Di tengah semarak budaya musik di Yogyakarta, ada satu dunia yang penuh keunikan dan antusiasme, yaitu gigs musik metal. Sebagai seorang pemuda, aku telah terjebak dalam lingkaran gigs ini, merasakan gelora ke666embiraan dan keceriaan yang membawa senyum di wajah. Namun, di balik kesenangan dan guyonan, ada juga keseriusan dan kesan mendalam yang tertanam di hati.
Mari kita jelajahi petualangan lucu seorang pemuda di dunia gigs musik metal di Yogyakarta, sambil mengorelasikannya dengan teori-teori psikoanalisis Freudian. Itu akan membantu menjelaskan mengapa manusia mencari bentuk keseimbangan emosi dan kenikmatan dalam kehidupan sehari-hari, yang salah satunya melalui punk-punk-an, crowd surfing-an ini.
Malam pertamaku di gigs metal, teriakan bergemuruh dan dentingan gitar yang menggetarkan jiwaku membuatku merasa seperti ada di pesta monster di tanah kegelapan. Sebagai seorang pemula, aku berusaha untuk tidak kalah dengan semangat penonton lainnya. Sambil tertawa, aku mencoba mengikuti gerakan headbanging yang akrab dari para penggemar setia musik ini.
Saat terlihat menggeliat dan melompat-lompat dengan kikuk, aku merasa seperti manusia pertama di dunia yang mencoba menggabungkan tari dengan headbang. Namun, dengan cepat aku sadar bahwa ini adalah tempat di mana segala gerakan aneh dan kocak diterima dengan baik, dengan amat sangat baik. Lagian, kayaknya nggak ada yang peduli-peduli amat, deh, mau gimana juga kalo lagi metal-metalan, mah.
Suasana di gigs metal sungguh unik. Para penonton saling berinteraksi, berteriak lantang, dan mengeluarkan energi yang tak terbendung. Ketika band favorit tampil di panggung, adalah saat yang menyenangkan melihat bagaimana semua orang berjibaku untuk berada di barisan depan.
Aku pun pernah terlibat dalam “perlombaan” mewujudkan impian itu. Saat mencoba mengejar posisi depan dengan energi luar biasa, aku hampir saja terjatuh saat berlari di antara tumpukan sepatu boots penerjang kerikil coffee shop para pengunjung. Tapi, tak apa, karena aku berhasil sampai ke depan! Semangat dan kesenangan di gigs metal tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata, paling-paling untuk mendeskripsikannya cukup dijelaskan dengan satu kata, SE666AN. Itu adalah momen lucu ketika kita menjadi bagian dari sebuah kegilaan yang menyenangkan.
Namun, di balik semua guyonan dan keceriaan, ada juga keseriusan yang lumayan ndakik-ndakik dan mendalam di dunia gigs musik metal. Bagi para musisi, gigs adalah kesempatan untuk mengekspresikan perasaan dan pandangan mereka melalui musik. Mereka bekerja keras untuk menciptakan lagu-lagu yang bermakna dan menyentuh hati penonton.
Bagi para penonton, gigs juga adalah tempat di mana mereka merasa bersatu dengan komunitas yang memiliki ketertarikan dan hasrat yang sama terhadap musik metal. Ada kebersamaan yang tak ternilai ketika berada di tengah kerumunan orang dengan antusiasme yang sama. Ya, kayak dua sejoli Capricorn sama Taurus yang merasa antusias karena secara astrologi katanya mereka cocok.
Manipulasi Keceriaan dan Emosi
Realitas manusia sering kali penuh dengan tekanan dan emosi yang kompleks. Menangis adalah salah satu cara paling alami dalam menghadapi emosi ini. Namun, realitas sering kali menyulitkan dan tidak semua orang merasa nyaman untuk menangis. Oleh karena itu, manusia menciptakan berbagai medium untuk memanipulasi keceriaan dan emosi.
Salah satu medium yang populer bagi cah nom adalah nongkrong dengan bolo-bolo di kopinan atau tempat makan pecel lele favorit. Di sini, suasana santai dan obrolan hangat menjadi cara untuk menekan perasaan dan menemukan rasa kebahagiaan meskipun hanya sesaat.
Nah, beda lagi kalau berbicara medium untuk cah sing ora nom neh (bapak-bapak). Biasanya, bapak-bapak ini lebih suka duduk merenung mengarah barat melihat matahari perlahan menutup dirinya, ataupun sambil menyiram jalanan depan rumahnya sembari berdiri mengobrol bersama tetangganya yang bapak-bapak juga, bisa berjam-jam biasanya. Ketika berbicara tentang hal-hal sepele atau tertawa bersama, kita memanipulasi perasaan kita untuk merasakan momen kebahagiaan.
