Keruwetan Drama Minyak Goreng

Anisah Meidayanti

1 min read

Akhir tahun 2021 lalu, masyarakat dikagetkan dengan harga minyak goreng yang naik dua kali lipat dari harga sebelumnya. Hingga saat ini, memasuki akhir bulan Februari 2022, drama minyak goreng belum juga usai. Produsen, pedagang dan konsumen minyak goreng dibuat bingung. Penjual makanan dan para ibu-bapak hingga balita ikut berlarian, berebut dan sikut-sikutan demi mendapat minyak goreng. Belum lagi isu penimbunan,dan penipuan yang telah memakan banyak korban. Layaknya bola salju yang menggelinding makin besar, upaya pemerintah khususnya Kementerian Perdagangan (Kemendag) malah menimbulkan kebingungan dan kepanikan masyarakat baik dari sisi produsen, pelaku industri hingga dapur rumah tangga.

Pada bulan-bulan berikutnya tersingkap bahwa produsen-produsen besar minyak goreng menahan, menimbun atau menyembunyikan jutaan liter minyak goreng di gudang-gudang mereka. Anak perusahaan konglomerat Salim Group, misalnya, kedapatan menyembunyikan 1.1 juta liter minyak goreng di salah satu gudangnya di Deli Serdang, Sumatra Utara.

 

Baca Editorial: Like Cooking Oil, Government Disappears

Awal tahun lalu, tepatnya 19 Januari 2022, Kemendag mengeluarkan kebijakan satu harga minyak goreng subsidi dengan harga eceran tertinggi (HET) sebesar 14 ribu rupiah. Penetapan harga tersebut sedikit melegakan. Namun, realitas di lapangan tidak terselesaikan dengan mudah sesuai kebijakan yang telah ditetapkan. Yang terjadi usai kebijakan itu adalah stok minyak subsidi yang terbatas, bahkan nihil, dan harga minyak goreng yang tidak merata di pasaran.

Kala itu, ibu saya sebagai pedagang sembako dan juga beberapa produsen minyak goreng mengeluh dengan harga yang seketika, ujug-ujug dan mendadak turun. Sedangkan stok minyak goreng sebelumnya masih dikulak dengan harga tinggi dan tidak bisa di-return. Seolah hanya kebijakan administratif tanpa melihat kenyataan yang kondisinya sudah makin parah. Tidak sinkron dan komprehensifnya komunikasi pemerintah dengan produsen dan publik secara luas menjadi penyebab segala drama minyak goreng yang hingga saat ini belum usai

Komunikasi Ruwet

Di situs pusat informasi harga pangan strategis nasional (PIHPS) yang dikelola oleh Bank Indonesia, harga minyak goreng di tiap provinsi  tidak menampilkan harga yang seragam sesuai yang ditetapkan oleh pemerintah. Misalnya saja harga minyak goreng di provinsi Jambi dengan jenis pasar tradisional pada tanggal 22-02-22 seharga 13.850 rupiah. Sedangkan di provinsi Sumatera Barat mencapai harga Rp. 15.750.

Saat terjadi inflasi komoditas, koordinasi antar lembaga pemerintah hingga antara pemerintah pusat dan daerah perlu dilakukan secara komprehensif. Kenaikan harga minyak goreng hingga berbuntut pada masalah kelangkaan stok mengingatkan bagaimana pola komunikasi pemerintah yang berjalan saat isu Bahan Bakar Minyak (BBM) naik dan menimbulkan kehebohan berbentuk perlawanan publik pada tahun 2012 lalu. Saat itu, pengumuman harga BBM naik yang telah menimbulkan kehebohan seketika dibatalkan dengan alasan pihak produsen tidak siap. Peristiwa itu, menimbulkan reaksi publik dan menunjukkan adanya masalah koordinasi dan komunikasi antar instansi pemerintah dalam pengambilan keputusan. Sehingga komunikasi berjalan parsial tidak menyeluruh alias komprehensif tanpa adanya model komunikasi yang direncanakan dan ditetapkan.

Perencanaan kebijakan pemerintah yang seharusnya efektif dan efisien bagi seluruh pihak tidak nampak sebagai solusi atas drama minyak goreng yang hingga saat ini masih berlanjut. Dalam teori strukturiasi Giddens, penguasaan agen (dalam hal ini para penentu keputusan) terhadap sumber daya membentuk rutinisasi hingga menjadi struktur untuk kalangan sendiri. Kebijakan pemerintah menyoal minyak goreng bisa dikatakan hanya sekedar rutinitas birokrasi bukan untuk layanan publik. 

Pemerintah perlu melakukan tindakan perencanaan program komunikasi secara lebih luas dengan melibatkan publik mulai produsen hingga perorangan secara terbuka dan transparan. Bukan hanya untuk kepentingan birokrasi asal sidak sana sini, seolah biar kelihatan kerja. Kalau boleh saran, biar lebih dramatis sekalian saja ikutan antre bawa anak, rebutan, sikut-sikutan demi 1L minyak goreng, Pak/Bu!

Anisah Meidayanti

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email