Jogja dan Tumpangan Pulang dan Puisi Lainnya

Raisa Rahima

1 min read

(1). Jogja dan Tumpangan Pulang

Jogja, aku ingat sekali pertama kali pergi ke Cubic
Aku diminta datang pada suatu pesta
Di gang depan kos, sebelum lampu Gocar menerangi aspal
Aku menurunkan rok pendek yang dipesankan seorang teman untuk dipakai
Di telpon, dia teriak,
Jagger ini disisakan untukmu supaya kamu punya tumpangan pulang.

(2)
Jogja, aku ingat malam-malam mencari tumpangan lainnya
Seperti di acara ulang tahun Vania, menunggu jemputan mantanku yang 11km dari Plat
Dia mengerti bar ini terlalu jauh

Seseorang dengan sepatu new balance menghampiriku, aku lupa siapa
Dia menawarkan tumpangan, badannya menguarkan bau vodka, dan vape murah
Tapi mantanku itu penyair, dia pasti tidak keberatan
Dia pasti sedang bersama perempuan lain di pameran pribadinya.

(3)
Jogja, aku ingat tumpangan-tumpangan gratis lainnya
Seperti di Selasar, setelah mendebatkan Tuhan
Mencatat persamaan untuk memungkinkan eksistensinya
Tiba-tiba kami ini intelektual raksasa dari Wina
Apa persamaan untuk membuat hidup masuk akal, Jogja?

Sore itu aku diantar pulang seorang teman
Gojek sudah terlalu mahal.

(4)
Jogja, aku ingat hari-hari kuliah
Aku ingat percakapan logikawan dan penyair  berdebat memaknai “belalang”,
Aku ingat membaca tulisan-tulisan dosenku menyerang dosa intelektual sang seniman agung Jakarta
Aku ingat menguping orang-orang Partai kampus
Kau menyalakan rokokku tiap kali aku menulis tugas dengan diksi “menjangkarkan”

Tapi sekarang kau sudah tidak di sini, Jogja
Siapa yang akan menyalakan rokok ini?

(5)
Jogja, aku mengerti aku harus dewasa
Tapi aku lelah
Sudah tidak ada Jagger gratis, orang-orang lambat laun pergi
Aku tidak membawa masa kecilku dari Palembang, Jogja;
Aku tidak punya masa kecil
Aku mengerti bagimu aku masih muda
Tapi aku rindu berbaring di sampingmu;
Aku rindu bersender pada lorong sepi gang kancil, aku rindu mendapatimu mencium punggungku
Dengarkan aku ketika pesan ini sampai di terminal Congcat.

(6)
Jogja, aku bukanlah seorang intelektual
Aku ingat hari-hari membawaku pada panggung untuk membicarakan Sains
Aku ingat kopi yang dibayar Naufal

Jogja, bawa aku pulang sekarang…
Aku tidak pernah ingin melanjutkan semua ini
Aku mengerti Sleman adalah orang yang sibuk
Tapi aku ini kekasihmu.

(7)
Jogja, aku ingat tersesat suatu malam di pertengahan libur semester
Aku mengerti kau ingin membesarkanku menjadi perempuan karir,
Seperti perempuan-perempuan lain yang kau pelihara di sini
Dengan kalung berbandul kebanggaan, dengan kemeja rapih seorang korporat.

Jogja, aku ini bukan orang yang tegas
Aku mengerti banyak orang yang kau besarkan
Melalui linked-in
Melalui instagram
Mereka membutuhkanmu, Jogja
Tapi berjanjilah kau masih di sini memberikanku tumpangan pulang
Aku masih kekasihmu, aku takut.

(9)
Jogja, kau pasti ingat Dennett…
Aku bertemu seseorang yang tekun membacanya. Kami jatuh cinta…

Aku masih tidak yakin untuk melanjutkan ini, Jogja
Tapi aku berjanji akan bertanggung jawab untuk pulang dengan selamat

Aku tidak percaya pada waktu, Jogja
Tapi aku berjanji akan menemukan waktu yang hilang
Dengarkan aku ketika pesan ini sampai di terminal Congcat.

(8)
Jogja, aku ingat di Palembang harus menumpangi Gojek untuk pulang
Aku memang tidak punya Ayah
Tetapi sekali lagi, pada malam ketika aku sudah pergi
Ingat aku
Kembali-lah
Nyalakan kembali rokokku; aku masih bermalam di pundakmu, aku masih menulis

Aku masih kekasihmu.

*****

Editor: Moch Aldy MA

Raisa Rahima

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email