Bukankah manusia terus merasa kurang dalam hidupnya? Apa pun yang telah didapat, pasti ada saja kekurangan dalam berbagai hal. Entah merasa kurang pada segi materi, karir, pendidikan, atau bahkan kebahagiaan. Ya, permasalahan hidup yang pelik itu digambarkan oleh Marshall Curry dalam film garapannya yang bertajuk The Neighbors’ Window. Marshall berusaha membangun ceritanya melalui sudut pandang sang tokoh utama perempuan, yaitu Alli.
Baca juga:
The Neighbors’ Window bercerita mengenai seorang perempuan yang sudah berkeluarga bernama Alli yang tinggal di sebuah apartemen di tengah kota Amerika. Hidup Alli tampak normal, seperti keluarga kecil pada umumnya. Ia memiliki suami yang tidak hanya mapan secara finansial, tetapi juga bersedia membantu dalam urusan anak serta dapur. Alli juga dikarunia 3 anak yang sehat dan lucu. Hingga pada suatu malam, Alli yang sedang membereskan makan malam di meja makan, memandang keluar jendela apartemennya. Ia terkejut melihat penghuni apartemen di seberang bangunannya sedang memadu kasih dengan intim. Suaminya yang baru saja menidurkan anak-anaknya lalu beranjak keluar kamar untuk membantu Alli, pun ikut terkejut melihatnya. Alli dan suami kemudian duduk di meja makan yang menghadap ke apartemen seberang itu, sembari mempertanyakan mengapa penghuni tersebut tidak memasang gorden.
Sang suami berpendapat bahwa wajar jika penghuni di seberang bangunannya begitu menikmati kemesraannya karena mereka adalah sepasang kekasih muda yang sedang dimabuk cinta. Namun, pemikiran suaminya ternyata berbanding terbalik dengan pemikiran Alli. Sejak kejadian malam itu, setiap hari Alli menyempatkan waktu untuk melihat ke arah jendela apartemen demi melihat aktivitas penghuni seberang. Alli merasa kehidupan penghuni di seberangnya sungguh bahagia dan tidak terlihat adanya beban sama sekali. Alli lantas membandingkan kehidupannya dengan kehidupan penghuni seberang. Ia bertanya pada dirinya, apakah kehidupan yang ia jalani sekarang benar-benar bahagia atau tidak. Dari sinilah pergulatan batin Alli dimulai
Premis cerita yang dibangun sejak awal sangat menjanjikan. Penonton diajak seolah-olah berada di posisi Alli dan ikut merasakannya. Marcell Curry selaku penulis, sutradara, dan produser film The Neighbors’ Window memang membuatnya berdasarkan kisah nyata yang dialami oleh Diana Weipert, yang diceritakan Diana pada program podcast bernama Love+Radio di bawah arahan Radiolab dengan mengusung judul The Living Room sesuai dengan yang dialami oleh Diana.
The Neighbors’ Window mengangkat genre slice of life. Genre film seperti ini memang banyak disukai orang karena representasi yang dibuat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Slice of life memiliki arti potongan kehidupan, yang secara keseluruhan didefinisikan sebagai film-film yang bersinggungan dengan kehidupan manusia. Stuard Eddy Bakker dalam bukunya yang berjudul Bernard Shaw’s Remarkable Religion: A Faith That Fits the Facts memaparkan bahwa dalam dunia sastra, slice of life mengacu pada teknik bercerita yang menyajikan contoh kehidupan sebuah karakter yang sering kali tidak terlihat memiliki plot, konflik, atau akhir cerita yang koheren. Lebih lanjut lagi, genre ini juga biasanya memiliki akhir cerita yang terbuka (open ending) sehingga mengajak penonton bukan hanya sekedar ‘mengetahui’ akhir cerita, tetapi ikut ‘memikirkan’ bagaimana sebuah kisah tersebut berlanjut.