Aktivitas seperti bermain game juga dapat dianggap sebagai bentuk manipulasi. Saat bermain game, kita masuk ke dunia virtual yang berbeda dari kenyataan, tempat kita bisa menjadi pahlawan atau petualang yang tak terkalahkan. Ini adalah cara kita menyembunyikan perasaan yang lebih dalam dan membiarkan emosi positif mengambil alih.
Dalam konteks nonton konser musik metal atau gigs di kafe kekinian, ada hal menarik terjadi. Headbang, moshing, dan gerakan lainnya menjadi semacam bentuk manipulasi ekspresi emosi. Saat kita melakukan gerakan-gerakan ini, kita memberikan diri kita sendiri izin untuk mengalirkan energi dan emosi tanpa rasa malu. Musik metal menjadi medium yang kuat untuk memanipulasi ekspresi emosi kita.
Tatkala kita menonton penampilan band di panggung, kita tidak hanya menyaksikan musik, tetapi juga berpartisipasi dalam suatu ritus. Mengangguk-angguk kepala atau headbang adalah cara untuk berbicara kepada musik, memberi tahu band bahwa kita merasakan getaran mereka. Moshing, dengan segala kekacauan yang melibatkannya, adalah bentuk pembebasan diri dari rutinitas dan tekanan. Semua ini adalah bentuk ekspresi yang memberi manusia kesempatan untuk merasakan koneksi dengan musik dan orang-orang di sekitar mereka.
Meskipun mungkin terdengar negatif, manipulasi emosi melalui medium eksternal sebenarnya dapat diartikan sebagai bentuk alami dalam menghadapi kompleksitas emosi dan tekanan. Medium seperti nongkrong, bermain game, menonton gigs musik metal, dan aktivitas lainnya adalah cara manusia menciptakan realitas palsu di dalam diri mereka untuk merasa lebih baik.
Manipulasi itu dapat dipahami melalui perspektif psikoanalisis sebagai mekanisme pertahanan diri yang membantu menjaga keseimbangan emosi dan kesejahteraan pikiran. Teori-teori Freudian memberikan pandangan yang lebih dalam tentang mengapa manusia mencari bentuk keseimbangan ini dalam kehidupan sehari-hari.
Keseriusan dan Pertahanan Diri
Dalam konteks teori-teori psikoanalisis, seperti yang dikembangkan oleh Sigmund Freud, ada konsep yang relevan dengan cara manusia mengatasi emosi dan tekanan, yang dapat berkaitan dengan manipulasi emosi yang disebutkan sebelumnya. Teori pertahanan diri Freud seperti reaksi formasi, proyeksi, dan sublimasi dapat memberikan wawasan mendalam tentang cara manusia menggunakan medium eksternal sebagai bentuk pertahanan diri.
Dalam menghadapi kompleksitas emosi, manusia mungkin menggunakan reaksi formasi untuk menunjukkan perasaan yang berlawanan dengan yang dirasakannya sebenarnya. Aktivitas seperti nongkrong dengan teman atau menonton gigs musik metal bisa menjadi cara untuk menunjukkan rasa kebahagiaan meskipun realitasnya berbeda. Untuk itu, manusia menciptakan realitas palsu untuk meredakan tekanan emosi.
Proyeksi juga merupakan bentuk pertahanan diri yang relevan. Saat menonton gigs atau terlibat dalam aktivitas metal, manusia mungkin memproyeksikan perasaan negatif mereka sendiri ke dalam musik dan lingkungan sekitar. Moshing dan gerakan lainnya menjadi outlet untuk mengalihkan perasaan negatif dan menciptakan koneksi dengan orang lain.
Sublimasi juga dapat ditemukan dalam aktivitas seperti menonton gigs musik metal. Saat mengalihkan energi negatif menjadi gerakan seperti headbanging, manusia mengubah dorongan-dorongan agresif menjadi bentuk ekspresi yang lebih produktif. Ini adalah cara untuk menjaga keseimbangan emosi dan mengalihkan energi negatif menjadi aktivitas yang positif.
Baca juga:
Dari moshing aneh sampai hal yang lumayan serius, petualangan seorang pemuda tanggung dalam dunia gigs musik metal di Yogyakarta adalah campuran unik dari keceriaan dan makna mendalam. Di tengah dentingan gitar yang menggetarkan jiwa, kita belajar untuk menerima diri sendiri dan menemukan kebebasan untuk menjadi diri kita yang sebenarnya.
Acara gigs tidak hanya menghibur, tetapi juga menghadirkan kesempatan untuk saling terhubung dan merasakan kebersamaan. Gigs metal bukan hanya tentang musik keras, tetapi juga tentang keceriaan, persahabatan, serta kedalaman emosi manusia yang tak terlupakan dan menggetarkan bumi.
Editor: Emma Amelia
One Reply to “Moshing Freudian: Sepenggal Kebahagiaan di Gigs Metal”