A full-time bookish

Maka Menulislah dan Puisi Lainnya

Gafar Ali Haji

41 sec read

Di Warung Pecel

Anak muda itu tertatih menuju warung pecel langganannya. Sesampai di sana
ia langsung memesan dengan sopan:

“Rindu satu windu ya.”
“Minumnya?”
“Air Mata.”
“Pakai es?”
“Air Mata hangat.
Tanpa sedih yang
berkepanjangan ya.”

Rindu dan Air Mata tersaji.
Ia menyantapnya dengan lahap,
sampai lupa rindu sudah terbayar
dan air mata sudah kering juga lenyap.

(19 Juli 2022)

Di Halaman Depan

Kuketuk pintu rumah
Pemberi Hati dan kutanya:
Kenapa aku diberi hati
yang merasa bersalah
setiap hari?

Ia berkata betapa
hitam kelam hati
yang kugenggam

Aku pun meminta
agar hati ini diganti,
“dengan riba pun tak apa
asalkan baru dan berguna.”

(22 Juni 2022)

Iklan Obat Sepi, Sedih, dan Gusar

Kamu kesepian? Atau sedih berkepanjangan? Atau justru,
butuh ruang mengekspresikan
berbagai hal yang menggusarkan?

Ketuklah rumah bahasa berpintu puisi! Karena ia menerima tamu seperti kamu yang sedari tadi memikirkan apakah sebaiknya menjemput mati atau jangan.

(12 Juli 2022)

Disebabkan Rendra

Disebabkan Rendra,
setiap yang membaca
akan rindu kepada puisi.
Disebabkan Rendra, setiap
yang menikmati ingin menjadi
puisi itu sendiri. Disebabkan
Rendra. Disebabkan Rendra.

(14 Juli 2022)

Maka Menulislah

Dan jadikan ia penggaris-pengukur: seberapa patah, seberapa bodoh,
seberapa payah, seberapa ceroboh, seberapa kesedihan, seberapa kehilangan, seberapa tak bergunanya puisi,
seberapa rindunya kamu padanya, hari ini.

(Agustus 2019)

*****

Editor: Moch Aldy MA

Gafar Ali Haji
Gafar Ali Haji A full-time bookish

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email