Eksplikasi Tumang Sumbi
: Sangkuriang
1.
sebab sejak pagi
memang tak ada kawanan rusa
di jantung hutan ini, dik.
sedang seluruh penjuru
telah tuntas disusur.
langkah pun kian berlipat
diperpanjang bayang matahari.
bilur keringat tumpah
membasuh jejak kaki
tetapi panah memilih tanggal
di punggung ‘kuri.
2.
hanya kicau burung
bising bersaut, dan daun
yang tak henti menggugur
yang kami temui, dik.
tanpa isyarat apa pun
hari ini bisa menjelma sia-sia
bagi perburuan
dan kepulangan dewa
bertubuh tumang
kepada dayang
yang sejak pagi telah
menanggung letih sendirian.
3.
aku mengikuti peta dan arah
ke mana ‘kuri
memperpanjang langkah.
sebab mewaspadai serangan
dari buas buruan
dan menjaga ia dari bahaya
ialah sebaik-baik lakonan ayah
kepada putra semata wayang
yang lahir dari doa
dan rahim dayang:
makhluk tunggal yang kekal
bermukim di jiwaku
seumur tuhan.
4.
tak ada sisa bekal di saku
sementara matahari
kian memuncaki kepala.
sesekali berteduh, sesekali putus asa.
selebihnya
ialah perulangan rasa cemas
tentang kepulangan yang tak juga
membawa kepal jantung rusa
yang kau idam-idamkan sejak lama.
5.
sengaja kutanggalkan sihir
di sepanjang jalan perburuan, dik.
tak seorang pun boleh mengerti
tentang penjelmaan ini, tak juga ‘kuri.
meski diri tersandera
terjebak pada keletihan:
kaki menapaki sesuatu yang kuterka
hanya berlangsung
untuk akhir yang sia-sia
mengubur lemah tubuh
tetap jadi siasat aman
ditempuh demi keselamatan.
6.
semula tak ada yang patut diwaspadai.
angin tetap berlarian membenturkan tubuh
pada daun, pada ranting pohon rapuh
juga pada segala
yang tak berkesempatan menghindar.
hanya ‘kuri sontak berdiri dari duduknya
menatap tajam ke arah perteduhanku
di kaki pohon yang tak kutahu nama
juga asal-usulnya itu.
7.
jauh sebelum tuntas kueja kemungkinan
dari sepasang mata yang menjelma
pemburu berpunggung panas
panah lebih gesit menghunjam tubuhku
tanpa aba-aba, tanpa isyarat apa pun
yang bisa kutangkap sebagai bahaya.
dengan mahabengisnya, dik:
ia lantas merobek tubuhku
yang anyir bersimbah darah
lanjut mengiris jantung
dan oh, mahapedih dirasa.
8.
kemudian
ia pulang padamu di petang hari.
membawa kepal jantung
yang bukan dirobek dari tubuh rusa
atau dari tubuh binatang apa pun
melainkan dari tubuh lelakimu sendiri.
seketika kau sibuk menyusun pertanyaan
aku seorang diri terjaga di hutan:
menikmati pedih kematian.
9.
tapi kematianku
akan segera dilupakan, dik.
sebab sejarah tak pernah mencatat
kematian seekor anjing
dipestakan doa-doa.
kecuali bila kau sudi menziarahi ingatan
tentang aku: yang tak juga datang
dan kau segera paham
bahwa gulir kenyataan
sengaja mencurangimu perlahan.
10.
lantas kau kutuk segalanya.
sebab bagimu, tak ada siapa pun
berhak menyarangkan kebohongan.
selebihnya ialah air mata penyesalan
tampak bersarang di wajah ‘kuri dan kau.
tetapi, dik: seduka apa pun, kenyataan tetap
tak akan mampu membawaku pulang.
