Wajah naturalis asal Inggris, Alfred Russel Wallace tergambar dalam mural di salah satu lorong Kota Ternate, Maluku Utara. Di sampingnya ada sosok wajah pemuda Melayu, Ali, asisten kepercayaan Wallace yang berasal dari Kalimantan. Sebuah papan nama kecil menggantung di lorong itu bertuliskan Lorong Wallace.
Di sebuah rumah di Lorong Wallace itu, tersimpan kisah yang menjadi cikal bakal lahirnya ide teori evolusi melalui seleksi alam. Pada 9 Maret tahun 1858, Wallace menuliskan sebuah surat berjudul The Letters From Ternate untuk Charles Darwin, yang lebih dulu dikenal sebagai penemu teori evolusi. Namun, sesungguhnya ide awalnya berasal dari Wallace yang gemar melakukan perjalanan dan meneliti langsung di lapangan.
Wallace meneliti banyak hal, terutama tentang flora dan Fauna endemik, hingga pengalamannya terserang sakit malaria di Maluku Utara. Tak hanya meneliti, dia juga menulis dan salah satu buku pentingnya, The Malay Archipelago (Kepulauan Nusantara), telah berusia 153 tahun dan terus dibaca.
Perjalanan Wallace di Ternate, bukan hanya ditemukan dalam buku non fiksi, tetapi hadir dalam bentuk novel anak. Okky Madasari menuangkan kisah Wallace dalam novel berjudul Mata dan Rahasia Pulau Gapi. Pulau Gapi sesungguhnya adalah nama lain dari Ternate.
Bagi yang belum mengenal sepak terjang Wallace, tapi menyukai bacaan novel anak, akan menemukan bab khusus yang membahas Wallace dalam cerita yang mengalir. Sebuah bentuk bercerita yang meramu fakta perjalanan seorang Wallace sekitar 4 tahun di Ternate.
“Alfred lalu masuk ke kamar, menguncinya dari dalam, ia sedang menulis surat panjang untuk kawan di negerinya, seorang ilmuan terkenal. Ia ceritakan semua hal menakjubkan yang ia jumpai di tanah ini. Termasuk soal binatang-binatang istimewa yang tak akan pernah bisa dijumpai di lain tempat di bumi ini.”
Potongan cerita ini yang mengacu pada aktivitas Wallace selama di Ternate dan proses menulis suratnya ke Darwin, serta flora dan fauna endemik yang ditemukannya. Termasuk, saat terserang Malaria di Ternate.
Rahasia Pulau Gapi
Okky menggunakan imajinasi dengan tokoh hewan yang bisa bicara seperti kucing bernama Molu, Anjing bernama Gama, dan juga Laba-laba. Sementara tokoh manusia lainnya juga layaknya manusia yang menjalankan interaksi sosial dalam konstruksi budaya, seperti bagaimana memandang pendidikan.
Tokoh utama manusia, adalah Matara, yang bisa berinteraksi dengan hewan. Dari hewan-hewan itulah, terjadi pergerakan plot dari inti cerita atau tema besarnya, yakni sejarah Ternate.
Molu sang kucing bercerita, awal tinggal bersama Adao, manusia berbangsa Portugis, tapi menikah dengan perempuan Ternate, merupakan sebuah perwakilan fakta, bahwa di masa itu, memang terjadi pernikahan antar orang Portugis dan warga setempat.
Hingga saat muncul berita menggemparkan.
“Mereka penggal kepala sultan!”
“Siapa?” tanya Adao
“Orang kita. Gubernur Mesquita.”
Kejadian ini merujuk pada fakta, bahwa jebakan itu dibuat Gubernur Portugis di Maluku, Diego Lopes de Mesquita. Dia mengundang Sultan Khairun Jamil (Sultan Ternate ke-23), untuk pesta kecil, dalam rangka merayakan perdamaian Portugis-Ternate. Khairun percaya begitu saja. Meski telah dinasihati dewan adat (bobato), karena Gubernur Portugis di Maluku yang ke-18 itu telah bersumpah.
Khairun pun datang ke kediaman pribadi de Mesquita di lantai dua Menara Benteng Gamlamo, sebelum pesta dimulai, sesuai permintaan. Untuk mengakses kediaman pribadi gubernur, hanya dibolehkan Khairun yang masuk dan meninggalkan pengawalnya di luar. Begitu masuk, seorang tentara Portugis, Sersan Antonio Pimental, menghampiri Khairun. Tanpa bicara, Pimental yang juga kemenakan de Mesquita, mencabut keris di pinggangnya dan melakukan tusukan berkali-kali ke tubuh Khairun.
Kembali diceritakan oleh Molu, orang-orang Portugis semua berkumpul di Benteng, termasuk Molu dan tuannya, Adao yang berbangsa Portugis dan menikah dengan seorang warga Ternate.
“Menjelang malam, ada yang mengantarkan makanan. Semua orang berebut, termasuk Adao dan keluarganya. Mereka semua kelaparan.”
