Merayakan Sepi di Buku-Buku dan Puisi Lainnya

Khaerul Anwar

1 min read

MELIHAT SENJA DI KERUT KENINGMU

malam menunggu:
awan merupa senja yang gagap bahasa.

antara cinta dan kau
adalah sehelai daun yang sedang memilih
untuk jatuh atau mengering di reranting,
sementara embusan angin datang
dengan cukup tergesa-gesa.

MERAYAKAN SEPI DI BUKU-BUKU

aku mencari lebaranku sendiri
di sepi buku-buku.

dan kita senatiasa,
saling senyum ketika ramai dan murung mencari sepi ke tepian.

selepas—gema takbir—itu senyap
aku kembali dalam mimpi yang kalap.

kehilangan diri sendiri: terkurung dalam kata—yang bukan kita—dan mementaskannya saat malam tiba.

kesepian itu datang untuk mencipta debar
dan deru, tenggelam lalu mengapung.
begitu seterusnya. serupa senja yang tak bertepi.

: adalah kekosongan
yang kaupun terpaksa
meyakininya.

SEPASANG KEKASIH

senyap riuh jalanan
tangis bisu bayi
kelap-kelip layar ponsel—mereka tersenyum
ini siang tak bernada

sepasang mata bercerita
tentang hitam—kata siapa
dan bekas singgah bulan—kata siapa
kau belum benar-benar mengerti kata-katamu sendiri

sayang, bahasa seperti apa yang harus kukatakan, sedang ini gelap—kata siapa.

aku melihat kau menganga—bicara kata siapa—tetapi aku tak tahu. yang jelas aku tetap mencintaimu, sayang.

FRAGMEN RINDU

“He stood alone in my backyard,
so dark the night purpled around him.”
—Ocean Vuong

pada akhirnya
yang tersisa hanyalah
gema tangis pasca-pemakaman.

meninggalkan telaga rindu—untuk kau selami beberapa hari atau tenggelam di dalamnya.

lalu datanglah gelombang—entah dari mana mulanya.

: puisi hanya kata
yang mengapung
tanpa bisa menepi.

CATATAN

“Let us go then, you and I,
When the evening is spread out against the sky
Like a patient etherized upon a table;”
—T. S. Eliot

dia berdiri—sendiri;
kita sepasang tali, butuh genggaman.
bahasa hilang: gugur bunga, jejak kata
senja yang singkat, betapa kita memburu napas di sekeliling.
ini tempat singgah, sementara. ujar waktu. lalu,
kita telah sepakat untuk bertemu di ruang seusai detak.

kadang, waktu terlalu rakus: kesedihan yang kalut.
kata menganggapnya taman yang bising rerimbunan
sedang kita menginginkan keabadian: kata menganggapnya peluk dan sunyi.

*****

Editor: Moch Aldy MA

Khaerul Anwar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email