harapan
aku berharap laut berada di bawahmu, & kau tidak perlu khawatir soal kedalaman
sebab ombak kecil akan menangkap tubuhmu, seperti kau membayangkan daun jatuh
yang lebih ringan dari angin mengapung pada genang air sisa hujan kemarin
sehingga kau punya alasan untuk naik dan jatuh berkali
aku berharap kau sebuah layang-layang & kau tidak perlu khawatir pada tiang salib
atau seutas tali yang menyangga tubuhmu. kau bisa membayangkan kegembiraan
lebih ringan dari angin, sehingga kesedihan terlihat lebih kecil dari cakrawala.
kau tentu boleh membayangkan langit-langit malam & percaya pada mimpi
yang jatuh di bawah bintang-bintang
tetapi, saat kusaksikan laron-laron itu berterbangan di permukaan comberan yang
memantulkan cahaya rembulan mulai gugur satu demi satu, aku tidak sempat bertanya
apakah laron-laron itu mati karena cahaya yang menuntunnya tenggelam. apakah itu
penderitaan & apakah itu harapan? aku tidak tahu
yang kutahu nyawa tak sekadar deretan angka. ada peristiwa-peristiwa
ganjil yang menggenapi penderitaan kita, deretan luka-luka & kecewa
& seseorang tidak perlu menulis daftar panjang penyesalan atau permintaan maaf
kepada siapapun dalam sepucuk surat yang ia sembunyikan di bawah bantalnya
aku berharap kau tetap hidup, aku sungguh berharap kau tetap hidup
sebelum datang pertanyaan-pertanyaan yang tidak mampu kujawab
selain dengan tangisan. tetapi, apakah air mata cukup? aku tidak tahu
apakah kehidupan itu sendiri cukup. & sepucuk surat adalah jawaban
masa lalu adalah jawaban, luka-luka adalah jawaban, ketiadaan adalah jawaban
yang memutus segala hasrat, rasa sakit & cemas. aku tidak tahu.
–
bila sampai
& kau pun sampai, memejamkan mata sebentar
meminjam waktu-waktu yang pernah ada
duduk di hadapan mata jendela setengah terbuka
angin masuk memeluk wajah & tubuhmu
membalikkan halaman-halaman buku yang belum habis kau baca
lalu sepintas seperti kau biarkan saja ia mengembalikan kenangan itu
membayang wajah-wajah, secepat halaman-halaman terbuka
beberapa ada yang berhasil kau tangkap dalam ingatan
meski terlihat buram, kau masih mengenalnya
orang-orang yang pernah & masih mencintaimu
akhirnya kau dapat memilih penderitaan yang layak bagimu, setidaknya
: menanti maut dengan mengingat wajah terakhir dalam kepergianmu
tidak penuh penyesalan, perasaan yang tersisa untuk hidup
mencintai hal-hal yang pernah & masih akan terus ada.
–
malam tahun baru
I
darwish membakar diri
hidup dalam kobaran api
ahimsa!
ahimsa!
tidak ada api dingin ibrahim
doa-doa pengharapan
telah ditanggalkan segala
hasrat
hakikat
angin meniup abu
lekas tiada
II
gerimis belum berhenti
jalanan basah mengkilap
menyimpan basah luka bakar
daging segar
semacam kanak-kanak selepas
memainkan lidi kembang api
menari-nari membentuk nama-nama
mencelupkannya pada genang air
di pot-pot bunga;
begitukah kiranya nyala luka-luka
yang menolak untuk dipadamkan?
III
tetapi ini bukan malam lebaran
ada bulan di atas bir bintang
& penyair itu tidak perlu bertanya
di manakah tanah kuburan
–
puisi mabuk
berkali lagi tubuh terkapar ingin
dibekali lagi wiski & janji yang pernah
harapan adalah koentji
di antara dunia pecah belah
hati yang kacau balau
melihat bulan sudah setengah
perlahan-lahan berlalu
di tengah-tengah perdebatan bertalu
memisahkan diri dari perasaan bersalah
& akupun lengah
malam mungkin masih sempat
dipeluk erat satu krat
saat kepala meracau menahan
segala yang belum dimuntahkan
*****
Editor: Moch Aldy MA