(2019)
–
Dari Eufrat ke Accad
: Pyramus & Thisbe
bukan ke firdaus
melainkan ke accad
seharusnya kita larikan
cinta yang pucat.
sebagaimana janji dituai
penantian bermula
dari tepi eufrat
menuju bukit yang basah.
di kaki murbei
kesepianku menggigil.
kau berjalan ke mana
ke arah mautkah?
dari hutan jauh
kudengar auman singa
bulan memucat
lantas lingsir ke sungai.
kau berlikut ke mana
ke kecemasankukah?
di kaki murbei
kau-aku semakin asing.
kau kunanti
di tampuk maut yang perih;
aku maut
yang kau sambut
tanpa pamrih.
(2020)
–
Amesbury (Extended Version)
: sesaat rindu menganga
tapi masa lalu telanjur purba.
dan ‘kenangan’ barangkali
sebatas kata yang sia-sia.
1.
arthur, kau kenali ia
sebagai yang agung
di suatu petang yang murung
datang ia padaku.
kuda yang ia tunggangi
seperti mengerti:
aroma maut
sudah tak jauh lagi.
hunjaman pedang
berserak
di seutuh tubuhnya.
dan mordred
barangkali ia yang sengaja
memaksa arthur ke camelot
sekadar untuk
menyiapkan sendiri
kematiannya.
***
bagai gadis kecil
yang mengerti:
tak akan lagi ada
yang ia miliki
selain kesedihan
di bumi
aku mengiris air mata
seperti berhenti
percaya terhadap cinta.
di pelukanku, lance
di pelukanku:
ia seolah ingin
menghindar dari perang
melupakan kalah-menang
dan menghapus
kerja ‘maut’ dari dunia.
“cinta, barangkali satu-satunya
seperti tuhan:
yang bisa menolak kefanaan.”
***
suatu malam
hujan menculik suara tangis
menyihirnya
jadi gemuruh.
tetapi tak siapa pun
menduga itu
ialah tangisan
tak siapa pun, lance.
di ranjang;
tempat kedukaan merebah
tak lagi tinggal
di pelukanku ia
tak lagi.
mungkin beranjak
dari pangkuanku
ke pangkuan yang kudus.
seketika aku sempurna
terpencil dalam derita
yang tak seorang pun
sanggup memahaminya.
***
kuentakkan tali kekang
dan kau semakin jauh
tertinggal
di ingatan?
lance, di hutan
sebelum amesbury
terasa dekat
angin meluap
seperti kenangan
yang mengambang:
tiba-tiba aku di kereta
berjalan menempuh arah
dari carmelide ke camelot
dan jatuh tertimpa cinta.
rupanya
ingatan begitu beringas
dan aku dipaksa
menziarahi masa
ketika kau iring aku
dan kukenal kau
sebagai kesatria.
***
tanpa perintah
meleagant
seketika datang:
mengetuk kepalaku
di batas antara
nyata dan bayang.
mengusik dalam igauan.
ia kembali
menghelat dendam.
dua kepala ditebas
lantas ke arah kebencian:
aku dilarikan.
“guine!” seperti di makam
kau memanggil: mencekal
seluruh yang kucemaskan.
lance, darah
yang membaluri pedang
sesaat meleagant
debam ke kering dedaunan
iakah tak lebih deras
dari derita
yang terkandung
di kehidupan?
***
2.
petang itu, lance
di atas pelana kuda
tak lagi ada tali kekang
yang bisa kuentakkan.
dan galehaut
kastel yang kau serukan
sebatas tujuan
yang hanya berhasil
dicapai oleh kemustahilan.
sebab di pekat hutan
di tengah pirau perjalanan
sepasukan prajurit
dengan kilat pedang
di lajur kiri dan kanan
tiba mengadang:
menangkap
dan memulangkanku
ke camelot, sebuah tempat
yang disesaki kebencian.
“hanya penantian
mungkin
yang bisa kau pinang
selepas kau tahu bahkan
hingga di ujung
kenyerian malam
aku tak berhasil datang.”
