Tragedi Heysel merupakan salah satu—dari sekian banyaknya—peristiwa kelam dalam sejarah sepak bola Eropa. Tragedi berdarah ini terjadi pada 29 Mei 1985, di mana pada saat itu tengah berlangsung pertandingan antara Liverpool dan Juventus di final Piala Champions (saat ini Liga Champions).
Peristiwa ini merupakan salah satu catatan sejarah kelam dalam dunia sepak bola Inggris bahkan Eropa. Apalagi pada 1980-an, klub-klub asal Inggris sedang berada di fase keemasannya. Karena peristiwa ini, pada 31 Mei 1985, dua hari setelah tragedi berdarah Heysel, Asosiasi Sepak Bola Inggris (FA) memberikan larangan kepada klub-klub asal Inggris untuk bermain di kancah internasional selama 5 tahun.
Kala itu, Stadion Heysel yang berlokasi di Brussels, Belgia, dipilih menjadi tuan rumah final Piala Champions 1984-1985 yang mempertemukan antara Liverpool melawan Juventus. Liverpool yang pada saat itu lebih difavoritkan menang karena menyandang status juara bertahan, sedangkan Juventus dianggap sebagai penantang serius karena penampilan yang meyakinkan hingga laga puncak.
Kebrutalan Penggemar
Peristiwa ini bermula saat basis pendukung masing-masing klub yang saling mengejek dan memberikan psywar. Lalu, tiba-tiba sekitar satu jam sebelum kick off, basis pendukung dari kelompok hooligan (pembuat onar) Liverpool menerobos pembatas dan merangkak masuk ke wilayah tifosi (penggemar) Juventus.
Tak ada perlawanan pada saat itu, karena yang berada di bagian tersebut bukanlah kelompok Ultras Juventus. Pendukung Juventus pun berusaha menjauh dari kejaran basis pendukung hooligan Liverpool, tetapi kemudian tragedi berdarah ini terjadi. Dinding pembatas di sektor tersebut roboh karena tidak kuasa menanggung beban dari orang-orang yang terus berusaha merangsek dan melompati pagar. Ratusan orang tertimpa dinding yang roboh. Akibatnya, 39 orang meninggal dunia dan 600 lebih lainnya luka-luka.
Baca juga:
Meskipun peristiwa mengenaskan ini menelan korban jiwa yang begitu banyak, panitia Piala Champions memutuskan untuk meneruskan jalannya pertandingan. Kick off dilakukan setelah kapten kedua kesebelasan meminta penonton untuk tenang. Alasan lain adalah untuk meredam atmosfer kerusuhan yang mulai menyebar.
Tifosi Ultras Juventus di bagian lain stadion sempat akan melakukan pembalasan. Mereka mencoba untuk bergerak ke arah pendukung Liverpool, tetapi berhasil dicegah oleh aparat keamanan. Dengan dimulainya pertandingan, suasana mulai bisa dikendalikan. Pertandingan itu sendiri dimenangkan oleh Juventus dengan hasil akhir 1–0. Michel Platini mencetak gol semata wayang Juventus dari titik penalti setelah Michael Platini dilanggar oleh pemain Liverpool.
Tak ada perayaan setelah gelar juara dibawa pulang Juventus. Tak ada arak-arakan ketika mereka membawa trofi kembali ke kota Turin. Sementara bagi Liverpool, mereka dihukum larangan tampil di kompetisi Eropa selama enam musim.
Buntut dari tragedi ini, kepolisian melakukan penyelidikan lebih lanjut dari berbagai sumber. Film sepanjang 17 menit dan berbagai hasil jepretan kamera menjadi alat untuk mengungkap kejadian tersebut. TV Eye menayangkan satu jam penuh perihal Tragedi Heysel. Foto-foto dari peristiwa itu pun dipublikasikan melalui media massa. Sebanyak 27 orang ditahan polisi karena dianggap dalang kerusuhan. Sebagian besar mereka berasal dari Merseyside dan memang telah beberapa kali berurusan dengan hukum karena kerusuhan sepak bola. Empat Belas orang di antaranya merupakan pendukung Liverpool yang kemudian ditahan oleh pihak kepolisian.
Peringatan untuk Mengakhiri Kekesaran
Hukuman tersebut menjadi sebuah simbol sekaligus peringatan bahwa kekerasan dalam sepak bola tidak boleh terjadi lagi. Apalagi, pendukung asal Inggris memang identik akan fanatisme dan kebrutalannya. Maka dari itulah muncul istilah “hooliganisme” yang merupakan representasi dari basis pendukung asal Inggris tersebut.
Kalau melihat kilas balik 10 tahun sebelum tragedi ini, di final European Cup 1975, pendukung Leeds United membuat kerusuhan dengan menyerang pendukung Bayern Muenchen. Tak hanya pendukung yang menjadi korban, pemain serta ofisialnya pun turut menjadi korban atas kebrutalan basis pendukung tim-tim Inggris.
Masyarakat sepak bola mengutuk tindakan itu. Namun, UEFA masih memberi keringanan dengan hanya menghukum dengan larangan bertanding di kejuaraan Eropa untuk Leeds United selama 4 tahun. Setahun sebelum Final Piala Champions 1985, sebenarnya hooligan Liverpool—pada ajang yang sama—juga sudah terlibat bentrok dengan basis pendukung AS Roma. Namun, keributan itu tidak mendapat begitu banyak perhatian.
Sampai hari ini, tragedi Heysel dianggap sebagai salah satu insiden paling memilukan dalam sejarah kompetisi sepak bola Eropa. Kedua klub yang terlibat dalam final Piala Champions itu juga tak putus-putusnya memberi penghormatan pada mendiang para penggemar.
Sedikit mengutip cuitan Bepe 20 dalam salah satu postingan dalam laman Instagram-nya: “Tidak ada satu kemenangan pun yang sebanding dengan nyawa.”