Mette Frederiksen, salah seorang perdana menteri termuda dalam sejarah Denmark, terpilih atas janji kampanye lugasnya pada tahun 2019. Fokus utamanya pada kesejahteraan dan kesehatan anak. Selain itu, ia juga berjanji untuk bekerja lebih giat bersama tim pemerintahannya dalam meningkatkan kemajuan Denmark di sektor ekonomi, kualitas iklim dan lingkungan, serta keamanan dan pertahanan negara.
Selama empat tahun kepemimpinannya, Denmark mengalami kemajuan signifikan. Berturut-turut, Denmark menjadi negara pelopor kualitas udara yang sehat, kelestarian lingkungan, pemanfaatan maksimal energi terbarukan dan pengurangan emisi, hingga menjadi negara yang terdepan dalam menjaga stabilitas sosial-ekonomi internasional.
Namun, itu tidak menjadikannya aman dari kecaman dan kritik. Banyak yang menilai bahwa kegemilangan Denmark pada urusan politik luar negeri menurun kualitasnya, utamanya dalam isu kemanusiaan dan rasial. Perbedaan sikap Mette dan pemerintahannya dalam konflik Rusia-Ukraina dan Israel-Palestina menjadi penanda corak kolonialis dan rasis pada politik luar negeri Mette.
Baca juga:
Mette menyatakan keberpihakannya pada Ukraina dalam tindakan dan sikapnya. Ia pun tidak pernah mangkir dari pertemuan yang membahas keamanan, utamanya dengan negara-negara NATO, bahkan bertindak sejauh menyumbang Pesawat Tempur F-16 dan membuka pelatihan penerbangan untuk tentara Ukraina. Denmark juga menggelontorkan dana yang tidak sedikit bagi pengembangan alat tempur dan bantuan lainnya dalam konflik antara Rusia dan Ukraina. Keberpihakan Denmark pada Ukraina terpampang nyata lewat sikap dan pernyataan Mette dalam pidato-pidatonya.
Lantas, bagaimana sikap Mette terhadap invasi Israel di Palestina? Mette sangat mendukung Israel dan tidak memiliki pendirian yang kuat ketika menunjukkan dukungannya untuk Palestina. Mette menganggap bahwa Hamas merupakan teroris dan segala tindakan yang telah dilakukan oleh Hamas kepada Israel itu sangat tidak dibenarkan. Bahkan, ia menyebut bahwa ia sangat jijik terhadap segala bentuk dukungan yang ditujukan untuk Hamas. Ia berkali-kali menyatakan bahwa Israel berhak membela diri dengan melakukan serangan balik kepada Hamas di Gaza.
Mette juga disinyalir lebih memihak orang-orang Yahudi dibandingkan Islam meski ia menyatakan diri sebagai “orang yang sangat toleran” terhadap seluruh agama. Ia lebih cepat menanggapi krisis “keberanian” orang-orang Yahudi usai Israel menjadikan Gaza babak belur. Sebaliknya, Mette lamban menanggapi kasus pembakaran Al-Qur’an dengan dalih “kebebasan berekspresi” oleh politikus sayap kanan Rasmus Paludan. Bahkan, ia cenderung permisif terhadap aksi Rasmus meski belakangan ia melakukan pengkajian ulang terhadap undang-undang tentang kebebasan berekspresi yang membawa isu agama.
Rentetan peristiwa itu memicu kemarahan masyarakat Denmark padanya. Banyak yang merasa terluka dan malu atas sikap maupun kebijakan Mette. Masyarakat Denmark bahkan menganggap bahwa Mette telah mencederai nilai-nilai Denmark, khususnya nilai kebebasan dan toleransi. Mette dipandang telah gagal mempertahankan citra dirinya yang demokratis serta cinta anak-anak.
Sekalipun Mette menyatakan bahwa bantuan untuk Palestina tetap harus diberikan, ia tidak mengubah dukungannya terhadap aksi Israel. Pelanggaran hukum internasional oleh Israel tidak membuat Mette mencabut dukungan bagi invasi militer yang mengusik keselamatan Gaza, khususnya anak-anak—ingat, politik ramah anak menjadi poin utama kampanye Mette empat tahun lalu.
Publik dunia menilai politik luar negeri Mette ini adalah bentuk kampanye pro NATO dalam suasana pergantian jabatan Sekjen NATO yang sekarang masih dipegang oleh Jens Stoltenberg. Mette merupakan pesaing dan satu-satunya kandidat perempuan terkuat untuk menduduki posisi tinggi dalam Aliansi Militer Atlantik Utara tersebut. Namun, Denmark merupakan negara yang tertinggal jauh dalam hal belanja alutsista. Untuk itu, menjadi kian genting bagi Mette untuk mengamankan posisinya di NATO. Manuver-manuver pro AS dan pro Israel ia tempuh demi itu.
Denmark menjadi negara yang tertinggal jauh dalam perbelajaan negara dibidang persenjataan militer dan ini menjadi sorotan tajam para petinggi NATO atas Mette. Namun bukan politisi namanya jika ia tidak dapat memutar otak untuk mengamankan posisinya sebagai pihak yang berkuasa. Mette dengan keras mendukung Ukraina yang ingin terbebas dari pengawasan Rusia dan niat yang besar untuk bergabung ke dalam NATO.
Tidak mengherankan jadinya bila Mette lebih banyak menghabiskan anggaran dari pajak masyarakat Denmark untuk mendukung Israel. Itu semua semata-mata demi mengamankan posisinya sebagai kandidat terkuat pada pergantian Sekjen NATO tahun 2024 mendatang sekalipun itu berarti ia harus kehilangan dukungan dari masyarakat Denmark sendiri.
Editor: Emma Amelia
Wahhh very good