MENJADI ANAK BAHASA
bahasa sedang kedinginan
berilah ia pelukan
sebagaimana licentia poetica
menemu trik penghabisan
membungkam kata-kata picisan
bahasa sedang kedinginan
berilah ia satu-dua perumpamaan
perihal puisi yang menghindar
dari jebak kematian
lalu berjalan mengendap
ke arah kamus besar bahasa kita
yang diam-diam menenun bahasa baru
bagi segenap hiperbola yang bertingkah lugu
(Gubeng, Oktober 2022)
–
SANDEKALA PUISI
kata-kata, segenap cinta yang butuh merdeka
berilah mereka nama, atau sandekala turun tergesa
mencuri mata kata. penyair lahir dari rahim metafora
disucikan jurus-jurus hiperbola. melompat dari lembar pertama
sebuah surat kabar lintas-kota, duduk di antara kamus besar bahasa kita
lalu menulis satu-dua puisi perihal sandiwara puitika
“ada puisi yang terus tumbuh mengekalkan nama
tak peduli musim dan cuaca.
ada puisi yang terus berdegup seirama makna,
di antara kematian berpuluh kata
terbunuh rumus penghabisan licentia poetica!”
(Gubeng, Oktober 2022)
–
RUMUS LICENTIA POETICA
puisi membunuh dirinya sendiri
di hadapan penyair yang berupaya
melahirkannya dengan segenap hiperbola
“jangan terlalu gelap, nanti cendekiawan kata
tak ngerti, apa yang dijadikan bahan mentah
menyulam benang-benang bahasa”
penyair dan puisi saling memunggungi
mencari hiperbola yang paling hakiki
bagi segenap penciptaan yang tampaknya sia-sia
mampus dibelenggu diktat-diktat puitika
(Gubeng, Oktober 2022)
–
SEGALA RISAU DI LUAR KEPALA
di mana kata-kataku bakal berumah
membangun kembali efek puitika
penghujan dan segala risau
berpusat di luar kepala
dengarlah kepak informatika
di sekujur kota yang kemarau cerita
adakah aku, adakah kau
kembali menjelma sepasukan berita
merengsek masuk ke dalam layar kaca
linimasa maya, melintas-lintas suara
dari dimensi berbeda, bertukar tangkap mata kita
dengan prakira juru warta, bahwa masih ada adegan
tak tercatat jauh di luar layar kaca
terbaca pula sepasang jiwa
bicara tentang rumah
dan kerinduan yang terus menyala
serupa kilau lampu menghidupi deru kota
(Gubeng, Oktober 2022)
–
MINGGU DALAM PUISI
berbekal mulutmu yang puisi
kuhafal lagi aroma hujan
gemuruh dalam khusyuk asmara
ada kalimat yang kuimamkan
jauh di dasar jantung
serupa wajah minggu
dihajar cerita-cerita murung
jangan sebut namaku
sebab telah berkubang aku
dalam kitab sastrawi
mengeja riuh masa kini.
menafsir puisi-puisi
yang kehilangan sunyi.
datangkan saja padaku
kabar dari seberang rantauan
seorang ibu yang menenun rindu
bersama doa-doanya yang kian merdu
(Gubeng, Oktober 2022)
–
PROLOG MINGGU
kurindukan minggu
ketika tak seorang pun berseru
jauh di luar lengking lagu
kubaca mimpi yang lalu
tafsir yang dibaca ragu-ragu
kembali kususuri hari-hari penuh rindu
ketika puisi khusyuk menggigilkan waktu
begitu pula kita, menjelma sebaris keramaian
antara minggu yang tergesa dijemput pulang
antara lagu-lagu yang ketagihan diputar ulang
(Gubeng, Oktober 2022)
*****
Editor: Moch Aldy MA