Mencerdaskan kehidupan bangsa, demikianlah janji para pendiri bangsa pada Pembukaan UUD 1945 yang tanggung jawab pemenuhannya diwariskan kepada kita. Ialah landasan yuridis paling awal bagi masyarakat Indonesia dalam memperoleh pendidikan. Hak akan pendidikan kemudian diatur lebih rinci dalam beberapa kebijakan yang dibuat belakangan.
Pasal 31 Ayat 1 UUD 1945 menyebut, “Setiap warga negara berhak untuk memperoleh pendidikan.” Keseriusan pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan kembali ditekankan dengan program wajib belajar 12 tahun (sebelumnya 9 tahun) yang diatur dalam Instruksi Presiden No. 7 Tahun 2014 tentang pelaksanaan Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS), Program Indonesia Pintar (PIP) dan Program Indonesia Sehat (PIS). Program wajib belajar 12 tahun ini dilaksanakan oleh pemerintah melalui Program Indonesia Pintar.
Walaupun pemerintah telah mengeluarkan kebijakan wajib belajar bagi seluruh masyarakat, ternyata masih banyak daerah yang belum terjangkau implementasi kebijakan ini. Rakyat di daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal) yang berbatasan langsung dengan negara-negara tetangga Indonesia seperti Malaysia dan Papua Nugini belum sepenuhnya merasakan manfaat program wajib belajar 12 tahun.
Jarak sekolah yang jauh dan kurangnya fasilitas pendidikan adalah dua permasalahan yang masih terus menghalangi terpenuhinya wajib belajar 12 tahun di daerah 3T. Siswa kesulitan mengakses sekolah yang jaraknya jauh dari rumah dan terbatasnya infrastruktur penunjang pendidikan membuat guru-guru potensial berpikir berbanyak kali ketika ditawari penempatan di daerah 3T.
Pemerintah dan daerah harus bekerja secara sinergis dalam memperluas akses pendidikan yang universal. Dalam hal ini, Pos Lintas Batas Negara (PLBN) dapat menjadi solusi yang memperluas jangkauan layanan pendidikan negeri hingga ke perbatasan.
PLBN telah menjadi bagian potensial dalam pembangunan wilayah di perbatasan, tinggal bagaimana pemerintah mengelola SDM dan infrastruktur yang memadai saja untuk menghidupkannya sebagai pusat pembangunan ekonomi dan masyarakat di daerah 3T. Selain menjadi beranda Indonesia, PLBN juga dapat dimanfaatkan sebagai gerbang pendidikan Indonesia. Rakyat Indonesia di perbatasan maupun warga negara tetangga nantinya dapat mengenyam pendidikan di PLBN. Singkatnya, PLBN dapat menjadi ajang unjuk gigi pemerintah Indonesia soal keseriusannya menyelenggarakan desentralisasi pendidikan.
PR Melengkapi Fitur PLBN
PLBN digadang-gadang menjadi sentra ekonomi, layanan publik, dan pengawasan lintas batas negara pada kawasan perbatasan Indonesia. Di PLBN Sota, Provinsi Papua, misalnya, dibangun mes pegawai, pasar, pedestrian, area parkir, tempat ibadah, dan fasilitas lainnya. Namun, belum ada satu pun fasilitas penunjang pendidikan di PLBN yang sudah ada. Hal ini menyebabkan ketimpangan pendidikan di kawasan perbatasan.
Di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat banyak anak usia sekolah lebih memilih bersekolah di Malaysia. Sebab, fasilitas pendidikan di sana memadai, gurunya berkualitas, dan biayanya gratis. Bahkan, pihak Malaysia menyediakan asrama, buku-buku, seragam, hingga jaminan pekerjaan bagi anak-anak Indonesia yang berprestasi.
Mengadakan layanan pendidikan di PLBN berarti mendirikan sekolah, wisma tenaga pendidik, dan fasilitas penunjang sekolah lainnya, mulai dari tingkat SD hingga SMA—bahkan, kalau memungkinkan, bangun pula TK dan perguruan tinggi.
Pemerintah semestinya ikut melibatkan peran pendidikan dalam kawasan PLBN dengan mendirikan sekolah, wisma untuk tenaga pendidik, dan fasilitas penunjang sekolah dari TK hingga Perguruan Tinggi sehingga masyarakat perbatasan dapat dengan mudah menjangkaunya. Dimana
Agar tak kalah saing dengan negara tetangga, pemerintah harus menggenjot renovasi dan pembangunan PLBN Terpadu melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Pada tahun 2020 hingga 2021, sebanyak 11 PLBN yang tersebar di Papua, Kalimantan, Riau, dan Nusa Tenggara Timur telah berhasil dibangun dengan anggaran hingga Rp2,27 triliun. Maka itu, sangat disayangkan apabila pembangunan semahal itu luput menyertakan isu pendidikan dalam perancangan dan pelaksanaannya.
Kemendikbud dapat bekerja sama dengan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) untuk membuat program yang menyasar para sarjana, khususnya dari prodi pendidikan, agar mau bekerja di sekolah-sekolah yang akan dibangun di PLBN. Jutaan guru maupun calon guru yang lulus setiap tahunnya harus dioptimalkan untuk pemerataan pendidikan hingga ke batas-batas terluar negara kita.
Sebagai pelengkap sarana pendidikan, pemerintah perlu memastikan akses internet di PLBN lancar. Dengan begitu, pembelajar di kawasan-kawasan terluar dapat dengan mudah mengakses informasi supaya tidak ketinggalan dari para siswa di kota-kota besar. Dalam menyediakan akses internet, pemerintah dapat bekerja sama dengan BUMN dan swasta. Yang sudah berjalan, misalnya, pemberian akses wi-fi secara gratis di PLBN Kabupaten Merauke melalui program CSR Bakti Kominfo dan Palapa Timur Telematika.
Baca juga:
Pembangunan dan operasional PLBN secara maksimal dapat menjadikannya pusat peradaban baru yang salah satu manfaatnya adalah penyamarataan akses pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pendidikan di perbatasan ini dapat membentuk jiwa nasionalisme pada anak didik sekaligus merekatkan hubungan dengan negara tetangga agar kita senantiasa ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Editor: Emma Amelia