Rumah
Di balik dinding-dinding tuli
ia susun kota di kepala
kota tanpa kotak
di sana ada sebidang tanah
di atasnya berdiri rumah
rumah yang ia singgahi ketika lapar
atau ketika sedang melamun menatap
langit-langit kamar
–
Mencurigai Kecemasan
sebelum minggu, kita titip cemas
kepada sabtu
barangkali bapak tua itu menyelipkannya
di saku celana
di jalanan, kecemasan tumpah, dinyanyikan
di lampu merah
beberapa meringkuk di balik dinding kaca
yang buram
di layar telepon genggam, di televisi
kecemasan terus saja didaurulang jadi
produk jurnalis murahan
di hadapan semangkuk mie ayam kau berceletuk
jangan-jangan …
seluruh kecemasan itu kepentingan Tuhan?
–
Dini Hari
Rencana rencana kecil tumpah ruah
dan meninabobokan ia
ke dalam mimpi-mimpi sederhana
tentang tungku ibu
tentang gelas kopi bapak
tentang pekarangan
yang ditumbuh rimbuni saudara
dan para tetangga
tentang masa tua
dan taman kecilnya
sebelum kantuk mengitari
gelas kopi yang sudah dingin
ia ingat kata bapaknya
bahagia tak elok jika dinikmati sendiri
–
Bapak dan Pak
bapak
ada keringat di keningmu
duduklah dulu
biar kuambilkan sapu tangan
pak
ada sisa-sisa di sela gigimu
tunaikanlah nanti keburu busuk dan bau
–
Lebih Kopi dari Kopi
kami disuguhi kopi dan tak menyeruputnya sedikitpun
dibiarkan saja sampai dingin, barangkali terlihat gila, tapi tak lebih gila
dari mereka yang coba nyicip lalu meludah sepanjang obrolan
atau seperti teman yang meminumnya lalu mabuk berkepanjangan
kedainya surgawi, apapun yang diminta
niscaya tersedia, barista yang tampak lebih barista dari barista
tapi kami curiga kopinya adalah kopi-kopian
bagaimana mungkin aromanya lebih kopi dari kopi?
kami tak curiga tanpa alasan, semalam seorang teman pulang
tanpa pakaian, ia menderita mabuk berkepanjangan
dan doyan meludah sembarangan
*****
Editor: Moch Aldy MA