Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang.

Machiavellian Gila Jabatan dan Pemerintahan Bangsa Setan-Setan

Hillbra Naufal Demelzha Gunawan

2 min read

Sebuah bangsa berdiri di tepi jurang kehancuran, bukan karena krisis pangan, pun juga bukan karena perang, melainkan karena abainya pemerintah terhadap suara vokal akademisi dan intelektual. Suara-suara yang bisa menjadi penuntun menuju masa depan yang cerah, justru dibiarkan terdiam, tersisih, dan terasing di balik bayang-bayang kekuasaan.

Kehancuran sebuah bangsa tidak selalu datang dalam bentuk kasat mata. Terkadang, ia menyelinap bagai hantu dalam malam, datang tanpa peringatan, dan menggerogoti bangsa dari dalam bagai penyakit mematikan. Kehancuran ini datang melalui bentuk penolakan terhadap sikap intelektual, pengekangan kebebasan berpikir, dan pembungkaman suara-suara yang seharusnya didengar.

Egoisme terhadap kepentingan telah membutakan para pemangku kuasa. Teriakan peringatan yang dikumandangkan oleh para intelektual dan akademisi sama sekali tidak diindahkan dan dipertimbangkan. Di negeri demokrasi, suara tidak hanya butuh didengar, melainkan juga perlu untuk diaktualisasi secara substansial.

Bangsa Setan-Setan

Seorang filsuf era Aufklarung (Pencerahan) Jerman, Immanuel Kant, menulis sebuah tulisan pendek dengan judul Zum ewigen Frieden yang berarti “menuju perdamaian abadi”. Tesisnya adalah masalah pendirian negara—betapa kerasnya pun pernyataan ini—dapat dipecahkan bahkan oleh suatu bangsa setan-setan (asalkan mereka memiliki akal).

Budi Hardiman dalam bukunya yang berjudul Demokrasi dan Sentimentalitas menerangkan bahwa Kant, dengan tesisnya yang aneh tersebut, berusaha menganalogikan the founding fathers negara beserta rakyatnya sebagai setan-setan. Sederhananya, “bangsa setan-setan” yang dimaksud oleh Kant ialah perumpamaan masyarakat modern yang dikuasai oleh ketamakan.

Setan memiliki kodrat sebagai egois yang absolut. Karenanya, Kant mengajak kita untuk membayangkan jika kita menyusun konstitusi bagi sekelompok setan. Dalam konstitusi tersebut, setidaknya ada dua gagasan penting sebagai patokan. Pertama, setiap setan diperbolehkan mengejar hasrat kepentingan diri. Kedua, batas hasrat kepentingan setan tersebut ialah kepentingan setan yang lain.

Fiksi yang dibawa oleh Kant tersebut membawa kita menuju imaji tentang keadilan di dalam masyarakat yang kompleks. Masyarakat, dalam kasus ini, merupakan komponen yang sangat jauh dari kerukunan, ketulusan, dan kesopanan. Tabrakan antara hasrat kepentingan setan satu dengan yang lain niscaya akan melahirkan dinamika baru di tatanan masyarakat.

Altruisme Omong Kosong Pemimpin Machiavellian

Pemimpin “bangsa setan-setan” dengan pendekatan Machiavellian tidak akan segan untuk mempertaruhkan urat malunya. Dengan muka tebal, ia akan menerobos konstitusi yang telah dibuat secara demokratis-deliberatif hanya demi memuaskan kepentingannya—dan sanak saudaranya.

Dengan kendali yang secara absolut telah dikuasai, maka segala alat yang tersedia—lembaga, aparat, dan bahkan “Tuhan”—dapat ia gunakan untuk keuntungannya. Dominasi kepentingan yang tidak terkelola dengan baik ini menimbulkan gejolak konflik kepentingan.

Konstitusi yang dipermainkan layaknya kartu remi tentu menunjukkan keadaan ketika keadilan belum hadir secara substansial di tengah-tengah masyarakat. Sistem hanya bisa menyediakan aturan permainan untuk menjamin hak setiap warga negara—dalam konteks ini, kontestasi politik.

Akan tetapi, seringkali ditemukan pelanggaran prosedural oleh mereka yang berada di dalam sistem itu sendiri. Jika terbukti melanggar prosedur, maka pelanggar tersebut selalu berdalih “sudah sesuai prosedur”. Sayangnya, banyak pula yang menormalisasi perilaku demikian di negeri ini.

Di mata para pengamat, hal ini tentu tidak fair. Sebab, bias kepentingan terpampang sangat nyata dan condong ke salah satu pihak. Dalam film dokumenter yang berjudul Dirty Vote (2024) gubahan Dandhy Dwi Laksono terpampang dengan jelas bahwa telah terjadi kecurangan masif, terstruktur, dan sistematis yang melibatkan pemerintah petahana.

Saat ini, kondisi negara telah tercabik-cabik akibat sebuah kepentingan. “Setan-setan” dengan culas memasang tampang altruis sesaat sebelum mendeklarasikan egoisme absolutnya di bumi Nusantara.

Baca juga:

Politik Jalan Ketiga

Bagaimana mungkin keadilan dapat terwujud jika pemerintah justru memihak sekaligus “membuka jalan” bagi salah satu pasangan calon di kontestasi pemilihan umum?

Intensifikasi demokratisasi dapat menjadi “jalan ketiga” dalam permasalahan ini. Komunikasi diskursif masyarakat melalui pertukaran cara pandang secara rasional berfungsi sebagai jembatan menuju tercapainya kepentingan publik.

Keadilan substansial tentu dinanti-nantikan oleh publik yang masih dikuasai oleh akal sehat. Pergerakan melalui pendekatan penalaran publik menjadi angin segar di tengah sakitnya demokrasi Indonesia.

Idealnya, tatanan masyarakat kolektif yang secara organik mendekati keadilan substansial dapat terwujud. Namun, itu hanya apabila masyarakat secara konkret memiliki integritas atas konstitusi yang mereka susun dan sahkan sendiri, bukan justru merevisi seenaknya lalu disesuaikan berdasarkan kepentingannya.

Keadaan demikian tidak akan disukai oleh “setan-setan”. Mereka lebih memilih untuk melacur diri dan berdansa di pangkuan kekuasaan yang menjanjikan sebuah imbalan. Nalar mereka tidak akan peduli dengan suara lantang dari kaum akar rumput, mahasiswa, dan bahkan intelektual atau akademisi sekalipun.

Pada akhirnya, kepentingan publik yang sebenarnya hanya diperjuangkan oleh manusia-manusia yang masih berempati dan peduli terhadap kepentingan bersama. Sekelompok manusia yang secara sadar menjadikan konstitusi sebagai salah satu pedoman hidup berbangsa dan bernegara, pun demikian dengan sekelompok manusia yang tidak ingin mengerdilkan negara demi kepentingan keluarga.

 

Editor: Emma Amelia

Hillbra Naufal Demelzha Gunawan
Hillbra Naufal Demelzha Gunawan Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email