Kabar Kematian Hari Ini
: untuk I
Dan lelaki Lazuli itu pergi,
mewariskan busur panah yang semula tertancap lekat di pusat hatinya.
Sementara detak jantungku empunya, diculik dan dibawanya serta.
“Ambil sakaratul itu. Kecup. Kecup dan pagut di sana.”
Merah delima bibirnya,
riang riuh kepalanya,
igau-bianglala hatinya,
mampus tewas tanpa nama.
Dan kita sama-sama kehilangan nyawa.
Dan kita sama-sama kehilangan nyawa.
Tingallah Engkau di Dadaku
Malam ini bulan telanjang di matamu
menggugu; merindu
menyelak air mata yang menetes pada pangkal pahamu.
Siapa yang sengaja menaruhmu di situ?
Daun kuping juga jendela kamarku yang layu,
dicecap, diusap, sepasang bibir pucat milikmu;
Aku mengadu.
Dan sebotol anggur telah raib dimakan waktu
juga namamu;
membelah kejahatan kala kubuka kancing bajumu.
Dan kekasihku,
mengapa masih kau masalahkan perolehan kalahmu?
Biar kuberi kau tahu,
persoalan hanya dilahirkan oleh kepalamu yang berhantu.
Maka,
lekas tinggallah engkau di dadaku.
Karena sungguh,
Telah kukuburkan sakitmu pada
pelataran payudaraku.
Misalnya Saja Kau Merindukanku
: juga untuk I
Sebelum benar-benar purna,
kuambil gemintang yang turun dari keningmu.
Kira-kira empat purnama dari sekarang,
kutakar hatimu akan turut ikut mengerang.
Dan tahulah kita,
bahwa rindu hanya memiliki dua paras;
datang untuk kembali,
kembali untuk tidak datang lagi.
Entah mana yang lebih kuat:
Hatimu,
Atau dustamu yang kau bawa selalu.
Selalu.
Pada Hitungan Ketiga
Pada hitungan ke tiga,
soneta itu menyala juga.
Diam-diam ia riuh,
lebam-redam ketika bertaruh.
Ingin ia jahit kedua kuping yang ia pinjam
dari seorang remaja yang kemarin
tertangkap basah tengah meniduri kata-kata.
Matanya bising, tidak mampu ia menerka-nerka.
Suara-suara hanya pertanda bagi ia yang berhasil lolos dari kehilangan yang maha.
“Tidak ada nasib baik bagi mereka: pemahat luka. Sebab cinta, adalah nisbi yang paling niscaya bentuknya.”
Hilang yang mana,
dan hilang yang entah berupa apa.
Tetapi, ternyata;
Mau tak mau ia mati juga.
Kita Sama-Sama Berduka
Ingin kucuri dekapmu dalam kesepian yang runyam.
Boleh jadi kita berciuman, boleh jadi kita bertautan;
Mengadu jahanam—
Mengadu semua kekalahan.
Sedang lebam di pundakmu ingin segera dimandikan.
Pada aku yang luka-luka,
pada aku yang juga berduka.