Saya pernah mendampingi Pak SBY saat melakukan kunjungan kerja ke Timor-Leste. Pada tahun 2012, beliau diundang untuk menghadiri perayaan 10 tahun kemerdekaan Timor-Leste. Ketika mendarat di Dili, dari bandara, tempat pertama yang ia kunjungi adalah makam pahlawan Timor-Leste, dan bukan Taman Makam Pahlawan Seroja. Hal itu ia lakukan secara mendadak tanpa ada acara protokoler kenegaraan yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Selesai dari makam pahlawan Timor-Leste, baru kemudian dia menuju Taman Makam Pahlawan Seroja, tempat pemakaman tentara Indonesia yang meninggal dalam operasi di Timor Timur sejak tahun 1975-1999. Kunjungan mendadak SBY itu membuat warga Timor-Leste simpati. Ketika SBY datang, awalnya dia khawatir, sebab ketika ia dan rombongan tiba, di pemakaman itu ada masyarakat yang juga sedang berziarah. Dalam pikiran SBY saat itu, yang kemudian ia sampaikan ke saya dan yang lain, mestinya warga Timor-Leste itu dendam atau marah kepada SBY, sebab jenazah-jenazah yang dimakamkan di pemakaman itu adalah manusia-manusia yang merupakan anggota keluarga mereka yang mati terbunuh oleh TNI dalam konflik vertikal yang berlangsung selama 25 tahun tersebut.
Tapi yang terjadi saat itu malah sebaliknya. Mereka malah datang mendekat ke SBY. Mereka malah memotret dan berfoto dengan SBY dan ibu Ani. Sesuatu hal yang luar biasa dan di luar perkiraannya. Selesai berziarah ke makam pahlawan Timor-Leste, kemudian SBY dan rombongan dengan berjalan kaki, mereka berjalan ke Taman Makam Pahlawan Seroja yang berjarak 200 meter dari makam tersebut.
Di perayaan 10 tahun kemerdekaan Timor-Leste itu, kepala negara yang datang selain SBY–sebagai tamu kehormatan adalah Presiden Portugal dan juga Gubernur Australia. Ketika diumumkan kedatangan Gubernur Australia yang mewakili Australia, tamu-tamu yang hadir hanya diam saja, tidak ada tepuk tangan. Ketika diumumkan presiden Portugal juga sama, tidak ada sambutan yang berarti. Tetapi ketika diumumkan nama Presiden SBY, Presiden Indonesia, semua orang standing ovation dan hal itu berlangsung lama. Momen sambutan yang amat antusias tersebut memperlihatkan bahwa cara SBY dalam melakukan pendekatan dan mengakhiri dendam kesumat antara dua negara tersebut berlangsung sukses dan berdampak positif terhadap hubungan kedua negara yang saling bertetangga tersebut.
Kesantunan SBY dalam membangun hubungan baik dengan Timor-Leste juga terlihat ketika Xanana Gusmao datang menjumpai SBY di akhir masa pemerintahannya. Saat itu, ketika bertemu dengan SBY, Xanana menangis. “Saya khawatir seandainya nanti Pak SBY tidak lagi menjadi presiden, perhatian Indonesia ke Timor-Leste masih ada atau tidak. Saya tidak punya teman lagi,” ungkap Xanana sambil menangis.
Baca juga:
Hubungan Xanana dan SBY tak hanya berbasis hubungan diplomatik dua kepala negara yang sifatnya seremonial, tapi lebih dari itu. Keduanya adalah orang yang pernah secara bersama-sama terlibat konfrontasi bersenjata di Timor Timur. SBY mewakili tentara Indonesia yaitu ABRI, dan Xanana adalah pemimpinan geriliawan Fretilin yang menjadi ujung tombak perlawanan bersenjata masyarakat Timor Timur, sebelum akhirnya ditangkap dan kemudian dihukum penjara. Selain itu, niat Xanana dalam mengupayakan agar Timor-Leste menjadi bagian dari ASEAN juga disambut baik oleh SBY. SBY memiliki peran sentral dalam mengupayakan Timor-Leste masuk dan menjadi bagian dari ASEAN. Tapi sayangnya salah satu negara anggota ASEAN, yaitu Singapura, merasa keberatan dan menolak sehingga upaya tersebut hingga kini belum membuahkan hasil.
Kedekatan SBY dan Xanana tidak hanya terlihat ketika mereka bertemu saat masa jabatan SBY akan berakhir. Tapi juga terlihat ketika ibu Ani sakit dan di rawat di Singapura pada tahun 2019. Dalam kondisi kesehatan ibu Ani yang semakin mengkhawatirkan tersebut, saat itu Xanana datang membesuk ibu Ani, istri sahabatnya, dan di momen itu ia kembali menangis sembari memeluk SBY dan Agus Yudhoyono, putra tertua SBY.