Kesaksian Tikus Gorong-Gorong

Nuzul Ilmiawan

4 min read

Saya telah mengucapkan sumpah beberapa waktu sebelumnya di hadapan tuan-tuan sekalian. Tuan-tuan lihat sendiri, mendengarnya sendiri saya melafalkan dan mengimani setiap kata yang saya ucapkan seolah kalimat-kalimat itu datang daripada saya sendiri. Tapi, jujur saya tersinggung. Pihak terkait mengatakan kepada saya, bahwa segenap kesaksian saya adalah sebuah omong kosong. Karangan yang mengada-ada, meniadakan yang ada, mengadakan yang tidak-tidak.

Saya sakit hati, tuan. Saya tikus kelas bawah. Hari-hari saya habiskan di gorong-gorong, pada saluran air di mana setiap manusia membuang limbah mereka. Saya minum airnya. Saya mandi dengannya. Istri saya meminumnya, begitupun anak-anak saya. Bila matahari telah terbenam, saya akan keluar memburu dan harap-harap penuh cemas tidak diburu pula oleh yang lain. Saya akan senang bila dapat pulang membawa daging busuk, atau ikan. Tetapi, kerak telur, tulang-belulang pun tidak masalah, tuan. Saya lebih mengerti apa artinya menjadi susah. Yakni saya tidak boleh banyak protes dan menuntut yang macam-macam.

Jangan potong saya bicara! Yang Mulia memanggilkan saya kemari untuk bersaksi, tak sekadar di hadapan tuan dan puan yang berdasi, melainkan pada Tuhan Sampah dan kebenaran yang senantiasa bertelanjang diri. Saya akan berterus terang pada poin utama, tapi ada baiknya saya menerakan terlebih dulu perpanjangan saya.

Tikus kelas bawah, tak punya pendidikan yang baik, tak mampu berhitung berapa jejak kaki manusia yang menapak di atas permukaan gorong-gorong, adalah saya. Dan barangkali, anak-anak saya pun bakal jadi seperti saya. Seberapa sering saya berdoa kepada Sampah yang Maha Bijaksana, dengan bersungguh-sungguh, dengan merendah-rendahkan diri, tapi Dia tidak lupa untuk senantiasa menguji saya, dan anak-istri saya.

Setiap hari saya harus menghadapi nasib. Setiap sore, ketika saya bangun dari tidur, saya tak sekadar membuka mata saja. Melainkan juga selalu mengungkapkan kesadaran diri saya. Yakni, membangun dengan berkata pada diri bahwa suatu hari, segala harap pasti akan terbayar tuntas oleh peluh yang diteteskan pada jalan kebenaran.

Dengan demikian, saya bertanya kepada pihak terkait, kira-kira, hal apakah yang membuat saya terus berpegang pada prinsip itu? Saya yang menyadari bahwa saya punya otot kaki dan lengan yang cukup besar, begitupula gigi saya yang rajin dilatih dan terus bertumbuh ini. Saya yakin, bila saya melakukannya, dua atau tiga tikus dalam sekali gigit dapat terluka dan tewas seketika.

Agaknya mudah saja bagi saya untuk menyusun rencana bersama tikus gorong-gorong lainnya, masuk ke dalam rumah manusia, dan merampok seluruh isi kulkasnya. Kami bakal makan besar, tuan-tuan! Tapi, saya selalu menolak bila rencana itu digelontorkan oleh sahabat-sahabat saya. Istri saya kadang kala kesal bila melihat tetangga saya pulang membawa banyak makanan, sedang saya terus bersusah-susah dan kerap tak membawa pulang apa-apa.

Tiada yang menjawab pertanyaan saya?

Baik, saya akan terangkan. Saya tikus. Sebagaimana tikus-tikus lain hidup, dan mungkin tuan-tuan berdasi juga tahu, bahkan lebih tahu, meskipun kita adalah tikus, kita tetap hidup berpayung hukum. Hanya saja, hukum yang ada ialah kita tidak boleh menyakiti dan merampas milik tikus lain. Sedangkan yang lain-lain diperbolehkan di mata hukum.

