasif. Kemiskinan akan dianggap sebagai perkara Tuhan, bukan problem kemanusiaan. Padahal, Tuhan menghendaki agar manusia aktif dan kreatif merekayasa alam bukan untuk menyejahterakan-Nya, melainkan untuk kepentingan mereka sendiri.

Dalam perkara ini, menarik mengutip pandangan Muhammad Iqbal yang mengatakan, “Tuhan hanya menciptakan lempung, manusialah yang membuat  patungnya, Tuhan hanya menciptakan malam, manusialah yang membuat lampunya.”

Maknanya adalah keindahan dan kesejahteraan dunia memerlukan sentuhan daya kreatif manusia, sebab Tuhan hanya menyediakan potensi dasarnya. Karena itu, pandangan teologis yang serba-Tuhan, meskipun seakan-akan membela Tuhan, (padahal Tuhan tidak perlu dibela), akan memosisikan manusia sebagai makhluk tak berdaya. Kecenderungan teologi seperti ini sering kali tidak adaptif dengan perubahan lingkungan sejarah kemanusiaan yang konkret.

Nalar Bayani

Di samping itu, mereka menganggap bahwa dokumentasi kebenaran manusia sudah termaktub secara utuh dan autentik dalam teks. Karena itu, teks menjadi mahkamah yang memfinalisasi setiap perkara kemanusiaan. Inilah karakter dasar nalar bayani.

Jika paradigma Islam progresif menyepakati pengandaian penguatan peran akal yang kritis, baik terhadap teks suci (Al-Quran dan hadis) maupun tradisi, ini menunjukkan bahwa budaya Arab dan agama Islam pada umumnya hingga kini masih terhegemoni oleh nalar bayani, yakni metode pemikiran yang menekankan pada otoritas teks. Model nalar ini tidak menempatkan kekuatan akal secara signifikan. Kemampuan akal harus tunduk pada otoritas teks.

Tidak heran jika penulis Mesir, Nasr Hamid Abu Zaid, pernah mengutarakan bahwa peradaban Islam dan Arab sesungguhnya adalah peradaban teks. Kedudukan teks begitu sentral sehingga teks menjadi semacam paradigma atau cetakan yang memenjarakan hampir seluruh kehidupan umat muslim di seluruh bentangan sejarahnya.

Baca juga:

Hilangnya Logika Kausalitas

Salah satu pandangan dunia jenis nalar ini adalah keyakinan yang serba-Tuhan. Baik dan buruk yang menimpa manusia adalah kehendak Tuhan. Pandangan ini merupakan konsekuensi dari pandangan yang serba teks.

Salah satu implikasi dari penggunaan nalar ini adalah hilangnya logika kausalitas yang erat hubungannya dengan kehidupan riil. Misalnya soal krisis multidimensi bangsa Indonesia yang melanggengkan kemiskinan, kebodohan, ketidakadilan, dan lain-lain. Jika menggunakan nalar bayani, persoalan ini akan dipersepsikan sebagai cobaan dan suratan Tuhan yang ujung-ujungnya merekomendasikan kesabaran. Seperti pada saat Karl Marx melihat masyarakat proletar dieksploitasi oleh sindikat elite agama (gereja), kekuasaan (negara), dan ekonomi (konglomerat).Gereja hanya menawarkan kesabaran, sementara rakyat tetap lapar dan miskin.

Nalar Burhani

Kuatnya dominasi nalar bayani dalam kultur berpikir mayoritas umat muslim langsung atau tidak langsung telah mematikan nalar burhani. Nalar burhani mengandalkan kekuatan rasio yang pernah subur di bagian barat dunia Islam (Maghribi, Andalusia) seperti yang dipelopori oleh Ibn Hazm, al-Syatibi, dan Ibn Rusyd.

Jika demikian, apakah kita perlu mencari alternatif dengan merevitalisasi nalar burhani? Bagaimana menghubungkan paradigma burhani dengan kebutuhan kekinian? Dan, apakah proyek Islam Progresif hanya cocok dengan nalar burhani?

Setidaknya, pemikir Arab kontemporer seperti Mohammed Abid al-Jabiri yang dikenal dengan Proyek Kritik Nalar Arabnya (Msyru’ Naqd al-Aql al-Arabi), meyakini bahwa problematika peradaban Arab dan umat muslim hanya bisa dicerahkan melalui pemihakan terhadap nalar burhani, setelah hampir dua belas abad terkungkung oleh nalar bayani.

Kekayaan epistemologi Andalusia yang bertumpu pada prinsip-prinsip nalar burhani inilah yang kemudian hijrah ke Eropa, sementara dunia Arab dan dunia muslim pada umumnya, khususnya pasca-Al-Ghazali, hingga kini hanya mewarisi dua jenis nalar, nalar bayani dan nalar irfani.

Progresivitas masyarakat Eropa, utamanya dalam merekayasa alam, merupakan hasil nalar burhani yang dibangun atas dasar logika dan hukum kausalitas. Di Barat hal ini jauh lebih tampak ketimbang di kalangan masyarakat Arab dan umat muslim. Implikasi lebih jauh dari fakta ini adalah masyarakat Arab dan umat muslim cenderung lebih konsumtif daripada produktif.

Jika produktivitas tumbuh sejalan dengan progresivitas, salah satu sumber persoalan umat muslim masa kini terletak pada cara dan model berpikirnya. Nalar burhani, sebagai salah satu khazanah termahal umat muslim yang pernah hidup dan berkembang di dunia Islam (dalam kaitannya dengan kampanye Islam progresif) menjadi suatu keharusan yang layak untuk digali dan dikembangkan.

 

Editor: Prihandini N

Salman Akif Faylasuf
Salman Akif Faylasuf Alumni Ponpes Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo Situbondo. Sekarang Nyantri sekaligus kader PMII di Ponpes Nurul Jadid, Paiton Probolinggo. Bisa disapa lewat Instagram @s.faylasuf

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email