Feminis adalah perempuan-perempuan kesepian yang tidak punya pasangan. Feminisme hanya untuk perempuan. Feminis membenci laki-laki dan tidak suka bercanda. Feminisme tidak peduli dengan persoalan laki-laki. Feminisme adalah lesbian dan bertujuan mendominasi laki-laki. Itu semua hanya sebagian contoh dari stigma dan kesalahpahaman tentang feminisme hingga hari ini.
Feminisme adalah pemikiran dan gerakan yang menuntut pemikiran ulang terhadap perempuan. Feminisme menolak pembedaan laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan secara sosial budaya, dan bahwa persoalan perempuan dalam ruang privat juga merupakan isu politik. Bukan sekadar “perilaku”, melainkan sebagai reaksi atas ketidakadilan dan ketidaksetaraan. Perbedaan gender menjadi alat analisis dalam memahami situasi sosial. Setiap feminis memiliki pendekatan yang berbeda atas isu, masalah, serta subjektivitas pemikiran.
Baca juga Ketika Aktivis adalah Pelaku Kekerasan terhadap Perempuan
Pergulatan perempuan mencapai kesetaraan terjadi sepanjang sejarah. Dalam perjalanan itu, feminisme sebagai sebuah cara pandang dan dasar gerakan terus mengalami perubahan, penyesuaian, dan perkembangan. Saat ini, kita telah tiba pada feminisme gelombang ketiga.
Gelombang pertama muncul di abad ke-19 hingga awal abad ke-20 yang berfokus pada hak perempuan untuk memilih, kesamaan bagi perempuan dan laki-laki di ruang publik, termasuk mempromosikan kontrak dan hak milik yang setara, menentang kepemilikan perempuan atas nama pernikahan. Feminisme gelombang pertama Amerika berakhir dengan pengesahan amandemen ke-19 Konstitusi Amerika Serikat pada tahun 1919 yang memberikan hak suara kepada perempuan.
Kemudian, gelombang kedua mengidentifikasi periode aktivitas feminis dari awal 1960-an hingga akhir 1980-an. Pada gelombang ini, gerakan pembebasan perempuan untuk persamaan hak hukum dan sosial menjadi acuan. Gelombang ini juga berfokus pada masalah kesetaraan dan diskriminasi. The Personal is Political adalah slogan untuk mengidentifikasi ketidaksetaraan budaya, dan politik perempuan sebagai hal yang terkait erat. Serta mendorong perempuan untuk memahami bagaimana kehidupan pribadi mereka mencerminkan struktur kekuasaan seksis.
Selanjutnya, gelombang ketiga, atau yang kita sebut sebagai postfeminisme. Aliran ini dimulai pada tahun 1980, sampai sekarang. Feminisme gelombang ketiga berusaha untuk menantang definisi feminitas yang tumbuh dari ide gelombang kedua, dengan alasan bahwa gelombang kedua terlalu menekankan pengalaman perempuan kelas menengah atas. Gelombang ini melihat perempuan sebagai titik temu yang menunjukkan bagaimana ras, etnis, kelas, agama, jenis kelamin, dan kebangsaan adalah faktor paling penting untuk membahas feminisme.
Ragam Feminisme
Setidaknya, ada kurang lebih delapan aliran dengan cara pandang yang sudah tentu berbeda. Pertama, Feminisme Liberal, hak adalah kata kunci dari aliran ini. Kemudian aliran ini dibagi menjadi dua bagian, feminisme liberal klasik, baginya, negara diharapkan melindungi hak sipil dan dalam pasar bebas ada kesempatan sama untuk mengakumulasikan keuntungan. Dan, liberal egalitarian, peran negara yang ideal terfokus pada keadilan ekonomi bukan kebebasan sipil. Setiap orang yang masuk ke pasar ada perbedaan besar antara yang sudah punya keuntungan dengan yang belum. Ada ketimpangan – tidak dapat dikurangi kepada mekanisme pasar. Pasar justru memperparah ketimpangan. Mary Wollstonescraft, John Stuart Mill, Harriet Taylor, dan Betty Friedan adalah tokoh-tokoh dalam aliran ini.
Kedua, Feminisme Radikal, seperti Feminisme Liberal, aliran ini juga dibagi menjadi dua yaitu, radikal libertarian dan radikal kultural. Bagi aliran ini, Personal is Political – tubuh perempuan ditindas dalam sistem patriarki. Kate Millett, Catherine Mackinnon, dan Mary Daly adalah tokoh-tokoh dalam aliran ini.
Feminisme Marxis-Sosialis adalah aliran ketiga. Juliet Mitchell, Heidi Hartman, Clara Zetkin, ketiganya adalah tokoh dalam aliran ini. Pada intinya, persoalan kelas, seksisme, dan hak kerja merupakan fokus dari aliran ini. Aliran yang berangkat dari tubuh perempuan yang kemudian dijadikan komoditas. Serta melekatnya penindasan ditiap kelas masyarakat – seksisme.
Baca juga: Perempuan Penjaga yang Dibisukan
Dalam gelombang awal, Feminisme Psikoanalisis merupakan perlawanan atas tokoh Psikoanalis, Sigmund Freud, yang mengatakan bahwa perempuan mengalami penis envy, iri terhadap laki-laki oleh karena perempuan tidak memiliki penis. Kemudian di gelombang posmodern, bahasa dan kesadaran psikis perempuan adalah masalah di aliran ini yang berangkat dari teori lacan. Tokoh-tokohnya adalah Karen Horney, Nancy Chodorow, Dinnerstein, Luce Irigaray, dan Julia Kristeva.
Pilihan dan subjek otentik perempuan – Feminisme Eksistensialis adalah aliran yang begitu mendukung perempuan untuk bebas mendefinisikan makna keberadaan. Simone de Beuvoir, pemikir feminisme esksistensialis menyatakan bahwa perempuan dijadikan sebagai identitas berdasarkan pemahaman gender. Perempuan harus mendapatkan dukungan untuk mandiri merebut kembali pilihannya.
Selanjutnya, Feminisme Postmodern mengedepankan feminine writing sebab salah satu sumber opresi terhadap perempuan adalah bahasa – dekonstruksi dan pemaknaan. Karena persoalan bahasa memengaruhi pola pikiran. Helene Cixous dan Judith Butler adalah tokoh feminisme postmodern.
Kemudian, Feminisme Multikulturalisme dan Feminisme Global, bahwa etika kepedulian sebagai basis pendekatan isu; pengalaman menjadi pengetahuan; persoalan ras dan perempuan tidak dapat dipisahkan. Susan Moller Okin dan Gayatri Spivak menjadi tokoh dalam aliran ini.
Dan, yang terakhir adalah Ekofeminisme. Aliran ini ditokohkan oleh Vandana Shiva dan Maria Mies. Bagaimana kemudian hubungan alam dan perempuan. Negara menjadi simbol patriarkal yang menindas alam.
Dengan mempelajari apa itu feminisme, kamu tidak akan sekadar ikut-ikutan membenci feminisme tanpa memahaminya.