Tapi, tuan-tuan, adalah suatu kemuliaan bagi makhluk hukum untuk hidup melebihi hukumnya sendiri. Tuhan Sampah memberkati cahaya kepada saya setiap hari lewat lubang saringan air. Adakah saya diminta untuk menyembah-Nya? Berdoa kepada-Nya selalu? Tidak, Dia bahkan tidak meminta saya untuk mengingat-ingat-Nya. Tapi kenyataannya, saya malu, tuan-tuan. Rasa malu yang saya tanggung andaikata satu kali saja saya melupakan berkat-Nya, melebihi hukuman-Nya sendiri terhadap diri saya. Saya sudah cukup tersiksa dengan itu.

Barangkali, tuan-tuan sekalian telah lupa, mengapa kita semua bisa sampai pada peradaban yang seperti ini. Di mana tak hanya manusia, bahkan tikus-tikus pun punya konvensinya sendiri, punya pengadilannya sendiri. Tetapi tikus tidak sendiri, segala yang ada pada peradaban kita sekarang berbanding lurus dengan perkembangan manusia, dan lain-lainnya. Adalah kita, yang terus belajar, terus melampaui keterusterangan kita, upaya-upaya mengalahkan kehendak berbuat jahat dan bermusuh.

Mula-mula nenek moyang kita memusuhi sesamanya, kemudian mereka menemukan musuh baru yang bernama manusia. Namun kenyataannya, sekarang kita menjadi berkat oleh dahsyatnya budaya konsumsi mereka. Terkadang bila beruntung, saya akan pulang membawa seember ayam potong yang sama sekali tidak disentuh, dan itu cukup untuk seminggu saya makan bersama keluarga saya. Saya ingat, hal itu tidak terjadi sekali, bahkan beratus-ratus kali. Saya menangis kepada Sampah, terima kasih, terima kasih.

Lantas, dengan demikian, tuan-tuan, saya bersumpah atas nama bapak saya, bahwa saya tidak akan sekali-kali menyentuh rumah-rumah manusia.

Namun, saya tanyakan, adakah hukum yang melarangnya? Adakah undang-undang yang tertulis di dalamnya bahwa tikus tidak boleh masuk ke dalam rumah manusia? Dan saya akan menjawab mengapa hati saya kuat berpegang padanya. Ialah etika, tuan-tuan berdasi. Ialah moral.

Saya pikir, saya mengikatkan diri saya dengannya. Kenyataannya, justru saya yang terikat padanya. Bahwa saya ingat dengan pasti kawan-kawan saya yang terjebak di rumah-rumah dan tak pernah keluar-keluar sampai saat ini. Bahwa saya ingat, mengapa dahulu nenek moyang saya diburu. Mereka membela diri dengan berkata bahwa manusia telah mengambil tanah-tanah mereka, tetapi kenyataannya, adakah tanah kita di muka bumi ini? Bukankah kita telah lama hidup berdampingan di dalamnya, dan kita agaknya hanya perlu untuk saling memahami satu sama lain. Bahwa di dalam masing-masing diri kita, tersimpan suatu bejat dan malaikat.

Tapi, percayalah, tuan-tuan, hidup tak pernah meninggalkan kita. Dia senantiasa setia pada kita. Bila hari ini kita menderita, hidup akan membimbing kita keluar dari penderitaan. Mau tidak mau, kita tidak bisa menolaknya. Segenap yang tinggi akan terjatuh, dan segala yang rendah sewaktu-waktu akan terbang meluncur. Bila tuan-tuan hari ini dapat dengan bebas berserakah kepada diri tuan-tuan sendiri, ingat-ingatlah suatu hari moral akan menjatuhkan kehidupan tuan-tuan. Tuan-tuan tidak bisa lari. Saya juga tidak bisa lari darinya. Dan kita semua kini terjebak olehnya.

Adakah kehidupan kita yang berjalan mundur? Dengan lantang saya akan berkata, tidak! Kemunduran peradaban adalah kemajuan yang tertunda. Nenek moyang kita telah mengalami ribuan peperangan, adakah mereka mampus? Bila hari ini kita melihat puncak dari kebenaran, ratusan tahun yang akan datang, kita akan malu dengan kebenaran yang kita ucapkan sekarang.

