Peringatan: tulisan ini memuat cerita tentang percobaan bunuh diri. Segera hentikan baca jika Anda merasa tidak nyaman dengan topik ini.
Ada kalanya, jalan atau rute yang kita ambil justru membuat hidup semakin rumit dan jauh dari penyelesaian masalah layaknya sedang terperangkap di sebuah labirin. Sementara itu, di balik semak-semak labirin, orang-orang tampak telah berhasil menemukan jalan keluar dari sana; mereka tertawa bahagia selagi kita mengintip sembari merutuki nasib. Itulah yang dialami oleh Nora Seed, tokoh utama dalam novel The Midnight Library.
Baca juga:
Nora adalah seorang perempuan biasa yang hidup sendirian di sebuah kota kecil. Ia merasa hampa dan sengsara dengan hidup yang dijalaninya. Segudang masalah menimpa Nora, mulai dari batal menikah dengan pacarnya, Dan, putus hubungan dengan sahabat satu-satunya, Izzy, berpisah dengan kakaknya, Joe, hingga dipecat dari pekerjaannya di toko musik dan tidak lagi mengajar les privat piano. Lebih-lebih, tetangga tua yang biasanya membutuhkan Nora telah memiliki orang lain untuk menjaganya. Di titik terendah kehidupan Nora, kucing peliharaannya yang ia anggap sebagai teman sekamarnya itu tewas tertabrak mobil.
Penderitaan Nora terasa lengkap sudah. Sebagai seorang lulusan Filsafat, ia merasa tidak memiliki eksistensi lagi di dunia ini. Ia merasa telah menjadi manusia yang hidupnya paling tidak dibutuhkan oleh dunia di sekitarnya. Ia bukan lagi seorang guru les piano atau majikan kucing. Bahkan, ia tak lagi punya seseorang untuk sekadar diajak mengobrol. Nora merasa tak perlu lagi menemui hari esok. Sekarang adalah waktu yang tepat untuknya mati, begitu pikir Nora.
Aku memiliki semua kesempatan untuk mencapai sesuatu dalam hidupku, dan aku menghancurkan setiap kesempatan itu. Dengan kesembronoan dan nasib sialku sendiri, dunia telah mundur dariku, jadi sekarang masuk akal kalau aku harus mundur dari dunia. (hlm. 40)
Setelah Nora mencoba mengakhiri hidup, ia mendapati dirinya berada di dalam sebuah perpustakaan. Ada seseorang yang ia kenal di situ, yakni seorang pustakawan yang ia panggil Mrs. Elm. Nora merasa kejadian di perpustakaan itu sangat nyata layaknya kehidupan, sampai akhirnya Mrs. Elm berkata bahwa perpustakaan itu ada di antara kehidupan dan kematian. Mrs. Elm menawari Nora untuk menjalani kehidupan sesuai yang ia inginkan dengan memilih buku-buku di Perpustakaan Tengah Malam yang memuat berbagai versi kehidupan Nora, baik itu yang ada di masa lampau maupun yang baru mungkin akan terjadi di masa depan.
Aturan mainnya, Nora akan kembali ke Perpustakaan Tengah Malah jika ia merasa kecewa dengan kehidupan ia pilih dan akan mati jika ia benar-benar mati di kehidupan yang dipilihnya. Mulanya, Nora tidak tertarik dengan tawaran itu karena yang ia inginkan hanyalah kematian. Namun, setelah membaca buku tentang penyesalan-penyesalannya sepanjang hidup yang membuat hatinya pedih, Nora berubah pikiran. Ia membayangkan bagaimana hidupnya jika ia tidak membatalkan pernikahannya dengan Dan atau jika ia menuruti kata ayahnya untuk menjadi atlet renang. Nora penasaran ingin mencicipi kesempatan-kesempatan yang pernah ia lewatkan di kehidupannya yang asli.
Baca juga: Kebijaksanaan Tiga Berandal di Toko Kelontong Tua
Singkat cerita, Nora menjalani banyak kehidupan. Mulai dari kehidupan sebagai Nora si atlet renang sebagaimana impian ayahnya, Nora yang terkenal karena band The Labyrinths yang mendunia, Nora si motivator pensiunan atlet renang, hingga Nora si glasiolog yang pernah jadi angan-angannya. Kehidupannya sebagai Glasiolog menjadi titik pencerahan bagi Nora. Di situ, Nora mengalami kejadian kritis yang menyadarkannya bahwa ia ingin hidup ketika keselamatan nyawanya terancam oleh serangan beruang kutub.
Kematian brutal serampangan, dalam bentuk beruang, menatap Nora dengan matanya yang berwarna hitam. Saat itu juga ia tahu, melebihi pengetahuannya tentang apapun bahwa ia belum siap untuk mati. (hlm. 173)
Meskipun sudah mencicipi berbagai versi kehidupan, Nora belum kunjung menemukan apa yang ia cari. Nora mencari kebahagiaan dalam hidup. Di berbagai versi kehidupan itu, ia selalu kecewa dan kembali lagi ke Perpustakaan Tengah Malam. Nora mempertanyakan hidup seperti apa yang ia inginkan. Nora mulai merasa tidak yakin ada kehidupan di mana ia bisa bahagia.
Novel yang versi terjemahan bahasa Indonesianya pertama kali diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama pada Juli 2021 ini menyisipkan kutipan penuh makna hingga pesan moral berharga dalam kisahnya. Sang penulis, Matt Haig, mengemas isu kesehatan mental dalam bentuk novel bergenre fantasi slice of life dengan plot yang segar dan sulit ditebak.
Baca juga:
Setelah melalui banyak kehidupan yang selalu saja memiliki kekurangan, Nora menyadari tiap buku yang berisikan kisah baru tidak ada yang membuatnya benar-benar bahagia. Kesadaranlah yang membawa Nora kembali ke kehidupan aslinya sebagaimana kutipan dari Jean-Paul Sartre, “hidup dimulai dari sisi lain keputusasaan.” Tentu saja, kita tidak perlu menjadi Nora yang mencicipi banyak kehidupan untuk mencari kebahagiaan.
Tidak perlu memainkan semua permainan untuk tahu seperti apa rasanya menang. (hlm. 352)
Pesan dari Nora Seed,
Kita hanya perlu menjadi satu orang, kita hanya perlu merasakan satu eksistensi, kita tidak perlu melakukan segalanya dalam rangka menjadi segalanya, karena diri kita sendiri sudah tak terbatas. Selagi kita masih hidup, kita selalu memiliki masa depan dengan beribu kemungkinan. (hlm. 352)
Editor: Emma Amelia