***
di penjara, ingatan
kembali serupa bara:
menyala-nyala di kepala
dan tak selaut air
akan sanggup
memadamkannya.
tiba-tiba aku berada
di inti alun-alun istana
terikat di tiang pancang:
memusati kayu bakar
yang ditumpuk melingkar
menyambut detik
penghukumanku digelar.
dan menyaksikan
ajal
seperti ancaman
yang terlambat
dilesatkan;
sesaat kau terjang
barikade prajurit
dan kau sarungkan
runcing pedang
ke jantung pasukan.
***
denting peperangan
makin terdengar
semerdu siul maut
di peristilium, lance.
sejak kau renggut
lemas tubuhku
dari tiang pancang
dan kau larikan aku
ke sunyi ruang:
y a n g j a u h
dari jangkau lengan
kematian.
***
3.
kemudian tersisa ranjang
seduri kesunyian
yang tak dosa
mengalasi hina tubuhku
di penjara itu, lance.
sejak kudengar
di tepi selat tak bernama
jerit-sekarat prajurit
serupa meriam
yang tak reda ditembakkan
dan tak ada opsir
di kemah pasukan arthur
yang tak terjilat
oleh lidah kematian.
“kesetiaan, sungguh
sebentuk judi
yang tak gampang
dimenangkan, lance.”
tapi serupa air yang tumpah
penyesalan ini
juga tak dapat dibatalkan.
sebab baik di dover
atau di camlann, kematian
tetap lebih melirik arthur
(mungkin)
untuk dirajakan di surga lain
yang tak mengenal
pengkhianatan.
(2021 – 2023)
–
Firdaus
: yang bisa membebaskanmu
hanya kematian, atau cinta!
— dari film fitoor
ketuk tubuhku
aku ialah bentuk
yang seperti kota kesepian
pada masa kanakmu
mendekatlah, firdaus
sentuh kekosonganku
tafsirkan aku
sebagai apa pun
kecuali sebagai cinta
yang tak pandai bertepuk
di ruang ini
tak lagi tersisa rahasia
segalanya terbuka
saksikan, firdaus
saksikanlah
aku telah berhasil melukis
irisan terkecil dari air mata
(2021)
–
Malam di Portlink
: Ayesha Renjani Jingga
malam di portlink, ay, hanya laut
yang memahami kesepianku.
—ercole su’l termodonte
seperti mengaum di prosenium.
tetapi aku di laut, selain rindu
tak tersisa yang kudengar
selain itu.
di deck asing ini, kau tak denganku.
barangkali di sini jack atau rose
tak juga siap untuk sendiri
sepertiku. “siroe, rei di persia?”
ay, aku tak sedang di venice!
tak ada barter untuk rindu
berhenti membujuk.
hanya syal di leherku
memeluk, menggantikanmu
kau kira cukup? —la fida ninfa, ay
di opera ketiga, tubuhmu
masih alamat
yang tak dikenal lenganku.
malam tetap sekeruh harapan
dan temu menjelma mitos
“cessate, omai cessate?” ay
untukku, tak ada pertolongan!
aku di laut, tapi bukan di 1912
bisakah tak harus ada kecemasan?
***
02.00, denting memecah kesunyian.
kapal tertahan di 12 knot, dan aku
di bangku, bersandar pada ingatan:
tabung rahasia tempat kau berdiam.
tak ada bar atau music hall
dunia dalam masa tempuh ini
lebih terasa seperti bui.
—ercole su’l termodonte
ay, boleh kuputar sekali lagi?
biar di scene seganjil ini
ada hak untuk aku sembunyi
dari diriku yang lain, dan wine
tak berhasil menemukanku
dalam mabuk, pada sunyi
sepurba perasaan ingin.
malam di portlink, hanya laut
yang menghafal keseoranganku.
dan di luar opera, rindu serupa
dongeng terpanjang di dunia:
butuh waktu 12 kali lipat usia tuhan
untuk bisa selesai membacanya.
(2021)
*****
Editor: Moch Aldy MA