Oleh karenanya tuan-tuan, sekali lagi saya ucapkan, bahwa saya tersinggung dengan hina-dina yang tuan-tuan ucapkan kepada saya. Tuan menuduh saya telah berbohong, tuan mencurigai saya berpalsu, tuan mengira saya mengada-ada. Namun, ingatlah, tuan-tuan, meskipun dalam sakit, kebenaran takkan datang tertunda. Tetapi, sama sekali dalam persaksian ini, saya telah tidak berdusta.

Buat apa saya berbohong, tuan-tuan? Buat apa saya mengada-adakan sesuatu? Besok, tuan-tuan tetap akan menemukan saya di gorong-gorong kotor yang sama.

Saya akan berkata dengan keterusterangan. Keberadaan saya ialah sebagai saksi. Saya diundang untuk berjujur diri, maka saya datang. Tak seorang pun membeli saya, apalagi menarik hati saya. Saya tidak berpegang pada siapa-siapa, pada apa-apa, kecuali saya dan kebenaran saya sendiri.

Tuan-tuan tahu kenapa kekuasaan tidak pernah bertahan selamanya? Karena kuasa tidak pernah dipertahankan oleh cinta yang penuh, melainkan nafsu yang dipelihara. Nafsu menanamkan ketakutan pada seseorang. Ia menggiring seseorang untuk memuja dirinya sendiri dan membuat dirinya takut kehilangan dirinya sendiri. Sebab itu, bila ia goyah, ia akan menemukan segala cara untuk menopang kuat badannya. Namun, cinta, tuan-tuan, cinta menumbuhkan solidaritas yang kokoh. Bahwa dalam keadaan cinta, hanya pada sesuatu ia menjadi ada. Bahwa jika ia takut kehilangan dirinya sendiri, ia akan mendekatkan dirinya kepada orang lain. Keberadaannya terletak pada cintanya terhadap sesama. Sebab itulah kebenaran selalu akan dapat ditegakkan. Kebenaran tak pernah didekati nafsu berhala, melainkan cintanya pada kebijaksanaan yang akan terus membimbingnya.

Bila tuan bertanya, sejujurnya, seluruh hal mestinya jadi pihak terkait. Mestinya persidangan ini bukan tentang pemohon dan pihak terkait, melainkan rakyat tikus berhadapan dengan pihak-pihak terkait, yang ialah tuan-tuan tikus berdasi sekalian yang berada dalam ruangan ini.

Ayolah, tuan-tuan! Perlihatkanlah wajah tuan-tuan yang sebenarnya. Tuan tidak bisa selalu menjadi Sampah, yang memberikan pengharapan dan kekuatan bagi para tikus. Kami sudah lelah mendengarkan ketidakjelasan ini berbulan-bulan, bertahun-tahun, dan seluruh hingar-bingar ini penuh dengan kepalsuan dan manipulasi kekuasaan.

Selayaknya makhluk lainnya, tikus pun butuh kebenaran. Andaikata kami, rakyat tikus, tidak mendapatkannya, percayalah, akan tiba suatu masa di mana dasi-dasi kalian akan dicopot, jas-jas kalian akan ditelanjangi, dan muka-muka kalian akan dipermalukan di hadapan massa, dan boleh jadi kepala masing-masing dari kalian akan digerogoti oleh kemurkaan yang tak lagi berperasaan.

Saya tidak mempunyai bukti yang kokoh. Saya tidak mempunyai retorika yang menggugah, terlebih argumen saya sepenuhnya berdasar oleh emosional yang menggebu-gebu selepas tuan mengucapkan saya tukang bohong.

Saya tidak punya akal, tuan-tuan, saya hanyalah tikus yang berkumis. Namun, tuan-tuan, kumis saya, istri saya, dan anak-anak saya itu begitu sensitif. Setiap hari kami jadikan kumis sebagai kompas yang memberikan navigasi kepada makanan-makanan, begitupun dalam kasus persidangan ini pun saya memakai kumis.

Dan, tuan-tuan tahu apa yang selalu saya cium selama saya berada di sini?

Hanya kemunafikan.

*****

Editor: Moch Aldy MA

Nuzul Ilmiawan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email