Penghargaan Nobel 2022 adalah momen yang menegaskan bahwa ilmu pengetahuan senantiasa dinamis dan tugas para ilmuwan adalah memastikan keberadaannya terus memberikan dampak baik bagi kehidupan banyak orang. Deretan nama pemenang Nobel menginspirasi publik dunia, tak terkecuali Indonesia.
Meskipun begitu, pemberitaan tentang Penghargaan Nobel 2022 tidak terlalu santer di media nasional. Ulasan Ahmad Arif berjudul Alain Aspect, John F Clauser, dan Anton Zeilinger Menantang Einstein dengan Keterikatan Kuantum yang terbit di Harian Kompas edisi 7 Oktober 2022 adalah salah satu pemberitaan media nasional terkait Nobel yang patut diketengahkan.
Di situ, Ahmad Arif menceritakan perkembangan teori dalam mekanika kuantum. Salah satu poin menarik dalam ulasan itu berbunyi seperti ini, “Menurut teori kuantum, dua partikel yang saling terikat (entangled) tetap terikat, bahkan ketika terpisah satu sama lain. Sementara itu, menurut teori relativitas Einstein, bagaimanapun, cahaya, dan dengan demikian informasi, dapat melakukan perjalanan tidak lebih cepat dari kecepatan cahaya sehingga eksperimen simultan, tetapi tidak dapat berbagai informasi.”
Baca juga:
Ulasan Ahmad Arif menggerakkan saya untuk menelusur sejarah. Sebelumnya, majalah Mekatronika No. 6 Tahun 1981 pernah menerbitkan liputan berjudul Hadiah Nobel Fisika yang Kontroversial. Di situ diuraikan nama demi nama peraih nobel beserta gagasan mereka. Pembaca liputan itu akan disadarkan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan sering kali berjalan dengan penuh polemik dan perdebatan antar ilmuwan. Konon, tujuan perdebatan itu semata-mata untuk menghasilkan ilmu pengetahuan yang terbaik dalam menggambarkan realitas.
Nama Albert Einstein, penerima nobel fisika pada 1921 dengan gagasan efek fotolistriknya, disebut-sebut. Pada masanya, Einstein termasuk tokoh ilmuwan yang sering berdebat dengan sesama ilmuwan, salah satunya adalah fisikawan Denmark, Niels Bohr, penerima Nobel Fisika 1922. Di liputan itu, terdapat keterangan yang berbunyi, “Einstein, umpamanya, kerap kali berusaha menentang setiap penyelewengan dunia Fisika menuju ke dunia “tidak pasti”. Einstein dan Bohr kadang kala sampai meregang otot leher untuk mengadu argumentasi masing-masing, tapi setiap kali pula Einstein menyerah pada sanggahan-sanggahan yang diberikan Bohr.”
Ilmuwan dan Surat
Sejarah penting dalam gejolak yang terjadi di kalangan ilmuwan adalah persebaran surat-surat pribadi antar ilmuwan. Relasi yang timbul dari kegiatan surat-menyurat itu kemudian mengikat sampai ilmuwan yang bersangkutan meninggal dunia, yang kemudian dibuatkan obituari.
Sejarah mekanika kuantum dibuka pada tahun 1901 oleh fisikawan Jerman, Max Planck baru kemudian Einstein muncul dengan teori relativitasnya pada 1905. Einstein menulis kenangan tentang Planck, yakni In Memoriam Max Planck, dalam buku berjudul Hidup Ini Seperti Merokok: Kumpulan Esai dan Renungan tentang Kebebasan, Pendidikan, Cinta, dan Kebebasan yang diterjemahkan Circa pada 2021. Ia mengenang Planck dengan gagasan yang memberikan fondasi bagi kelahiran mekanika kuantum. “Tanpa penemuan ini, mustahil menetapkan sebuah teori molekul dan atom yang dapat berfungsi dan proses-proses energi yang mengatur transformasinya,” kenang Einstein.
Einstein pernah menyurati panitia Nobel pada 19 Januari 1921. Surat itu dapat dibaca di buku Surat-Surat Einstein (2014) susunan Nor Kholish Refani. Ketika itu, Einstein mengajukan permohonan Nobel perdamaian untuk presiden Cekoslovakia, Tomáš Garrigue Masaryk. Tulisnya, “Aku yakin bahwa memberinya Hadiah Nobel akan menggambarkan suatu kemenangan untuk rekonsiliasi internasional, di dalam semangat sejati dari orang yang menganugerahkan Hadiah Perdamaian”.
Tulisan lain oleh Joko Priyono:
Menengok Galileo
Ilmuwan terdahulu, Galileo Galilei, membuka cara pandang baru terhadap ilmu pengetahuan, meskipun kemudian diasingkan dan dihukum. Dava Sobel mengisahkan dimensi lain dari perjalanan hidup Galileo dan putrinya dalam buku Putri Sang Galileo: Kisah Sejati Tentang Pergulatan Agama, Sains, dan Cinta (2004) terbitan Mizan.
Kisah demi kisah perjalanan hidup Galileo terkuak melalui surat. Pembaca diajak memikirkan bagaimana relasi yang terjadi antara seorang ayah dengan putrinya melalui surat. Sobel mengisahkan penjatuhan vonis terhadap Galileo atas karyanya dilarang pada zamannya, “Pada Rabu, tepatnya 22 Juni, vonis terhadap Galileo dijatuhkan di depan khalayak umum, menghukum Galileo sebagai penjahat keji.”
Pada 2 Juli 1633, Maria Caleste, anak Galileo, menulis, “Tidak dinyana dan tiada diharap-harap kabar baru mengenai penyiksaanmu ke telinga saya, Ayah. Betapa dalamnya kabar itu menusuk jiwa saya, pedih rasanya mendengar pengadilan yang telah berakhir itu, yang mencela pribadimu sama kasarnya dengan pencelaan atas buku Ayah.” Kutipan ini penuh pertarungan dalam memaknai penghakiman, kebebasan, dan kebenaran.
Surat-surat menyimpan dan menguak rahasia di kalangan ilmuwan. Dari sanalah pengetahuan itu tersibak beserta perjalanan karier para ilmuwan yang penuh kelokan. Surat-surat itu memuat pula kesangsian, perdebatan, kesepakatan, dan pertemanan sejati.
Pergolakan ilmu pengetahuan tak terbatas pada pencapaian prestise, tapi juga pada bagian-bagian kecil yang jarang dipahami langsung oleh khalayak. Barangkali, itu yang menjadikan ilmu pengetahuan terus menyimpan “rahasia”.
Editor: Emma Amelia