Mendengar Cerita Masa Lalu

Isbedy Stiawan ZS

1 min read

SEBUAH KOTA DALAM INGATAN

sebuah kota
yang pernah tenggelam
dan ludes
bukan di saat nuh kini kembali kudatangi
aku rasakan amis ikan
yang terlempar ke kota
masih dalam ingatan

JALAN BERKELOK

jalan yang berkelokkelok
hanya ada ke kiri
dan ke kanan
juga menganga jurang;
ada-tiadaku membayang
langit jingga meulaboh
belum terbaca menembus gunung
di bawah sana kilau:
kaukah bikin aku terpukau?
teuku kasih perapian hangat badan
pada kenangan

PATIK

sejenak
luruskan kaki
agar lempang langkah
atur irama lambung
agar siul melaung
“mana segelas kopi
yang kupesan?
kau selalu lupa
tiap tamu bertandang?”
di sini,
sayang sekali,
keburu malam tiba.
pekat tak kulihat elok kampung
kelok perjalanan;
perempuan bermata biru
sebagai goda sesama kawan: fatamorgana!

(2022)

JALAN SESAAT LAGI BENDERANG

malam,
dan jalan sesaat lagi akan benderang;
malaikat turun dan selalu tersenyum
bukan senyum perempuan
yang melintas di depanku
atau melangkah gegas;
aroma parfumnya
seperti diceritakan ibu
tiap malam jumat,

hai!

(Soeta, 1 April 2022)

MENDENGAR CERITA MASA LALU

lalu kau ceritakan padaku
kenangankenangan
luka dan memilukan itu
aku mendengar,
tapi kenapa air matamu
yang kuterima?
kau ajak aku
mengunjungi namanama
yang pernah terhapus
oleh gelombang,
tapi detaknya seakan
ingin memisahkan
hidupku dengan perjalanan.

kau kisahkan lagi
saat tidur bersama mayat
atau mencium amis tubuh
yang berlumpur,
dan aku seperti menulis duka
juga kematian yang ramai
dekat sekali.

(Meulaboh-Cengkareng, 30 Maret-1 April 2022)

SALAM KEPADA MALAM, SALAM KEPADA ALAM

kepada malam kepada alam
sampaikan salam; selamat
dan sejahtera!
lelaki ummi itu terbatabata
ketika ada yang datang
dan memintanya membaca
“bagaimana bisa, aku buta
huruf. setiap kata yang kulihat
hanya samar?”
baca, ulangnya lagi
aku tak bisa, apa yang
akan kubaca untukmu?
lalu tubuhnya amat gigil
bukan karena di udara dingin.
tak pula karena demam
ia gigil
sebab ia tak mampu membaca
kalam suci itu; ia ketakutan
karena ragu yang dibaca
tak sampai pada pikirannya
berkalikali, berulang kata
baca disodorkan. hingga
lelaki ummi itu membacanya
dengan menyebut nama Allah
“iqra, iqra bismirobbikallazi
khalaq. khlaqal-insana min ‘alaq.”
bahwa membaca dengan menyebut
nama Allah yang mencipta manusia
dari segumpal darah. lalu apa yang
mesti aku sombong. tak pantas
angkuh, apatah lagi membantah
setiap aturan dan kewajiban
dari Tuhan untuk manusia sepertiku
maka salamku pada malam
pertama Alquran datang
salamku pada alam
karena Alquran menjaga
yang hidup di semesta ini
salam salam
di dalam Alquran
kita hidup dan dijaga
ini malam, kali pertama
Alquran diturunkan
ayat pertama, sang ummi
diperintah; baca! baca!
dengan nama Allah
yang telah mencipta
manusia dari segumpal darah
lalu, jadi khalifah
memimpin seluruh makhluk
di bumi. menuju kesucian
menghujjah kebenaran

(Lampung, Selasa 19 April 2022)

MEUGANG:
-Herman RN

ini daging dari tubuhku
kubawa pulang dari jalanjalan
kehidupan untukmu kekasihku
di pembuka ramadan
rasa tak berharga
sekiranya pulang
tiada daging di tangan
rasa selalu terpikirkan
jika pulang kosong di tangan
jika tangan tak menjinjing
sekerat daging;
kehidupan? ini daging.
kuiris tubuhku seirisiris.
dari perjalanan setahun.
santap bersama,
malam ramadan pertama.

(Banda Aceh, 1 April 2022)

***

Catatan: Meugang adalah tradisi bagi masyarakat Aceh menjelang Ramadan, yakni bagi lelaki atau suami seakan wajib membeli atau membawa pulang daging untuk dimasak untuk sahur atau berbuka puasa hari pertama. Merasa “tidak berharga” kalau pulang tak membahasa daging. Pada 30 Maret-1 April 2022 saya berada di Meulaboh dan Banda Aceh, menyaksikan ramainya penjual daging serta para lelaki/suami yang menjinjing bungkusan daging sapi/kerbau.

Isbedy Stiawan ZS

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email