1
Aku tersesat
Tak ada nafas
Yang tumbuh untuk nafsu
Hanya bayang yang ingin
Mencengkam dari belakang
Tiap sudut melukai langkah
Tiap terpojok aku merasa asing
Tak kuat daya seraya berdoa
Berikan hamba jalan yang sesak
Setidaknya untuk terluka
Bersama gagak yang bebas
Bersama kumbang yang mekar
Bersama keramaian yang asing
–
2
Sudah lama aku bermimpi
Tentang perjalanan panjang
Mengendarai pikiran sendiri
Sebelum mimpi buruk melanda
Menerpa badai “yang seharusnya”
Lalu, aku tersanjung dengan mereka
Yang hidup untuk bekerja
Bahkan dilahirkan untuk “dimatikan”
Lalu, perempuan itu memiliki bibir menawan
Yang tak mampu “bersuara”
Bakan mendesah mengikuti selera mereka
–
3
Fajar kelabu
Selalu membingungkan
Bagai melihat
Seorang Ibu yang menangisi anak-anaknya
Yang baik juga yang nakal
Kadang tak sanggup untuk dipandang
Kadang penasaran melihat malaikat menangis
Juga layaknya seorang Ayah yang mengisi pergelangannya
Dengan jam tangan yang tak kuasa berhenti
Untuk mencuri waktu bermain bersama keluarga
Fajar kelabu, apa maksudmu?
–
4
Orang-orang soleh nihil rasa sepi
Detak nadi mengingat Mahakuasa
Jeda waktu bukan pertanda berhenti menghamba
Keimanan tak boleh kesepian
Rentan menodai kesolehan
Juga pertanda keburukan
Untuk mendaki surga paling tinggi
Kami merangkak-merangkak sendiri
Kadang jatuh bertubi-tubi
Tanpa boleh merasa sendiri
–
5
Jika aku tahu di mana penghujung kesepian, tentu akan kukejar, apapun yang aku temui sudah pasti keterasingan, sebelum menjadi asing, aku hanya ingin mengobati sepi, agar luka dalam keterasingan tak membuat sekarat sepenuhnya, setelah menjadi asing aku akan menjadi usang, bagai barang bekas dan tak terawat, kali ini aku diperhatikan juga didengarkan, hanya untuk rasa iba yang tak ikhlas, selayaknya barang usang yang bertahan, akan berubah fungsi juga kepemilikan, begitu juga aku yang tak lagi aku miliki, berfungsi untuk melayani ego mereka, setelah ego mereka terlayani sampai puas, aku tak lagi dipandang oleh siapapun, kesepian mendatangiku lagi, perasaan ini sudah pernah aku lalui, tapi kesepian yang lalu hanya menjadi sia-sia, aku terluka lagi dalam sepi, rupanya waktu tak mengajarkan apa-apa untuk masa depan, keterasingan melayaniku dengan seburuk-buruknya, kukira keramaian menguatkan namun justru sebaliknya, kelemahan ini membuat suara-suara yang kudengar melangkah ke jurang, tempat membuang barang-barang yang tak relevan lagi, aku usang kembali, usang akan kembali berharga jika ia memaparkan kisah heroik, apapun yang di sekitar akan mendengarkan, juga merangkul, dan ketika kisah itu berakhir mereka akan pulang ke rumah masing-masing, mengembalikan aku pada kesepian, semacam labirin, aku tak punya petunjuk arah, tersesat dalam perasaan yang itu-itu saja, terjebak dalam luka yang itu-itu saja, menggali sepi-menutup asing-menggali asing-menutup usang-menggali usang-menutup sepi.
*****
Editor: Moch Aldy MA