Manusia Ganda
Setiap hari cuma menangisi nasib
Penjara mati yang mengisi hidup abadi
Berharap hidup seperti roda
Hingga ia bermuka ganda
Dialah manusia ganda itu
Dihisapnya tangis doa saban hari
Diinjaknya puas hingga mati
Malang sekali
Si manusia ganda itu
Satu muka diketahui
Siap-siap mengibuli
Memang begitulah ia
Tak mau mengalah meski kalah
Diembatnya semua sisa
Hingga mati sia-sia
Pesan Besar
Kisah raja yang dungu di istana tugu
Tidak tahu apa yang mesti ditunggu
Selain pesan yang membawa tai burung
Tersebar liar ke segala penjuru
Berwajah polos penuh dungu
Dengan ajudan bermulut lugu
Tidak mampu menyampaikan pesan
Malah coba mengambil peran
Istana yang penuh modal
Mampu membeli mereka yang andal
Ahli berbijaksana tetapi macam sundal
Mulutnya karbit bual tersumpal modal
Pesan besar dari ujung negeri
Pondok asri di tengah hutan negeri
Istana terbakar bukan oleh api
Tetapi karena tidak mampu menanggapi
Ia yang berhati lembut
Datang tanpa disambut
Ditamparnya para petinggi
Tiba-tiba hilang dari bumi
Oh, pesan besar yang kami tunggu
Akhirnya datang juga ke seluruh penjuru
Rakyat sudah lama mati menunggu
Turunnya si raja dungu
Kawin
Masih tentang yang kuasa
Menjadi sipil tapi tak mau binasa
Dikawinin jabatan singkat
Supaya mati mendapat berkat
Awalnya satu karung beras kau kibuli
Gesek sana gesek sini hidung belangmu
Berselingkuh demi jabatan singkat
Tidak takut mati dilaknat
Oh para pengkawin jabatan
Membuahkan janin tujuh turunan
Makin terkoyaklah kekayaan negeri
Tercekik-cekik hingga mati
Badut
Penantian layaknya pergantian
Menghampiri diri di tengah kebisuan
Sunyi itu menjadi kata yang tepat
Untuk aku yang masih tidak punya tempat
Barangkali aku memang seorang badut
Yang mampu menangis sambil tertawa
Yang mampu membenarkan sambil menyalahkan
Aku sudahi air mata bodoh ini
Dalam dialog batin yang sunyi
Pohon tak boleh merendah
Karang tak boleh meninggi
Tahanlah angin yang menusuk
Terjanglah ombak yang menubruk
Kita adalah Pelacur
Kau melacuri diri sendiri
Berharap perut penuh terisi
Padahal mimpi pupus terganti
Demi menghidupi diri sendiri
Sudah kau urusi perut buncit
Kau telan pahit makananmu sendiri
Tidak ada keringat yang tuntas
Tidak ada jasa yang akan berbalas
Bukan hidup kalau tidak mewah
Bukan hidup kalau tidak patah
Tidak inginkah kau sudahi bual
Tidak inginkah berhenti sundal
Melacur lagi dan lagi
Tanpa tahu arah lagi
Dihidupinya jejak tanah
Tidak cukupkah rasa sakit
Membuatmu pergi bangkit
Tetapi kita adalah pelacur nasib
Dilucutinya semua materi
Hingga tulang tak sanggup berdiri