Manusia Ganda

Arif Ramdan

1 min read

Manusia Ganda

Setiap hari cuma menangisi nasib
Penjara mati yang mengisi hidup abadi
Berharap hidup seperti roda
Hingga ia bermuka ganda

Dialah manusia ganda itu
Dihisapnya tangis doa saban hari
Diinjaknya puas hingga mati

Malang sekali
Si manusia ganda itu
Satu muka diketahui
Siap-siap mengibuli

Memang begitulah ia
Tak mau mengalah meski kalah
Diembatnya semua sisa
Hingga mati sia-sia

Pesan Besar

Kisah raja yang dungu di istana tugu
Tidak tahu apa yang mesti ditunggu
Selain pesan yang membawa tai burung
Tersebar liar ke segala penjuru

Berwajah polos penuh dungu
Dengan ajudan bermulut lugu
Tidak mampu menyampaikan pesan
Malah coba mengambil peran

Istana yang penuh modal
Mampu membeli mereka yang andal
Ahli berbijaksana tetapi macam sundal
Mulutnya karbit bual tersumpal modal

Pesan besar dari ujung negeri
Pondok asri di tengah hutan negeri
Istana terbakar bukan oleh api
Tetapi karena tidak mampu menanggapi

Ia yang berhati lembut
Datang tanpa disambut
Ditamparnya para petinggi
Tiba-tiba hilang dari bumi

Oh, pesan besar yang kami tunggu
Akhirnya datang juga ke seluruh penjuru
Rakyat sudah lama mati menunggu
Turunnya si raja dungu

 

Kawin

Masih tentang yang kuasa
Menjadi sipil tapi tak mau binasa
Dikawinin jabatan singkat
Supaya mati mendapat berkat

Awalnya satu karung beras kau kibuli
Gesek sana gesek sini hidung belangmu
Berselingkuh demi jabatan singkat
Tidak takut mati dilaknat

Oh para pengkawin jabatan
Membuahkan janin tujuh turunan
Makin terkoyaklah kekayaan negeri
Tercekik-cekik hingga mati

 

Badut

Penantian layaknya pergantian
Menghampiri diri di tengah kebisuan
Sunyi itu menjadi kata yang tepat
Untuk aku yang masih tidak punya tempat

Barangkali aku memang seorang badut
Yang mampu menangis sambil tertawa
Yang mampu membenarkan sambil menyalahkan

Aku sudahi air mata bodoh ini
Dalam dialog batin yang sunyi

Pohon tak boleh merendah
Karang tak boleh meninggi
Tahanlah angin yang menusuk
Terjanglah ombak yang menubruk

 

Kita adalah Pelacur

Kau melacuri diri sendiri
Berharap perut penuh terisi
Padahal mimpi pupus terganti
Demi menghidupi diri sendiri

Sudah kau urusi perut buncit
Kau telan pahit makananmu sendiri
Tidak ada keringat yang tuntas
Tidak ada jasa yang akan berbalas

Bukan hidup kalau tidak mewah
Bukan hidup kalau tidak patah
Tidak inginkah kau sudahi bual
Tidak inginkah berhenti sundal

Melacur lagi dan lagi
Tanpa tahu arah lagi

Dihidupinya jejak tanah
Tidak cukupkah rasa sakit
Membuatmu pergi bangkit

Tetapi kita adalah pelacur nasib
Dilucutinya semua materi
Hingga tulang tak sanggup berdiri

Arif Ramdan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email