Perjalanan Hati
Musim semi
Aku menari
Syal ungu
Melayang lagu
Wangi tubuhmu
Bagai parfum
Pemicu racun
Penawar candu
Musim gugur
Daun jatuh
Seperti aku
Mati karenamu
–
Berpisah dengan Purnama
Purnama mengajariku tentang arti kesepian
Kala semua orang berpaling
Kala tiada sedikit pun suara bergemuruh
Kala yang tertinggal hanya tubuh berbalut kain tipis, tanpa pelukan, tanpa selimut
Purnama juga mengajariku tentang arti cinta
Perasaan bahagia, tertolak, juga disakiti
Purnama bilang, melepaskan akan mengusir masalah
pun tanpa ikhlas hati akan terus terikat
Purnama ingin aku menjadi diri sendiri
Saat semua orang kehilangan jati diri
Dia ingin aku belajar mengenali
Tanpanya, aku tidak akan tumbuh dewasa
Akarku tidak mungkin menguat
Purnama bilang, hidup adalah tentang pertemuan dan perpisahan
Ada waktu yang mengatur tentang suka dan duka
Ada matahari dan bulan yang mengenyahkan keadaan itu
Saat Purnama lenyap dari langit malamku
Aku tahu itulah terakhir kalinya aku merasai embus napasnya
Purnama menyisakan banyak kenangan dan ajaran
yang tersimpan di relung hati terdalam
–
Hantu Stasiun Kereta
Lantai terasa seperti ditapaki jejak sepatu usang
Padahal tidak ada sisa tanah membekas di sana
Setiap kali anak laki-laki itu memandang
Dia melihat pria berambut putih
berjalan mondar-mandir di sekitar lorong
Sibuk berpikir
Sibuk berbicara
Sibuk mencari
Setiap kali dia menunjuk pria tua itu, orang lain yang melihatnya
Berkata anak laki-laki itu gila
Menduga melihat ayahnya yang sudah lama mati
Terus merengek minta dibelikan mainan
disuapi makanan
dan dininabobokan
Tiap kali anak laki-laki itu melihat
pasangan ayah dan anak lain melintas di atas lantai yang dipijak ayahnya
Dia berubah kesal, iri, dan dengki
Katanya mengapa anak itu dipeluk dan dicium ayahnya
Suatu kali dia bermimpi
Tentang ayahnya yang melangkah turun
Meninggalkan lantai pemisah antara ruang tunggu dan rel kereta bawah tanah
Membiarkan diri ditabrak dan dilindas roda-roda raksasa
Bahkan tulangnya pun remuk
Si anak laki-laki terbangun
Berteriak seperti orang gila
Bertanya mengapa ayahnya bunuh diri padahal hanya dialah yang tersisa dari keluarganya
Apakah dia beban?
Apakah dia bebal?
Si anak meraung
Ingin naik ke pundak pria tua berambut putih
Digendong sebentar saja
Tapi semua orang bilang dia melihat hantu
–
Kunjungan Mantan
Kembalikan:
Pakaian yang kau pakai
Jam tangan yang kau kenakan
Cincin yang melingkar di jarimu
Kucing yang kutitipkan padamu
Tiket nonton yang pernah kita habiskan
Makanan yang pernah kubayar
Waktuku yang terkuras habis karenamu
Cinta yang pernah kau rasai, kembalikan
Aku ingin kau memahami
Cintaku yang kau khianati
Waktu senggangku yang kukorbankan
Makanan yang kubayar tapi kau gerutui tak enak
Film bioskop yang berputar tapi matamu tertutup
Kucing lugu nan manis tapi kau buang dia di jalan
Cincin yang kubeli dari gaji terakhirku
Jam tangan yang kupasang agar kau ingat waktu temu kita
Pakaian yang kuberi tapi kau tak sukai
Semua itu, tidak gratis
Aku datangi rumahmu
Melihatmu duduk di ruang tamu
Memasukkan keripik jagung ke mulut
Bersantai dan mengabaikan dering ponsel
Panggilanku yang disia-siakan
Ck!
Kalau memang itu maumu
Aku berasumsi kau tak menghargai niat tulusku
Kita memang berpisah, tapi utang belum lunas
Aku membawa segalon bensin
Cukup untuk membakar rumahmu dan seisinya
Kembalikan, atau kutawan jiwamu saja
–
Harta Berharga
Seperti dua mata uang berbeda sisi
Kita selalu bertolak belakang
Tak pernah berjalan seiringan
Sering berselisih paham dan berbeda pendapat
Hanya kadang-kadang saja aku merindukanmu
Aku teringat
Pertengkaran dan perdebatan yang terjadi setiap malam
Tangis dan tawa yang pernah ada
Hingga perpisahan pilu sebab pandangan kita berbeda
Andai saja kita sama-sama mengalah
Mungkin saat bertemu kita tak perlu membuang muka
Kata orang darah lebih kental dari persahabatan
Sekarang aku paham
Keluarga adalah harta terindah yang pernah dititipkan
Namun sekarang bayangmu saja tak lagi kutemukan
*****
Editor: Moch Aldy MA
One Reply to “Hantu Stasiun Kereta dan Puisi Lainnya”