Mahasiswa STAIN Mandailing Natal

Kenaikan Harga BBM: Bukti Ketidakbijaksanaan Pemerintah

Farhan Donganta

2 min read

Di tengah kerapuhan daya beli masyarakat pasca krisis pandemi Covid-19, pada 3 September yang lalu, pemerintah melalui Menteri ESDM dengan teganya menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) baik subsidi maupun nonsubsidi. Kebijakan ini tentu memunculkan pertanyaan: untuk apa dan siapa kenaikan harga BBM ini?

Jika dikatakan ini untuk kepentingan rakyat, sudah seharusnya masyarakat senang atas kebijakan ini. Akan tetapi yang terjadi adalah sebaliknya, kebijakan ini membuat kerusakan ekonomi pada setiap rumah tangga masyarakat.

Kebijakan yang Tidak Bijak

Jika memandang realita perekonomian masyarakat saat ini, kita dapat dengan mudah menyatakan bahwa kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM adalah kebijakan yang tidak bijak. Kita bisa menyatakan hal ini sebagai bukti konkret ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola negara.

Pasalnya, masyarakat saat ini sedang mencoba  bangkit secara mandiri dari hantaman keras krisis ekonomi usai badai pandemi Covid-19. Dari apa yang sedang terjadi saat ini, kita bisa melihat ada penyakit pada tubuh pemerintahan saat ini, yakni penyakit “ketidakbijaksanaan”.

Mengapa saya menyebut ketidakbijaksanaan sebagai penyakit pemerintah? Jika pemerintah bijaksana, tentu ia akan berpikir tentang bagaimana caranya memulihkan ekonomi masyarakat dari hantaman krisis yang terjadi beberapa waktu yang lalu.

Dan ketika kita mengingat kembali bagaimana cara pemerintah menghadapi pandemi, kita akan teringat kebijakan kusut yang menyulitkan rakyat, misalnya penolakan lockdown. Kebijakan tersebut memakan banyak korban. Tak hanya perihal jumlah korban jiwa, efeknya juga berimbas pada kemampuan ekonomi masyarakat. Banyak masyarakat miskin yang menjadi semakin miskin akibat kebijakan kusut tersebut.

Dan kebijakan kusut yang hampir sama kembali digunakan oleh pemerintah dalam menghadapi krisis energi dunia saat ini, yakni dengan cara menaikan harga BBM.

Baca juga:

Melalui kebijakan menaikkan harga BBM, kita dapat menemukan inkonsintensi pemerintah dalam menjalankan Pancasila sebagai pedoman. Selain itu, partai politik pendukung pemerintah juga terlihat menjadikan “wong cilik” sebagai bahan kampanye politik semata.

Mereka seolah tidak menyadari ulah mereka ini telah mengakibatkan masyarakat kecil semakin terkucilkan. Kenaikan BBM dapat membuat harga bahan-bahan pokok ikut naik atau semakin mahal. Dan hal ini akan berimbas pada pedagang, di mana bahan-bahan pokok yang akan diperjualbelikan menjadi sulit terjual karena harga yang semakin mahal.

Kondisi keuangan para konsumen pun akan terkena imbas dari kebijakan lucu ini. Bahan-bahan dapur di setiap rumah tangga akan semakin sedikit karena harga yang semakin mahal.

Kesejahteraan Hanya Sebatas Kata

Dari apa yang telah dijelaskan di atas, kita akan menemukan relasi ekonomi antara BBM dengan sembako. Pun, kita perlu mengingat sopir-sopir transportasi umum seperti sopir angkot, becak, dan ojek online maupun konvensional akan terkena imbas yang kurang lebih sama.

Dari hal ini kita dapat menyimpulkan bahwa kata “kesejahteraan” yang jika diucapkan oleh pemerintah hanyalah sebatas kata saja tanpa tindak lanjut.

Kejadian ini semakin janggal ketika pemerintah meminta salah satu SPBU swasta mengikuti kebijakan mereka untuk memahalkan tarif BBM yang diperjualbelikan SPBU swasta tersebut.

Hal ini akan berdampak pada sektor investasi yang bergerak di sektor energi, sebab akan memunculkan keengganan bagi para investor untuk berinvestasi di negara ini. Terkhususnya para investor yang bergerak di sektor energi.

Kita pun dapat melihat bahwa pemerintah seolah tidak memiliki akal sehat untuk berpikir ke depan, tentang bagaimana memajukan negeri ini di ranah energi.

Dan bisa saja ketidakbijaksanaan pemerintah dalam mengelola ekonomi serta energi di negeri ini akan menimbulkan demonstrasi besar-besaran oleh masyarakat kecil yang merasa semakin terkucilkan. Akibat dari kebijakan lucu ini, “crisis of confidence” terjadi pada tubuh pemerintah.

Apabila kebijakan untuk tetap menaikkan harga BBM ini dipertahankan, tidak ada lagi alasan untuk mempercayai pemerintah atau berpikir optimis bahwa kemajuan negeri ini ada di tangan pemerintah.

Farhan Donganta
Farhan Donganta Mahasiswa STAIN Mandailing Natal

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email