nyanyian musim hujan
petir menyambar memercikkan lelatu di sudut jendela
terdengar tangis hantu angin mengembuskan hujan
duduk di hadapan pintu berjeruji memandang halaman
baju-baju basah di kanopi malam alangkah sepi
sahabat sejiwa telah berpulang.
dengan siapa menandas bincang?
(25 Januari 2024)
–
kita berjumpa lagi
setelah sekian lama sampai jua di persimpangan
haruskah berpisah denganmu sahabat sejiwa?
tangis dan tawa silih berganti
gunung dan lembah berlalu sudah
tak ada yang abadi, kecuali saat ini, bukan?
ransel penuh mimpi adakalanya terasa berat
tetapkanlah hati selangkah demi selangkah
sembunyilah di hatiku seperti aku di hatimu
bagaimanapun kita musafir
tak ada yang terlalu jauh.
semua terpateri di hati.
lambaian tangan terakhir kali
tanpa air mata bisakah berjanji?
mungkin besok pagi atau kelahiran yang lain
kita berjumpa lagi.
jika tiba saatnya, maukah sekali lagi
berkelana bersamaku?
(24 Januari 2024)
–
hujan, put
put, hujan turun lagi sore ini.
kau tak ada di sini.
untuk kesekian kali aku takut kehilanganmu.
wajahmu di kenang tinggal bayang-bayang
yang merindang sunyi.
hujan ini deras sekali, put,
agak terlalu deras, barangkali
daun-daun berguguran
yang masih hijau juga.
aku merenung hidup yang telanjur redup
dikuyupkan waktu.
saat duduk di beranda membuka catatan lama
fotomu menguning dan tumpul sudutnya
ingin kupeluk seperti biasa dekap dekat dada.
aku rindu, put.
hujan turun
bayangmu sayup-sayup
menjadi kenangan
yang pilu.
(Selasa, 16 Januari 2024)
–
berserah
segala gerak dan irama di alam ini
nisbi belaka
juga yang indah dan bersinar
adakah yang benar-benar nyata
yang tidak mengandung ketiadaan?
semua harta di bumi ini
semakin ditangisi semakin tak pantas ditangisi;
semakin kurang ditangisi semakin pantas ditangisi.
mungkinkah meraih yang ada
sementara mata hanya melihat
pantulan samar di permukaan?
adakah cinta tak berwarna
bebas dari bentuk dan suara?
jiwaku memiliki jiwa
dan itu adalah jiwaMu.
dalam diriku ada diri yang murni
dan itu adalah DiriMu.
sanggupkah aku menggapainya, ya Tuhan?
hanya kepada-Mu aku berserah.
(14 Desember 2023)
–
wayang
seorang arif sadar dirinya sekedar wayang
yang digerakkan Sang Dalang.
perbuatannya bukan lagi perbuatannya.
kebaikannya bukan lagi kebaikannya.
kalah dan menang sudah ditentukan.
hidup dan mati juga.
saat tak dibutuhkan Ki Dalang melepas ikatan
yang menghubungkan sang lakon dengan hikayat.
akankan kembali menjalani sandiwara
atau lebur jadi benak semata?
Kau jualah yang menentukan.
(14 Desember 2023)
*****
Editor: Moch Aldy MA