Pria kelahiran Bogor 20 Oktober 1998. Manusia yang menyenangi pembelajaran di dunia perkebunan, pembacaan, dan penulisan.

Miniatur Langit dan Puisi Lainnya

Teguh Tri Fauzi

1 min read

Laut

Di dalam mimpi
samudera lautan serupa Ibu

yang diam-diam cemas
jauh di relung hati, timbulkan

riak ombak menyelimuti karang
irama di balik tembang kasih sayang

menjaga anak-anak pantai
agar tak berakhir
tenggelam, saat pasang

bulan purnama.

(2022)

Gunung

Di bayang-bayang waktu
pegunungan menjelma Ayah

yang sunyi memburu lamunan
kehidupan, menggenggam impian

anak-anak sungai, agar terjaga ketika
kabut datang menerjang, dan sampai menuju

titik pertemuan, memeluk Ibu
yang serupa lautan cinta, saat bias

matahari terbenam.

(2022)

Bumi

Wisata keluarga manusia
ketika surga dan neraka
masih dalam proyek
pembangunan: “danau susu
ditukangi bidadari, pohon lebat
di sabana-lapang dipenuhi malaikat,
dan jembatan-pisau menuju gunung
batu-api sedang diperbaiki setan-setan.”

(2022)

Miniatur Langit

di meja kerja tuhan
pintu selalu terbuka
tanpa tamu-penghuni
setiap hari, setan datang
setan pergi menuju bumi
mencari, tak henti-henti
seperti putaran waktu
antara hidup dan mati.

ruangan itu mahaluas
meski tanpa jendela
tersusun pula arsip buas
tindak-tanduk manusia
doa terpajang di rak awan
dosa menggunung tak karuan
setiap hari, orang-orang mati
silih-berganti, menyetorkan
rapor merah kehidupan ini.

(2022)

Berapa Harga Nyawa Hari Ini?
: kepada Eko Triono

1)
Pada suatu hari
ketika penulis memasang
teori cermin dan praktik bom
atom bahasa-
akankah sebuah cerita bisa menyelamatkanmu
dari kematian?

2)
Seorang narator
menyampaikan cerita
kepada pembaca:
Oiii! Menegangkan. Di rumah sakit
tengah terjadi sebuah perang
kejiwaan antara dokter dan pasien,
serupa konflik di jalan raya-
pertempuran dua kubu Ormas
yang diam-diam bertanya pada hatinya, menjemput siapa malaikat
pencabut nyawa hari ini?
“semoga hari ini Ia bolos kerja
dan memilih berwisata.”
celetuk antagonis dalam cerita.

3)
Beberapa pembaca ikut protes
kepada sang-narator: “Heh! Apakah nyawa hari ini bisa direnggut jarum suntik dokter, dan bukan malaikat?”

Narator tak peduli
sebab pencerita mendapat hak
untuk menentukan nasib tokohnya
dan punya momen untuk menentukan
kapan hari liburnya malaikat pencabut nyawa.

4)
Cerita berlanjut riuh
ketika rumah sakit kehabisan stok oksigen
dan obat penanganan lainnya
Seorang pegawai pabrik yang sakit
merelakan penanganan khusus
untuk Juragannya dengan imbalan
asal anak dan istri, juga orang tuanya
dipenuhi semua kebutuhannya.

Pembaca semakin kesal atas tingkah
narator yang seenaknya menyampaikan cerita:
“Cukup! Mengapa harga nyawa
hari ini seperti fenomena agen teroris
yang ramai memecah-belah agama.”

5)
Penulis hanya tersenyum
mendengar komentar-komentar
yang memojokan narator
dan diam-diam bergumam
jauh di lubuk hatinya:
“Mereka semua melupakan Tuhan
hari ini. Hahaha!”

(2022)

*****

Editor: Moch Aldy MA

Teguh Tri Fauzi
Teguh Tri Fauzi Pria kelahiran Bogor 20 Oktober 1998. Manusia yang menyenangi pembelajaran di dunia perkebunan, pembacaan, dan penulisan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email