Pukul Dua Belas Malam
tertidur di atas hampa kasur. bersama guling dan bantal teman seperjuangan. di kala mimpi yang gusar dikejar angsuran. berusaha tegar menatap ingar bingar Sudirman. antara Cibitung, Bekasi, dan semua romantika gagalnya hubungan antara anak manusia. semua menyapu perlahan beranda. bekas jatuhnya daun gugur ditiup rasa kufur.
rasa bersyukur tak makmur. menuju guna nilai token lot saham. menuang angka ke dalam botol saus kecap tak tertutup rapat. mati dikhianati rasa bersalah tak punya benda. sebatas nilai rusak dibanting zaman. dimakan peradaban. ketamakan perut-perut lapar sosial. ujung-ujungnya sawit diangkat sebuah moral.
jika sampai semua pada stasiun. semua turun tanpa hasil kotor mengganti oli karburator. menaiki motor melintas ke arah Pondok Indah. menyimpan hasil curian ke dalam crypto. anggap saja tax amnesty hanya primadona. pembayaran wajib pegawai UMR Jakarta. menaiki 11% ppn. menaikan harga bensin yang habis dimakan balapan Mandalika. Tika dan Yana. dan teman-teman rumah makan semua janji raja. mengukus kupu-kupu. menguliti belalang. semua bisa dimakan dengan rebusan omongan-omongan; saat pukul dua belas malam tanpa adanya gorengan.
–
Wejangan
Tak perlu berucap apapun perihal cinta, seandainya nanti menggenggam ujung kuku ibu jarimu adalah kewajiban, aku akan membersihkan itu setiap saat, memeluknya dengan hangat, menjaganya dengan mufakat, di depan Sartre yang wafat, aku mengenalkan bentuk hati yang kau tinggal di secangkir gelas.
Nanti tak ada kata I love you & I miss you di dalam kamus. aku mencoba menulis semua namamu dengan huruf sambung, mengukir di atas batu sungai yang setiap pagi terkena embun, kebetulan pena kaubawa. aku gunakan kuku untuk mengukir semua abjad namamu di atas batu, yang nanti akan kubawa ke mana saja langkah kaki berpindah, berjalan ke arah Rumi yang membawa sajadah, Layla hinggap di dalam gelap bayangan memberi selembar rona.
Demi semua bahagia yang kau dambakan surga, aku akan menanggung semua dosa yang kau punya, tak masalah asal semua dahaga yang kau derita bisa berbuah senyum ceria, pada akhirnya nanti, jika semua restu tiba, semua darah dan doa, aku jadikan seserahan di depan tuhan yang esa.
–
Entah Siapa di Rumah
telah kucoba ketuk. pintu tua warna coklat. tembok cat kuning warna hidupmu. tiga tahun lalu, masih terkunci rapat. di dalamnya masih terbungkus plastik. ada kursi goyang tempat berpikir. di halaman, bunga-bunga asri. setiap hari kau siram dan jaga dengan baik. kucoba buka pelan-pelan dan masuk.
suatu hari gentengnya bocor. halaman banjir semata kaki. kau bilang biar saja airnya mengalir jatuh ke lantai. kuusap perlahan hingga kering. kita coba bermain dan bermain. usap lagi. berkali-kali mencoba, bersenang-senang di atas usapan kesekian. mengulang. usap lagi. sampai tiba-tiba, pintu itu hancur dimakan rayap yang berkoloni membentuk barisan. pintu itu. terbuka.
kubangun lagi pintu itu dengan perlahan. kau masih semangat, terkadang. meniti beton yang kian tertatih. tiba-tiba. esok hari. rumah itu tak ada. pintu itu tak ada. warna cat kuning yang dihadiahkan kala itu, berubah. pintunya masih belum terpasang. kulihat dari kejauhan dengan teropong panjang. di halaman beranda ada entah siapa kukira. berjalan perlahan ke arahnya. rumah siapa entah. warna rumah berubah jadi oranye bercampur merah. kau berbeda. entah siapa di dalam rumah itu. kuharap semoga. semua. baik-baik saja.
–
Mencintai Isi Kepalamu
berapa banyak hujan membasahi bulu rambutmu
one thousand million water
menjadi payung untuk semua hal yang menimpamu
menelan kursi ayahmu
mengambil corbek ibumu
dikejar adik-adikmu
aku seperti pria berseragam coklat
yang nyasar ke markas santriwati
wajib hafalan hadist
kepalaku tertinggal di antara Teori Pascakolonial
dahulu Rawa Bangke
tempat pembuangan manusia
fafifu-fafifu, telinga kita beradu
aku ikut membuang hati
dan hati yang mati
diselingkuhi wajah lugumu
permen neon mau, gak?
isi ganja, biar sama-sama tertawa
melihat yang pergi
yang mati ditembaki gengsi-gengsi
promo Oyo
promo Airy
promo RedDoorz
anjing staycation
menggelitik nafsu
skandal-skandal OnlyFans Dea,
eh, namamu bagus, ya?
–
24 Jam yang Kekurangan Beberapa Jam Lagi untuk Menari
bangun pagi
good morning everybody
yang gak berisi
dimakan asumsi
ini roti sobek bisa dijahit lagi
makan sebentar
minum sebentar
semua melempar boti ke Jalan Sudirman
ngebut bagai Rossi mabuk Intisari
Iphone di kiri, otak di kanan
melenggang menertawai politisi
yang tolol dan korupsi nominal
teriak bapak pembangunan
bangun, udah siang sayang
dua tiga burung pelatuk
abis Alexis pantas ngantuk
badan ngangguk-ngangguk
inexxzzzz
enek mau hamil
kecebongmu tertinggal
tepat 8 bulan
bagi uang, bagi jabatan, bagi rumah milyaran
sekalian mau liburan ke Eropa
lihat Marx dan Lenin dikubur dunia
selir, lebih merepotkan dari janda anak 3
dua tiga anak gak masalah
semua bisa konakz, ya.