Pernah belajar fisioterapi dan psikologi.

Melawan Stigma Melalui Sinema

kamarul arifin

2 min read

Di Indonesia, pendidikan tentang seks masih dianggap tabu dan tidak layak disampaikan pada anak atau remaja. Hal tersebut terjadi karena tidak sedikit orang yang salah paham mengenai pendidikan seks. Banyak yang berpikir bahwa pendidikan seks sama dengan mengajarkan seks bebas. Bahkan bagi orang dewasa, berbicara tentang penyakit kelamin menular atau penyakit-penyakit yang berkaitan dengan aktivitas seksual masih menjadi hal yang tabu.

Baca juga: Kenapa Edukasi Seks Masih Tabu?

Penghakiman terhadap penderita HIV atau penyakit kelamin menular lainnya masih banyak terjadi. Padahal penderita HIV atau penyakit kelamin menular lainnya belum tentu akibat melakukan aktivitas seks yang menyimpang, bisa saja didapat dari pasangan. Data terakhir sampai Maret 2021, seperti dilaporkan oleh Ditjen P2P, Kemenkes RI, tanggal 25 Mei 2021, menunjukkan jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Indonesia sebanyak 558.618 dan penderitanya pun kini bergeser pada ibu rumah tangga bukan hanya remaja atau dewasa.

Minimnya literasi tentang HIV atau penyakit kelamin menular lainnya ini yang kemudian membuat penderita HIV diperlakukan secara tidak manusiawi. Belum lagi nasib bayi yang terlahir positif HIV akibat orangtuanya. Hal ini seharusnya bisa dicegah, kalaupun sudah terlanjur terjadi. Mereka tetap manusia, yang harus diperlakukan secara manusiawi.

Ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk menyampaikan pesan-pesan edukatif. Salah satu cara yang paling efektif adalah media film.

Film adalah salah satu media terbaik dalam menyampaikan informasi, tanpa harus membuat penonton merasa digurui. Berikut ini adalah rekomendasi film pendek yang berkisah tentang penderita HIV dan bisa diakses di YouTube.

Posi(+)if (2019)

Film ini merupakan debut Atiqah Hasiholan sebagai sutradara. Dibuka dengan adegan Della Dartyan (adik penderita HIV) yang duduk termenung sendiri di bus. Kemudian disambung dengan percakapan anggota komunitas penderita HIV yang sedang saling menguatkan. Dalam adegan tersebut diperlihatkan penderita HIV dari bebagai latar belakang agama dan pekerjaan. Bahkan ada seorang ibu rumah tangga. Hal ini menunjukkan bahwa siapa pun memiliki risiko terkena HIV.

Singkat cerita Della Dartyan bergabung ke komunitas tersebut dan menceritakan apa yang terjadi. Dia sangat menyesalkan bahwa kakaknya tidak mau memeriksakan diri, sedangkan kakaknya tersebut merupakan orang yang berisiko terkena penyakit HIV. Akibatnya istrinya tertular lalu meninggal dan anak yang dikandungnya lahir dalam keadaan positif HIV. Dalam film berdurasi kurang lebih 15 menit ini, juga digambarkan bagaimana seorang penderita HIV harus berjuang.

Baca juga: Mengintip Keluarga Orang Lain dari YouTube

Run Boy Run (2018)

Run Boy Run merupakan karya Aji Aditya yang terinspirasi dari anak temannya yang menderita HIV. Dalam film ini, Ranu (Chico Jericho) sedang membujuk anaknya (Aryo) untuk berobat, namun Aryo menolak. Aryo tidak mau lagi diajak berobat setelah ibunya meninggal dunia, ia ingin segera menyusul Ibunya. Ibunya meninggal dunia setelah positif HIV yang ditularkan oleh suaminya (Ranu). Ranu membujuk Aryo agar tetap mau berobat dengan tantangan bermain kejar-kejaran, jika Aryo kalah dan ia harus mau diajak berobat.

Dalam film yang berdurasi 22 menit ini juga diperlihatkan diskriminasi terhadap penderita HIV. Ada satu adegan di mana kopi bekas Ranu langsung dibuang oleh pemilik warung, dan Ranu melihat hal tersebut. Dari hal tersebut juga Ranu akhirnya menyadari apa yang diderita Aryo, akibat ulahnya. Cara Ranu membujuk dan memberi pengertian pada Aryo sangat cerdas. Run Boy Run adalah film yang sangat menyentuh walaupun tanpa adegan nangis-nangisan yang lebay.

Calon Pengantin (2020)

Film karya sutradara Shalahuddin Siregar ini berdurasi kurang lebih 46 menit. Edukasi tentang HIV yang ada di dalamnya cukup lengkap. Mulai dari pentingnya deteksi dini sampai konsekuensi yang harus dialami oleh penderita HIV dan bagaimana orang-orang di sekitarnya harus bersikap.

Film ini dibuka dengan adegan Siti (Tatyana Akman) yang menanyakan Bondan (Agra Piliang) kapan akan melakukan tes HIV dan penyakit kelamin menular lainnya sebagai syarat sebelum menikah.

Siti dan Bondan adalah sepasang kekasih yang tinggal di Jakarta dan sudah terbiasa melakukan hubungan seksual dengan pasangan walaupun belum menikah. Hubungan mereka sudah sering putus-nyambung. Saat fase putus dari Bondan ini Siti melakukan hubungan seksual dengan selain Bondan. Siti merasa aman karena dia selalu memakai pengaman saat berhubungan seksual. Sedangkan Bondan sedikit khawatir karena dia sering kali tidak memakai pengaman saat berhubungan seksual.

Untuk meyakinkan Siti, akhirnya Bondan melakukan tes dan hasilnya negatif HIV dan penyakit kelamin menular lainnya. Siti sangat senang dan akhirnya dia juga melakukan tes yang sama. Namun sayang, hasilnya positif. Siti didiagnosa menderita HIV. Akhirnya Bondan dan Siti tidak jadi menikah, namun keduanya saling menerima.

Film ini menekankan pentingnya pencegahan HIV dan penyakit kelamin menular lainnya dengan cara melakukan tes dini dan juga melakukan aktivitas seksual yang aman. Namun, yang paling menarik dari film ini adalah adegan penjelasan tenaga kesehatan terhadap Siti sebagai penderita HIV. Apa saja konsekuensi yang harus diterima Siti, langkah apa saja yang harus dilakukan oleh Siti. Di sini tenaga kesehatan tetap memberikan harapan pada Siti untuk hidup normal walaupun menderita HIV.

 

kamarul arifin
kamarul arifin Pernah belajar fisioterapi dan psikologi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email