Perpustakaan adalah bangunan yang sangat penting keberadaannya di lingkungan kampus. Dia nggak cuma jadi tempat memajang buku, tapi juga tempat mahasiswa diskusi, nongkrong, dan ngerjain tugas kuliah. Mahasiswa yang sering ke perpustakaan biasanya akan dicap mahasiswa rajin. Padahal, belum tentu ia ke sana untuk membaca buku; bisa saja sekadar ngadem atau mencari tempat duduk-duduk yang nyaman.
Saat kuliah S1, saya cukup sering datang ke perpustakaan untuk mencari buku yang akan saya jadikan referensi tugas mata kuliah atau mengerjakan skripsi. Tapi, saya juga nggak melulu pinjam buku, kadang saya hanya ngadem di perpustakaan. Kini, saat menempuh pendidikan S2, kebiasaan saya agak lain.
Selama kuliah S2 empat semester, saya hanya mengunjungi perpustakaan kampus sebanyak 3 kali. Pertama, saat semester 2 karena penasaran ingin melihat bangunan perpustakaan yang baru tersebut. Kunjungan kedua dan ketiga saat semester 4, saya hanya mengurus surat bebas pustaka dan memberikan naskah tesis saya.
Ada beberapa alasan mengapa saya sangat minim berkunjung ke perpustakaan kampus kampus saat kuliah S2. Pertama, jarak. Kedua, waktu terbatas. Ketiga, menjamurnya referensi digital yang bisa diakses dari mana saja.
Kampus S2 saya belum direlokasi ke area perpustakaan dan gedung fakultas baru. Jaraknya sekitar 40 menit mengendarai motor dengan kecepatan rata-rata 50 kilometer per jam. Sebaliknya, saya bisa menghabiskan waktu 80 menit dalam perjalanan. Jauh lebih lama daripada ketika saya harus pergi ke kampus S2 yang hanya berjarak 15 menit dari rumah.
Kemudian, sejujurnya, selama kuliah S2, waktu saya terbatas untuk pergi ke perpustakaan yang jauh itu. Belum lagi, perpustakaan hanya buka dari Senin-Sabtu, mulai jam 8 pagi sampai jam 4 sore. Padahal, Senin sampai Sabtu saya bekerja. Lalu, Sabtu dan Minggu saya ada jadwal kuliah.
Dulu saat S1, saya belum terikat pekerjaan full time. Saya masih bisa sering mondar-mandir ke perpustakaan. Sekarang, kalaupun ada waktu gratis barang satu atau dua hari, sayanya yang malas buat ke perpustakaan kampus.
Bersyukurnya, di tengah jarak yang jauh dan keterbatasan waktu, saya diberi anugrah oleh Allah untuk dapat menyelesaikan tesis tanpa harus berkunjung ke perpustakaan buat pinjam buku. Saya memanfaatkan referensi dari internet. Mudah, cepat, dan banyak yang gratis; tinggal cari di Google Scholar dan sebangsanya.
Lalu, jika ada referensi yang saya butuhkan, tapi tidak tersedia di internet, bagaimana? Saya beli buku-buku itu. Dalam tesis saya, tidak ada referensi dari buku perpustakaan kampus. Ini bukan berarti perpustakaan kampus minim buku yang saya cari. Hanya saja, Anda tahu, saya hanya tiga kali ke perpustakaan kampus, itu pun bukan dalam rangka mencari referensi.
Baca juga:
Internet jelas semakin memudahkan mahasiswa dalam mencari referensi. Budaya mahasiswa dulu dan sekarang pun sudah berbeda. Dulu, buku bacaan cetak masih menjadi andalan. Kini, hanya dengan bermodal laptop, mahasiswa bisa mengakses e-book , jurnal, dan literatur lain yang berbasis digital.
Kemudahan akses digital seharusnya membuat mahasiswa tidak perlu lagi sambat; “Ah, sulit sekali mengerjakan skripsi ini, nggak ada referensinya!” atau “Aduh, ini gimana bikinnya, saya nggak ada bahan buat menuliskannya!”
Dengan banyaknya bank data literatur ilmiah, mahasiswa tinggal pintar-pintar menggunakan kata kunci pencarian yang sesuai tema penelitian mereka. Lalu, memilih literatur mana yang valid untuk dijadikan referensi secara hati-hati. Sebab, kemudahan akses tak jarang dibarengi dengan beragam modus penjerumusan. Mahasiswa harus bisa mencirikan mana referensi yang terpercaya dan mana referensi yang abal-abal.
Dengan berbagai kemudahan akses referensi digital, entah itu skripsi, tesis, atau disertasi zaman sekarang tentunya harus lebih berkualitas daripada zaman dulu. Jangan sampai kecanggihan teknologi justru membuat mahasiswa terlena melakoni kuliahnya dengan setengah hati, apalagi sampai ketergantungan terhadap yang instan-instan seperti joki dan AI untuk mengerjakan tugas kuliah.
Editor: Emma Amelia
2 Replies to “Mengenang Perpustakaan Kampus di Pangkuan Google Scholar”