Bahkan, Molu yang merupakan seekor hewan pun, nyaris menjadi santapan, ketika pasokan makanan mulai berkurang. Fakta ini terjadi saat pengepungan Benteng Gamlamo (benteng pertama yang dibangun Portugis pada 1522). Pengepungan benteng itu dipimpin oleh Sultan Babullah Datu Sjah, setelah Ayahnya, Sultan Khairun Jamil dibunuh dalam jebakan. Sebelumnya, Babullah telah menuntut pemerintah Portugis bertanggung jawab dengan menghukum de Mesquita. Namun tidak digubris.
Saat Matara bertanya tentang keadaan orang di benteng itu, Molu menjawab “Tak ada yang dibunuh. Sultan yang baru, anak dari Sultan yang dipenggal tak mau membunuh siapa pun. Ia menyuruh semuanya pergi. Jangan pernah kembali lagi.”
Sultan baru, anak dari sultan yang dipenggal adalah, Sultan Babullah dan Sultan yang dipenggal adalah Sultan Khairun.
“Pasukan Sultan mengepung benteng ini, jumlahnya jauh lebih banyak dari jumlah semua orang yang ada dalam benteng ini dan jumlah seradadu yang menjaga di luar benteng. Satu kompi pasukan masuk ke benteng. Salah satu dari mereka berteriak keras, “Segera ke luar dari benteng ini! Tinggalkan bumi kekuasaan Sultan sebelum matahari terbenam dan jangan kembali lagi. Orang-orang kulit putih itu, laki-laki dan perempuan. Dewasa dan anak-anak, berlari di jalan, menuju Pelabuhan. Tiba di Pelabuhan mereka meloncat ke dalam kapal. Berdesakan-desakan.”
Bagaimana Sultan Khairun Jamil dijebak dan dibunuh, lalu dinarasikan oleh Gama, anjing peliharaan Sultan yang bercerita ke Molu saat keduanya terjebak di benteng, saat masa pengepungan itu. “Aku menemani sang Sultan tadi. Hanya Sultan dan aku. Tanpa pengawal. Siapa yang butuh pengawal untuk datang ke jamuan persahabatan? Ternyata mereka semua penipu! Sang Sultan dipenggal di meja makan!”
Baca juga:
Sastra dan Sejarah
Membaca Mata dan Rahasia Pulau Gapi, mengingatkan saya pada salah satu buku berjudul Portugis dan Spanyol di Maluku, karya M Adnan Amal. Adnan menyebutkan, usai Sultan Khairun dijebak dan dibunuh pada 28 Februari 1570, sebuah sumber tradisonal mengatakan, jasadnya dipotong-potong, kemudian digantung dan dipertontonkan khalayak ramai, digarami, kemudian sebuah kapal Portugis membawanya ke tengah laut lepas, dan dibenamkan ke dasar laut.
Babullah, anak Khairun Jamil yang kemudian diangkat untuk menggantikan ayahnya, memimpin keraajaan Ternate, dalam pidato bersumpah menuntut balas atas kematian ayahnya dan bersumpah akan berjuang hingga orang Portugis terakhir meninggalkan negeri yang dipimpinnya.
Baca juga:
Salah satu strategi mantan pimpinan militer (Kapita Laut) Kerajaan Ternate itu adalah mengepung Benteng Gamlamo. Suplai bahan makanan datang dari Moro, Tidore, Bacan, dan Ternate. Namun terus berkurang, setelah pasukan Babullah menyerbu Bacan dan Tidore menghentikan pasokan. Sementara hanya Moro, Sau, dan Jailolo yang masih memasok, hanya terkendala cuaca. Itu terjadi dalam rentang 5 tahun masa pengepungan. Pemilihan strategi itu, karena Portugis memiliki senjata canggih yang tak bisa dihadapi dengan senjata tradisional. Sebelumnya, dia juga mengeluarkan larang kapal asing masuk di wilayah Maluku.
Untuk mengatasi kekurangan makanan, orang dalam benteng itu terpaksa binatang peliharaan menjadi santapan. Itulah yang terjadi pada nasib Molu dalam Mata dan Rahasia Pulau Gapi, saat dikejar untuk menjadi santapan.
Pengepungan yang dilakukan Gubernur Portugis terakhir, Nuno Pareira de Lacerda bersama rombongannya disilakan meninggalkan Ternate, pada 28 Desember 1557.
Sebuah karya sastra memang tak terlepas dari riset dan fakta, yang diramu dengan bentuk bercerita. Untuk itu, Mata dan Rahasia Pulau Gapi menjadi salah satu novel anak yang padat dengan memaparkan data sejarah sebagai tema besarnya, lalu diikuti sub tema lainnya seperti kondisi ekologi, kritik pendidikan, dalam sebuah semesta cerita. Selain itu, juga menyuarakan perlindungan situs sejarah berupa benteng, yang dinarasikan dengan upaya para tokoh, termasuk Laba-laba.
Tokoh hewan yang bisa berbicara adalah sebuah fiksi, tapi menggunakan mereka untuk menyampaiakan sebuah data seperti sejarah, adalah bentuk kreativitas Okky dalam menyampaikan gagasan, atau pun fakta.
Mata dan Rahasia Pulau Gapi tak semata-mata merepsentasikan dongeng, melainkan sebuah pengetahuan sejarah, yang dapat membentuk pengetahuan sejak dini. Termasuk pesan yang ditumbuhkan untuk pembaca, terhadap peninggalan sejarah: BENTENG PUSAKA.