Mitos Daidalos
Pascamengenalmu
aku tiba-tiba berharap
menjadi Daidalos
dan menciptakan
sepasang sayap untukmu
agar kau bebas
dari labirin dendam
yang berputar-putar
tanpa jalan keluar;
Lara memelukmu begitu erat
ia tak mau berbagi denganku
kau membiarkannya karena
kausuka dipeluk
bagaimana jika aku saja
yang memelukmu?
aku janji
ini tak menyakitkan seperti
pelukan lara
rasanya barangkali sedikit hangat
persis seperti
air mata
(Kalimantan Tengah, 03 September 2022)
–
Taman Bermain
Minggu pagi
aku ke taman bermain
di sebelah rumah
tapi ternyata
aku keduluan
orang dewasa
tak ada lagi wahana
yang tersisa
Di ayunan
seorang ibu sibuk menimang
uang
jungkat-jungkit juga dipakai
seorang pemuda duapuluhan
bermain bersama sekarung keputusasaan
sedangkan di perosotan
seorang ayah meluncur bersama
air matanya
Masing-masing mereka
membawa kawan berbeda
tetapi tetap sampai
pada kesimpulan yang itu-itu saja
“Hidup ini begitu bajingan!”
kata mereka
“Kalian orang dewasa yang bajingan, bisanya cuma memaki Tuhan!”
ucapku dalam hati
Terpaksa pulang
menyaksikan karnaval
; pertunjukkan piring serta guci terbang
yang ditayangkan ayah dan ibu
berulang-ulang
(Kalimantan Tengah, 24 September 2022)
–
Nostalgia Sebelum Mati
kota ini masih saja, riuh
seperti pesta
dan aku tak pernah
diundang
atau diharapkan hadir
orang-orang asik
bertukar sapa
cerita-cerita tentang
masa dewasa
tapi aku gemetaran
saat denting-denting waktu
kembali menimbang-nimbang
ingatan
orang-orang bertukar
kehangatan
aku membeku
di pojokan
dan mereka menjadi
sekelebatan-sekelebatan
kenangan
yang diputar sebelum
kematian
tiba
sepi membawaku pergi
ke laut
ternyata di sana juga
riuh
disesaki nyanyian siren
yang sama seperti iblis
senang sekali
mengumbar janji-janji manis
tapi
pada akhirnya
aku termakan rayuan mereka
sebab apa;
mereka tawarkan sebuah
tiket menuju surga
(Kalimantan Tengah, 27 September 2022)
–
Meraba Ketidakmungkinan
pukul duapuluh
kantuk mulai bertamu
dan mengetuk pintu
rumah-rumah manusia
agar bersiap
memanen mimpi
ke dalam sebuah kolam besar
di kepala
aku bersiap
mengunyah nada-nada
Mozart atau Beethoven
sebagai bekal
ke hutan mimpi
seperti manusia-
manusia normal lain
sayangnya
aku terlanjur pelupa
hingga berakhir tersesat
di tempat sama
selalu, menuju hutan
kegelapan di kepala yang
dihuni jutaan kelabang
aku dipaksa menari seperti
balerina buta
meraba-raba langkah
agar tak salah
menginjak kelabang dan
disengat kemurungan
melelahkan, tapi
aku tak bisa berhenti
hingga pagi
bertandang kembali
dan menyesali kegagalan
menarik belas kasihan, Tuan
penguasa tidur abadi
(Kalimantan Tengah, 28 September 2022)
*****
Editor: Moch Aldy MA