Dalam buku Sex, Time and Power, Leonard Shlain menjelaskan bahwa salah satu faktor terbesar penyebab kematian ibu dan anak adalah proses kelahiran. Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia menunjukkan angka kematian ibu mencapai 6.856 jiwa pada tahun 2021. Hal ini mengejutkan dan ironis karena proses kelahiran sering kali dirayakan sebagai kemunculan kehidupan baru.
Baca juga:
Manusia adalah satu-satunya spesies yang kesulitan membesarkan anak-anaknya sekaligus satu-satunya spesies yang membutuhkan bantuan ketika melahirkan bayinya. Sangat disayangkan, dalam pemikiran patriarkis, perempuan yang hamil tidak dianggap sedang berjuang. Mengutip Simone de Beauvoir dalam buku The Second Sex, “Kelahiran dianggap sebagai sebuah fase yang harusnya terjadi dan tujuan mengapa perempuan diciptakan, bukan sebuah pilihan.”
Dengan kata lain, rangkaian pengalaman hamil hingga melahirkan yang penuh risiko hanya dianggap sebagai sesuatu yang sudah seharusnya terjadi sehingga tidak perlu mendapat perhatian khusus. Alhasil, risiko fatal seperti kematian atau cacat fisik yang mengancam perempuan yang hamil dan melahirkan demi menjamin keberlanjutan manusia di masa depan dianggap nihil.
Mengandung selama sembilan bulan adalah pekerjaan yang selain penuh risiko jugalah melelahkan. Perempuan hamil yang memiliki riwayat kadar vitamin E rendah akan craving atau menginginkan makan-minum yang manis-manis. Leonard Shlain dalam Sex, Time and Power How Women’s Sexuality Shaped Human Evolution menjelaskan bahwa kekurangan vitamin E pada perempuan hamil ini akan memengaruhi IQ bayi yang lahir bila tidak terdeteksi dan mendapat intervensi pemenuhan nutrisi hingga waktu kelahiran.
Ironisnya, dalam kasus kehamilan dan kelahiran berisiko, masih ada laki-laki dan keluarga yang memilih menyelamatkan bayi tanpa memperdulikan ibu yang keselamatannya terancam. Padahal, setelahnya ada banyak persoalan menanti. Misalnya, bagaimana suami—yang terbiasa tidak melakukan pekerjaan domestik karena besar di lingkungan patriarkis—bisa mengurus bayi baru lahir sendirian? Mungkin memang ada opsi ibu sambung atau donor asi. Namun, menjadikan opsi-opsi ini yang utama, alih-alih keputusan ketika sudah sangat kepepet bukankah seakan menginjak-injak perjuangan si ibu?
Perempuan yang hamil dan melahirkan mengalami perubahan penampilan fisik yang signifikan. Selulit di mana-mana, perut membuncit, belum lagi gejolak hormon yang bisa memicu timbulnya jerawat dan kulit sensitif. Sudah begitu, perempuan masih juga dituntut untuk bisa menyenangkan suami. Ketika perempuan menghadapi baby blues pun, lingkungan sekitar bukannya membantu dan justru menambah tekanan yang tak perlu. Horor berbagai risiko kesehatan dan intimidasi dari orang-orang terdekat bahkan masih menghantui perempuan pasca melahirkan!
Baca juga:
Maka dari itu, keputusan untuk hamil dan memiliki anak hendaknya diserahkan sepenuhnya kepada perempuan. Perempuanlah yang bertaruh nyawa untuk sebuah siklus biologis yang pada akhirnya menciptakan cetak biru pasangan yang menentukan keberlangsungan spesies kita. Laki-laki sudah semestinya memberi dukungan kepada ibu dan membantu ibu untuk bangkit kembali ketika buah hati yang mereka idam-idamkan ternyata tidak bisa bertahan di dunia.
Editor: Emma Amelia