Warga Sipil Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang kebetulan hobi menulis dan pengen jadi Dosen.

Konten Prank dan Pembodohan di Media Massa

Novran Juliandri Bhakti

2 min read

Konten prank KDRT yang diunggah ke YouTube oleh Baim Wong dan Paula menjadi bukti bahwa hingga saat ini konten pembodohan masih dipertontonkan di media massa. Yang lebih miris adalah, konten seperti ini dibuat oleh influencer yang punya power di media sosial. Tentu kita dibuat bertanya-tanya dengan akal sehat, di mana kewarasan publik figur seperti mereka yang seharusnya menjadi contoh?

Di tengah keramaian KDRT pasangan selebriti lain yang benar-benar nyata, mereka sempat-sempatnya membuat konten seperti itu. Hal ini sempat disinggung oleh komika asal Madura, Tretan Muslim, di konten Podcast Deddy Corbuzier. Tretan mempertanyakan tim kreatif selebriti yang membuat konten prank KDRT tersebut, apakah tidak ada briefing? Apakah tidak ada masukan, kritikan, atau bahkan penolakan untuk membuat konten tersebut?

Konten Prank dan Industri Kapitalis

Ya begitulah dunia industri kapitalis, bekerja seenak jidat tanpa memikirkan dampak ke depannya, yang penting buat dan panen cuan. Jika salah? Ya tinggal maaf dan buat klarifikasi saja. Begitulah yang terjadi di negara kita. Bukan konten prank KDRT saja, mungkin kita masih ingat dengan konten prank memberikan sampah di dalam kardus mie instan kepada transpuan. Apakah itu manusiawi? Apakah kita tidak punya hati nurani?

Tentu saja kita merasa miris dan jijik melihat fenomena ini. Saya kira, kemajuan teknologi dan industri perusahaan, serta banyaknya terobosan baru di dunia riset, membuat manusianya menjadi masyarakat madani yang beradab, namun kenyataan berbanding terbalik 180 derajat. Masih banyak manusia yang bertindak tanpa berpikir matang. Membuat konten prank sembrono dan tidak memiliki nilai edukasi, menurut saya adalah pembodohan masal. Kenapa saya sebut pembodohan? sebab konten prank membuat kita lupa dengan moral yang kita punya.

Baca juga:

Kapitalisasi media massa membuat orang lupa dengan nilai dan norma, orang-orang melupakan nilai kemanusiaan demi keuntungan semata. Orang-orang menjadi tidak beradab demi cuan. Demi popularitas, orang-orang lupa untuk berpikir jernih, menggunakan akal sehat, serta kritis dalam mempertimbangkan dampak yang akan terjadi.

Mengutip dari artikel ilmiah “Konten Prank sebagai Krisis Moral Remaja di Era Milenial dalam Pandangan Psikologi Hukum dan Hukum Islam”, fenomena prank yang menjadi tren dipandang secara sosiologis sebagai perilaku antisosial. Perilaku ini adalah kurangnya kepekaan sosial individu atau kelompok dalam mempertimbangkan kerugian orang lain yang diakibatkan oleh perbuatannya (Hamdi, 2020).

Konten Prank Mereproduksi Kebodohan

Jadi, sudah jelas bahwa konten prank adalah pembodohan. Memang tidak semua konten prank merugikan, tetapi pada kenyataannya banyak orang yang kontra dan tidak menyukainya. Khalayak luas mengumpat dan berkata kasar di sosial media akibat banyaknya konten prank yang tidak mendidik. Adanya YouTube, Instagram, TikTok, Facebook, WhatsApp, dan sosial media lainnya membuat konten prank sangat mudah untuk disebarluaskan.

Jika konten prank terus ada, kebodohan akan terus mendarah daging dan turun temurun ke generasi selanjutnya. Cepat dan masifnya penggunaan teknologi yang sembrono sama berbahaya dengan virus mematikan seperti Covid-19. Manusia akan menjadi bodoh karena terserang virus kebodohan yang disebabkan oleh konten prank.

Jika memang manusia berakal, seharusnya perbuatan mereka dilakukan atas pertimbangan yang matang. Jika masih ada manusia yang membuat konten prank atas dasar mencari keuntungan dan senang-senang serta mengesampingkan nilai kemanusiaan, saya jadi bertanya-tanya, apakah kita sama saja dengan binatang? Tuhan mengatakan di dalam kitab sucinya bahwa manusia bahkan bisa lebih hina dari binatang. Konten prank adalah tindakan bodoh dan hina bagi saya dan mungkin bagi beberapa orang yang sependapat dengan saya. Sudah waktunya menyetop konten prank. Konten seperti itu tidak ada nilai edukasinya. Apa yang mau diharapkan dari konten prank? Hanya tipu daya dan bualan sampah isinya.

Sudah seharusnya para pembuat konten lebih bijak. Mereka sangat bisa melakukan rapat, diskusi, dan brainstorming dalam menentukan konten dan thumbnail yang akan diunggah. Jadi, harapan saya untuk para pembuat konten di seluruh Indonesia adalah janganlah membuat konten prank lagi. Itu hanyalah sampah yang membuat orang menjadi bodoh. Dan untuk seluruh netizen Indonesia, stop making stupid people famous dengan cara berhenti menonton video konten creator yang memproduksi konten prank. Menjadi masyarakat madani, cerdas, dan kritis adalah impian kita bersama.

Novran Juliandri Bhakti
Novran Juliandri Bhakti Warga Sipil Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang kebetulan hobi menulis dan pengen jadi Dosen.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email