Lahir di Kangean. Sedang belajar berdoa dan mengatur silsilah.

Mengeja Pangkak dan Puisi Lainnya

Syauqi Khaikal Zulkarnain

1 min read

Isya

Sehabis sembahyang
Bibirku berdzikir di bibirmu
Memuji kebaikan Tuhan
Atas kita yang tak sempat berzina.

(Yogyakarta, 2019)

Manuskrip

Sebelum pertemuan kita
Aku kira Tuhan sedang termenung di perpustakaan Sorga
Membaca-baca naskah lama, perjumpaan Adam Hawa

Kun fayakun, jadilah …
Maka terjadilah kita.

(Sewon, 2019)

Blues untuk Rossy

(Aku pernah merengkuh malam yang jatuh di sebaris kecil gigimu)

Saat aku mengingat matamu
Menyala di lampu-lampu malam kotaku
Aku tengah berebut cahaya
Dengan beberapa kawanan serangga

Sepasang mata bulan
Ada juga sedikit bintang
Berbaur dan menggantung di langit kota
Siapakah dari kalian yang akan jadi purnama?

Oh when I feel you near me little girl, sekali lagi
Aku ingin mencium bau napas bangun tidurmu.

(Yogyakarta, 2019)

Solilokui Lampu Kota
Bagi Marissa …

Waktu nanti pasti tiba juga
Di kota yang ramai manusia
Di Jogja atau di mana saja
Malam kita habisi bersama

Berjaga itu lampu warna perak
Antar satu dengan lain ada cerak:
“Caya tiada lagi menguasa”
“Biar nyala di pengap udara”

Segala berpandang-pandangan
Sepi terus menekan kelam
Di maut yang menghampar
Ini hidup terus melancar.

(Yogyakarta, 2020)

Mengeja Pangkak [1]
Kepada Icha …

Demi menyaksikan kebohongan penyair tua
Kita sama-sama dipaksa kalah
Dipasrahkan pada samudera
Menantang rahasia badai dan bahtera

Tak ada bantal terbuat dari ombak
Sementara biru menguasa di udara
Menyisakan bau anyir di lantai-lantai kapal
Beradu dengan asin-laut dan pasrah

Angin tak pernah jadi selimut yang hangat
Tak bisa menjelma seorang perempuan
Yang semalam dihunus badik karaeng
Kerna bapak menentang para daeng

Ambololo hak-hak
Ambololo harraaaaa…

Laut membawa kita dengan perahu
Berlayar menuju unggun batu-batu
Tempat tumbuh segala pohon raksasa
Yang sebentar nanti akan disembah

Kita sama-sama terasing
Melingkar di bawah pohon paling renta
Terimalah kami, anak-anak yatim
Dalam sejarah para raja

Menjelma pesakitan
Yang tiba atas satu perintah
Sebab tak lagi ada kebaikan
Di tanah tempat raja-raja berkuasa

Ambolo hak-hak
Ambololo harraaaaa…

Kita sama-sama terjajah
Diusir dari rumah dan doa para mama
Sementara malam tiba juga
Membawa apa-apa yang akan jadi tanda

Tentang hantu yang pantas disembah
Di balik rimbun hutan-hutan basah
Kita belajar berdoa dan mengatur silsilah
Agar anak-anak tak menyangsikan moyangnya.

(Umbulharjo, 2022)

*****

[1] Tradisi spiritual murni sebagai bentuk syukur masyarakat Kangean atas tanah dan hasil panen yang melimpah. Dalam beberapa versi sejarah, Kangean adalah pulau tempat pengasingan orang-orang yang kalah dalam peperangan.

Editor: Moch Aldy MA

Syauqi Khaikal Zulkarnain
Syauqi Khaikal Zulkarnain Lahir di Kangean. Sedang belajar berdoa dan mengatur silsilah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email