Kelompok Cipayung dan Ilusi Kebanggaan atas Senior Capres Cawapres

Imanuel Mahole

2 min read

Dalam situasi politik seperti sekarang ini, mengasosiasikan capres dan cawapres dengan ormas mahasiswa Kelompok Cipayung terasa begitu lucu. Kader Kelompok Cipayung yang terdiri dari lima organisasi mahasiswa seperti HMI, PMII, GMNI, PMKRI, dan GMKI kerap kali mengasosiasikan capres dan cawapres dengan latar belakang organisasi mahasiswa mereka. Misalnya Ganjar berasal dari GMNI, Mahfud dari HMI, Anies dari HMI, dan Cak Imin dari PMII.

Mengasosiasikan para capres dan cawapres dari organisasi-organisasi mahasiswa tersebut tampak menguntungkan bagi kader-kadernya. Misalnya mereka dapat mengklaim, berkat kaderisasi di dalam organisasinya, para kader dapat berada di puncak kekuasaan politik. Bagi mereka, mendistribusikan kader dalam arena politik formal adalah kesuksesan kaderisasi. Benarkah klaim demikian?

Baca juga:

Ilusi Kaderisasi

Klaim tersebut didasarkan pada ilusi bahwa para kader atau senior dapat menyelesaikan persoalan rakyat banyak. Faktanya, klaim tersebut nampak bertentangan dengan apa yang selama ini telah kader seniornya lakukan sebagai pejabat publik.

Benarkah kader yang juga senior mereka punya keberpihakan terhadap persoalan rakyat? Untuk mengukurnya, sederhana saja. Dari capres dan cawapres tersebut, apakah ia dan partainya setuju dengan UU Cipta Kerja yang tidak memberikan kepastian kerja para buruh? Apakah ia memikirkan penghitungan upah minimum yang tidak memperhatikan kelayakan hidup? Hal ini penting ditanyakan, setidaknya dengan alasan bahwa kader-kader Cipayung yang tidak memiliki keistimewahan ekonomi akan menjadi tenaga kerja di pasar tenaga kerja yang serba tidak pasti.

Dengan alasan demikian, apakah sikap para kader Cipayung yang mengidolakan senior mereka sebagai capres dan cawapres yang tidak memiliki kejelasan sikap soal kondisi kerja dapat dibenarkan? Jangan-jangan sikap mengidolakan kader senior yang juga capres cawapres itu merupakan sikap ilusif berkat kebanggaan tanpa rasionalitas?

Meski demikian, masih banyak kader-kader Cipayung kritis yang tidak sibuk mengidolakan seniornya masing-masing, yaitu mereka yang masih memperjuangkan perampasan ruang hidup di Rempang, Dago Elos, Barabaraya, Kalasey Dua, dan tempat-tempat yang menjadi titik keserakahan penguasa.

Para kader di Kelompok Cipayung harus berhenti menaruh sikap pengidolaan terhadap seniornya yang menjadi capres dan cawapres, apalagi menormalisasi tindakan brutal para senior.

Kejelasan Sikap Senior Soal Keadilan Sosial

Daripadi mengidolakan secara buta, anggota Kelompok Cipayung lebih baik mengguggat sejauh mana kejelasan sikap senior mereka yang mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden. Misalnya mengenai jaminan atas keamanan dan kesejahteraan dalam hubungan kerja sehingga keadilan sosial dapat dipenuhi.

Jika hal-hal sederhana di atas tidak diajukan oleh kader-kader Cipayung sebagai bahan gugatan kepada seniornya, hal ini patut dianggap sebagai titik krisis kaderisasi bagi berbagai organisasi Cipayung.

Contoh keadilan sosial yang seharusnya menjadi gugatan kader-kader Cipayung kepada seniornya antara lain bagaimana “kanda-kanda” bersikap terhadap ratusan aduan mahasiwa perihal mahalnya UKT atau uang pangkal di universitas-universitas di Indonesia.

Capres dan cawapres, jika memang betul masih punya semangat ideologi yang sama seperti ketika berorganisasi di kampus masing-masing, harus memiliki kejelasan sikap atas kebijakan neoliberalisasi pendidikan tinggi yang membuat para juniornya sulit membayar biaya kuliah, sehingga banyak yang putus kuliah bahkan pasrah dan memilih mengakhiri hidup.

Runtuhnya Semangat Ideologis Senior

Sewaktu berada di rumah ideologisnya masing-masing saat kuliah, capres dan cawapres sebagai senior tentu diajarkan tentang pentingnya membebaskan rakyat miskin dari belenggu ketertindasan. Harusnya ini menjadi semangat ideologis yang terus mereka pegang.

Baca juga:

Akan tetapi, ketika masuk dalam politik praktis, semangat ini kalah saing dengan kepentingan elektoral yang hanya mempertimbangkan untung rugi dalam hal keterpilihan. Hal ini karena mereka diusung oleh partai-partai politik koalisi yang sifatnya predatoris. Dengan kata lain, penentuan mereka sebagai capres dan cawapres ditentukan melalui konsolidasi para elite.

Mereka tentu tidak diusung oleh koalisi Kelompok Cipayung, sehingga mengasosiasikan mereka dengan latar belakang Kelompok Cipayung tidak mempunyai korelasi. Kelompok Cipayung hanya remah-remah, jika tidak mau menyebutnya sebagai butiran debu.

Oleh karena itu, mengharapkan semangat ideologis berdasarkan warna organisasi adalah pengharapan yang kosong. Hal yang muncul justru adalah semangat bagi-bagi kekuasaan antar elite partai pengusung. Malahan, biasanya kader-kadaer Cipayung yang memiliki semangat ideologi berbeda-beda, ketika masuk partai politik, seolah-olah tidak memiliki pembedaan ideologis. Ideologinya menjadi satu, yaitu bagaimana berkuasa dengan berbagai cara.

Tidak mengherankan, jika idealisme yang telah dipupuk sejak menceburkan diri dalam organisasi Cipayung dipinggirkan bahkan lenyap ketika bertemu dengan kesepakatan-kesepakatan politik praktis yang dilakoni para oligark.

Penyalur Tenaga Kerja

Kita semua tahu hadirnya Kelompok Cipayung pada umumnya berangkat dari perjuangan-perjuangan kelas yang tertindas, entah dengan pendekatan nasionalis maupun religius. Namun, saat ini keadaan Kelompok Cipayung begitu mengkhawatirkan. Perjuangan atas ide dan aksi perlawanan memudar dan berganti menjadi penyalur tenaga kerja. Mengapa dikatakan menjadi penyalur tenaga kerja? Karena semuanya berbondong-bondong mencari kerja melalui relasi patronase dengan senior-senior mapan.

Oleh karena itu, tidak mengherankan jika pelabelan para capres dan cawapres sebagai bagian dari kader Kelompok Cipayung dicurigai sebagai agenda untuk mendapatkan pekerjaan imbas dari ketiadaan lapangan kerja layak. Syukurlah apabila itu dilakukan sesuai kompetensi dan keahlian, tapi kalau itu dilakukan hanya atas dasar bagian dari kelompok, kondisi ini patut dikhawatirkan.

 

Editor: Prihandini N

Imanuel Mahole

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email