Penulis

Kurikulum Merdeka Setengah Hati

Amy Djafar

2 min read

Menteri Pendidikan Kebudayaan dan Riset Teknologi, Nadiem Makarim resmi meluncurkan kurikulum baru, Kurikulum Merdeka. Apakah hanya akan jadi kurikulum percobaan dan bernasib sama dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya?

Kurikulum Merdeka sesungguhnya adalah nama dari Kurikulum Prototipe yang mulai digunakan untuk merespons terjadinya krisis pembelajaran masa pandemi Covid-19. Kurikulum ini telah diuji coba pada 2.500 sekolah penggerak. Namun, tentu saja jumlah itu terlalu kecil dibanding jumlah sekolah dan tenaga pendidik di seluruh Indonesia.

Baca juga: Kurikulumnya Prototype, Sistemnya Gaya Bank

Nadiem menyebutkan, Kurikulum Merdeka bersifat opsional dan implementasinya dikembalikan kepada masing-masing sekolah. Jika ingin mengikuti kurikulum 2013 atau kurikulum darurat, maka sekolah memiliki kewenangan memilih. Pernyataan itu menimbulkan persoalan baru. Kebingungan dalam penggunaan acuan dengan banyaknya varian kurikulum.

Nadiem sendiri juga mengakui, kurikulum 2013 (yang terakhir digunakan sebelum Kurikulum Merdeka) memiliki sejumlah kelemahan dalam penerapannya selama ini. Kurikulum Merdeka ini dianggap memiliki beberapa keunggulan dibanding kurikulum 2013. Beberapa diantaranya: peserta didik bisa belajar sesuai minat dan bakat, aktif dalam mengeksplorasi isu-isu aktual. Sementara untuk tenaga pendidik, kurikulum ini dianggap lebih fleksibel, persiapan materi yang esensial, pengembangan kompetensi peserta didik, serta membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai kebutuhan sekolah masing-masing.

Dalam RPP, ada penjabaran Capaian Pembelajaran (CP). Artinya, kurikulum model humanistik ini, memberi ruang terhadap CP berupa karya bersama, antara tenaga pendidik dan peserta didiknya. Ini menjadi metode baru yang tidak memaksakan siswa dan bisa menjadi angin segar bagi dunia pendidikan. Namun, tenaga pendidik juga harus bisa dan paham dengan proyek karya yang berangkat dari minat masing-masing peserta didik. Harus ada analisis potensi, minat, dan bakat peserta didik, sebelum memulai kontrak belajar.

Masalahnya, bagaimana tenaga pendidik memulai acuan baru, jika belum ada pelatihan peningkatan kompetensi? Padahal, sebelum memberikan materi, seorang tenaga pendidik pasti menyiapkan diri dengan belajar kembali, menyiapkan materi, agar benar-benar siap dalam mentransfer pengetahuan. Sehingga, jika diberikan ruang atau kesempatan peningkatan kompetensi, mereka akan siap mengikuti sebagai tanggung jawab.

Apalagi, Nadiem sendiri telah mengakui bahwa, kunci dari perubahan kurikulum, adalah jika kepala sekolah dan guru-gurunya memilih untuk melakukan perubahan tersebut.

Baca juga: Guru Kencing di WA, Murid Kencing di Metaverse

Terdapat empat kompetensi yang harus dimiliki seorang tenaga pendidik yakni: pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial. Sebagai pengambil kebijakan, pemerintah menjadi penentu perihal arah pendidikan. Dengan demikian, peningkatan kompetensi adalah sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi.

Akses yang baik bagi tenaga pendidik dalam mengeksplorasi materi sesuai Kurikulum Merdeka juga menjadi pendukung kemajuan pendidikan di negara kepulauan ini. Ketersediaan jaringan dan akses ke perangkat digital juga menjadi sebuah tantangan tersendiri, mengingat perubahan zaman.

Baca juga: Merdeka Belajar adalah Hak Guru

Salah satu negara yang berhasil menyiapkan kompetensi tenaga pendidiknya adalah Finlandia. Di Finlandia, terdapat tiga institusi pilar dari pendidikan calon guru. Yaitu, teacher training school, universitas, dan sekolah. Teacher training school sebagai sebuah lembaga yang menjadi bagian dari universitas di Finlandia merupakan training ground bagi calon-calon guru, sebelum mereka lulus dan menjadi guru di sekolah. Tak salah, jika Finlandia selalu menduduki peringkat teratas dalam hal pendidikan versi Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) melalui Programme for International Student Assessment (PISA). Negara itu menyiapkan SDM tenaga pendidiknya dengan serius, sebagai sebuah pondasi untuk CP yang terstruktur.

Tentunya, harapan pada tenaga pendidik sangat besar. Mereka orang-orang yang siap melahirkan generasi terbaik berbasis minat dan bakatnya juga butuh peningkatan kompetensi dan itu tak bisa dilakukan dengan sulap. Butuh proses panjang dalam meningkatkan kompetensi.

Secanggih dan semaju apa pun sebuah kurikulum, semodern apa pun perangkat yang disiapkan, jika tidak ada peningkatan kompetensi dan kesiapan SDM tenaga pendidik, semua upaya dan cita-cita mencerdaskan anak bangsa, akan sia-sia. Pendidikan memang membutuhkan kerja sama semua pihak, tetapi sebagai pengambil kebijakan, pemerintah jangan melupakan elemen-elemen dasar sebelum membuat sebuah keputusan besar.

Perjalanan kurikulum selama Indonesia merdeka sudah mengalami 11 kali perubahan. Diambil dari lima tahapan perubahan terakhir, pada 1997, dinamakan Revisi Kurikulum 1994. Tahun 2004 diubah menjadi kurikulum rintisan Berbasis Kompetensi (KBK). Pada tahun 2006, berubah lagi menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) hingga 2013 menjadi Kurikulum 2013, dan yang terbaru Kurikulum Merdeka yang akan berlaku tahun ajaran baru mendatang. Sama seperti kurikulum 2013 yang baru bisa dijalankan sepenuhnya beberapa tahun terakhir, maka nasib Kurikulum Merdeka pun tak akan jauh berbeda. Sebab, kompetensi tak bisa disulap dengan tiba-tiba.

Kurikulum Merdeka sudah dipastikan akan dijalankan secara bertahap, tapi apakah dengan masa jabatan yang tersisa 3 tahun dapat menerapkan sepenuhnya? Jika nantinya Nadiem tak lagi menjabat sebagai Mendikbudristek, apakah Kurikulum Merdeka akan menjadi sebuah percobaan saja? Harapan masyarakat tentu saja tak berulang slogan “ganti menteri, ganti kurikulum”, tetapi sebuah kesinambungan untuk perbaikan, bukan ego periodisasi.

Amy Djafar

One Reply to “Kurikulum Merdeka Setengah Hati”

  1. ya….namun tentunya butuh proses untuk mendapatkan kurikulum yang terbaik bukan yang sempurna…dan semoga guru tidak setengah hati menerapkannya… .tulisan Army selalu kritis dan inspirarif👍👍

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email