Sinematografi yang dibuat oleh Wolfgang Held sungguh impresif. Narasi visual yang dibangun sejak awal hingga akhir saling berkesinambungan. Di menit pertama, ditampilkan gedung-gedung pencakar langit berhias lampu-lampu yang mewarnai kota. Kemudian berpindah kepada potret kehidupan sebuah keluarga kecil. Lalu objek utama sebagai penyambung benang merah pada cerita ini, yaitu jendela yang mana memberikan ruang bagi aktor untuk melihat lebih jauh bagaimana kehidupan orang lain di luar sana. Potongan-potongan film juga kebanyakan menampilkan bagaimana Alli selalu melihat ke arah jendela. Objek jendela yang merupakan benda mati terasa hidup seolah menjadi bagian yang tak dapat dipisahkan dari diri Alli. Ada beberapa adegan yang cukup unik, di mana Alli diam-diam bangun di tengah malam kemudian keluar menuju balkon rumahnya hanya untuk menyaksikan rutinitas malam tetangga di seberangnya itu. Lalu ada juga adegan ketika Alli sedang menyusui anaknya sembari tangan kirinya memegang teleskop yang digunakan untuk melihat tetangganya.
Alli yang diperankan oleh Maria Dizzia sukses membuat penonton terpukau. Bagaimana tidak, Alli memerankan sosok ibu rumah tangga yang hampir memasuki usia 40 tahun dengan 3 anak yang masih kecil. Rasa ketidakpuasaan Alli terhadap kebahagiaan hidupnya muncul tatkala penghuni baru apartemen di seberangnya menunjukkan kehidupan penuh cinta, kemesraan, serta kesenangan tanpa beban dan hanya dilalui berdua saja tanpa adanya anak. Alli dipenuhi rasa kejenuhan dengan rutinitas kehidupannya karena ia merasa tidak ada waktu untuk bersenang-senang. Ditambah ia tidak bisa memperhatikan tubuhnya lagi seperti saat muda karena sekarang sudah terlalu sibuk mengurus anak dan rumah. Konflik yang ditampilkan bukan pada saat Alli berdialog dengan tokoh lain melainkan ditunjukkan saat di dalam kesunyian malam, Alli selalu melihat ke arah jendela tanpa adanya dialog dan diiringi dengan latar belakang musik yang senada. Maria memberikan ruh yang kuat pada karakternya sebagai Alli.
Pertama kali ditayangkan pada tanggal 29 April 2019 di Tribecca Film Festival, The Neighbors’ Window mendapat ulasan yang positif dari berbagai kritikus film. Ratingnya di situs daring ulasan film bernama IMDb cukup memuaskan, yaitu 7,2 /10 dari 3.242 responden. Pamornya seakan melesat, film ini meraih Best Cinematography di Atlanta Shorts Fest 2019. Kemudian disusul oleh Maria Dizzia yang memenangkan Best International Actress di Short Shorts Film Festival & Asia 2019. Tak ayal jika film berdurasi hampir 21 menit ini, memenangkan 11 kategori film pendek terbaik di berbagai festival film yang diadakan. Puncaknya adalah ketika berhasil menyabet penghargaan Best Live Action Short Film 2020 dalam ajang penghargaan film tertinggi Academy Award atau yang lebih dikenal dengan Oscars.
Film ini ditutup dengan sangat baik. Pesan moral yang ingin disampaikan pun terangkai secara implisit. The Neighbors’ Window adalah film yang merefleksikan manusia saat ini. Bagaimana manusia sekarang lebih senang membandingkan kehidupannya dengan kehidupan orang lain, menggunakan standar orang lain untuk mengukur kebahagiaan dirinya, dan ketidakpuasaan manusia atas pencapaian dalam hidupnya sendiri. Perlu digarisbawahi satu hal, bahwa apa yang kita miliki sekarang apapun itu bentuknya adalah suatu kebahagiaan yang perlu disyukuri karena apa yang kita miliki sekarang mungkin berharga bagi orang lain.