i. Mata
kutemukan mata lelah, yang tak ingin berhenti menatap dunia, yang juga kelelahan
kutemukan diriku yang tak penting pada puing-puing tubuh Tuhan. setelah abad ke-20 mengencingi wajah-Nya, Ia menciut mengambil rupa sebagai korek kuping pucat yang kapasnya lekas-lekas berwarna kuning pekat;
mahabenar sabda Nabi Afrizal:
“dunia berlari, dunia berlari, seribu manusia dipacu tak habis mengejar!”
kutemukan mata lelah menatap Tuhan yang setiap hari latihan berlari untuk PON tahun 3044
kutemukan mata lelah mendengar soal Sorga, ayat-ayat busuk, khotbah pendeta kaya, dan basa-basi senyuman penjaga gereja
kutemukan mata lelah berbicara tentang Tuhan—yang tak juga datang setelah ditunggu umat selama dua ribu tahun, Ia yang katanya mau datang, tetapi tertahan di Stasiun Bogor, o mungkin rel keretanya kebanjiran!
ii. Mewah
lampu baca,
Brecht,
Foucault,
Afrizal:
adalah tumpukan kemewahan yang tak pernah kupeluk sebelumnya, entah di Grand Indonesia, Istana Mangkunegaran, dan Kebun Raya Bogor
kucumbu cahaya lampu baca dengan menenggak Afrizal: glek, glek, glek …
kepalaku jadi satu kubik ayam geprek!
iii. Walhasil Jim Hall dan Petrucciani
bahwa hidup hanyalah upaya pengembangan motif harmoni;
mengulangi motif yang satu, pada ruang harmoni lain, mengulangi dalil yang satu, mengulangi teks yang sama, pada ruang kon-t̶o̶l̶-teks yang lain
Jim Hall mengulangi motif dan pola harmoni yang sama pada: Dm6, Gm7, C7, FMaj7, Em7(flat-5), A7, Dm, Gm7, A7, Dm, F7, E7(#11), dan seterusnya.
*transkripsi solo gitar dalam Beautiful Love – Jim Hall & Petrucciani
lah, memang kenapa kalau dengar jazz? dosa kah? Seno saja boleh bikin buku: “Jazz, Parfum, dan Insiden”
lampu baca,
Jim Hall,
Pertucciani,
Seno,
Brecht,
Foucault,
Afrizal.
diriku tak bisa tidur dihantam racauan Foucault, plot-plot Brecht, solo gitar Jim Hall, barisan Afrizal.
iv. Lomba Lari
toga wisuda, baju natal, dan kue ulang tahun adalah ikon peradaban yang senang lomba lari
dunia berlari, maka berbicaralah Afrizal Malna: kemunafikan, hipokritas, omong kosong, semua itu adalah lintasan kencing, tempat manusia berlari kencang
sementara awan-awan masih bergerak selambat pertolongan Tuhan
Adonai! Adonai! kata Remy Sylado
orang-orang sibuk bicara tentang Rusia, Ukraina, obat tahan lama, korupsi di universitas, plagiarisme, kekerasan seksual, Sambo, dan kebisingan lainnya
sementara awan-awan bergerak selambat dawai La Monte Young
pelan,
pelan,
pelan,
merayap,
merayap,
menyusur,
pelan,
pelan,
pelan,
pelan,
pelan,
Adonai! Adonai! kata Remy Sylado
Elohim! Elohim!
Engkau yang datang pada saat manusia tidur, pada saat waktu berjalan lambat, pada saat kita berhenti.
v. Konon
konon, yang punya alasan paling baik untuk mati adalah van Gogh, ia mati karena ingin menghindari siksaan modernitas;
ladang gandum, kandang ternak, bunga matahari, dan alam raya baginya harus diabadikan pada kanvas, sebelum modernitas meledakkan semuanya
konon, modernitas telah meledak sebelum waktu yang telah ditentukan—Hiroshima, Cikarang, Sidoarjo, Gemaf, Timika
van Gogh dan Lefaucheux à broche yang menembus tubuhnya, telah menolak untuk melukis pabrik, mesin uap, pekerja yang berbaris, wajah murung anak-anak di sekolah, atau kereta api yang membosankan
konon, kita semua adalah van Gogh yang siap untuk membelah diri dengan revolver berkaliber 44 berisi 1 peluru.
konon, pada ambang kepunahan modernitas, sama sekali tak dilahirkan adalah berkat Tuhan terbesar!
Haleluya! Haleluya! kataku dengan gusar
*****
Editor: Moch Aldy MA
Keren!