I am a Dutch Literature student who fancy Gothic Fictions and everything horror that comes from it and after.

Genre Horor Tak Ada Matinya

Ficky Fadhilah

1 min read

Genre horor bangkit kembali dengan dobrakan dan citra baru beberapa tahun belakangan. Produk budaya dalam genre ini hadir dengan berbagai format yang terus beradaptasi dengan selera target pasarnya. Mulai dari fiksi mini yang dibagikan dalam bentuk utas di Twitter hingga adaptasi film dari fiksi mini tersebut. Di komunitas pembaca, karya-karya tulis bergenre horor juga kembali menjadi perbincangan dan bersirkulasi sebagai rekomendasi bacaan.

Selama beberapa dekade, genre horor menjadi sesuatu yang diminati, tetapi tidak memantik diskusi. Sebagai sebuah seni, genre horor kerap tidak diperhitungkan estetikanya. Produk budaya bergenre horor terkendala ketabuan dan kontroversi. Pasalnya, ketimbang menjual premis yang menarik dan menegangkan, karya-karya bergenre horor justru lebih memilih menjadikan pornografi dan objektifikasi seksual karakter-karakternya sebagai daya tarik utama. Tren horor “porno” ini berlangsung setidaknya sampai tahun 2000-an. Meskipun begitu, tidak bisa dielakkan bahwa ada juga karya horor yang berbelok dari stereotip itu, misalnya film Keramat (2009).

Walaupun sempat disikapi dengan skeptis, genre horor tidak pernah benar-benar surut. Popularitas karya-karya horor tidak pernah benar-benar menguap, apalagi hilang. Memang, beberapa kekosongan pernah terjadi dalam tahun-tahun tertentu. Akan tetapi, genre horor pada akhirnya selalu menjadi pilihan, baik untuk produser film atau penerbit sastra, dalam pencarian akan sesuatu yang baru. Tidak hanya itu, genre horor dalam bentuk film dan sastra juga saling berkesinambungan dan memengaruhi eksistensi satu sama lain.

Naiknya popularitas film horor akan mendorong lebih banyak penulisan sastra horor. Keberadaan sastra horor akan menjadi referensi dan bahan adaptasi baru untuk film horor. Misalnya, kesuksesan film Danur dan premis Danur Universe mendorong penulisnya, Risa Saraswati, untuk terus menuliskan karya baru dalam jagat horor yang ia tawarkan. Beberapa waktu kemudian, munculnya fiksi mini berjudul KKN di Desa Penari melalui laman Twitter berlanjut dengan kesuksesan adaptasi filmnya. Kesuksesan film KKN di Desa Penari mendorong pembuatan adaptasi film dari fiksi mini lain yang berjudul Sewu Dino. Tentu saja, fiksi mini akhirnya menjadi tren yang terus diproduksi untuk “menghantui” linimasa media sosial.

Dalam bentuknya masing-masing, film horor maupun sastra horor akan saling memengaruhi sesamanya. Kesuksesan yang diraih film Pengabdi Setan (2017) sebagai remake dari Pengabdi Setan (1980) sedikit banyak memantik tren pembuatan ulang film horor jadul. Salah satunya adalah film Ratu Ilmu Hitam (2019) yang merupakan remake dari film berjudul sama yang dibintangi Suzzanna yang pertama kali tayang di tahun 1981. Naiknya popularitas buku Sihir Perempuan karya Intan Paramaditha di kalangan komunitas pembaca memicu lebih banyak pencarian dan pembacaan akan karya sastra genre horor. Judul-judul yang sebelumnya hanya dikenal oleh lingkaran penikmat tertentu mulai banyak direkomendasikan hingga menjangkau pembaca dari kalangan yang lebih luas.

Melalui buku Philosophy of Horror or Paradoxes of The Heart, Noel Carroll menjelaskan bahwa ketahanan horor sebagai genre sudah ada dari masa ke masa. “Each time the health of the genre seems threatened, suddenly it would revive. The genre seems immensely resilient,” yang berarti setiap kali keselamatan genre (horor) terancam, dia akan tiba-tiba bangkit kembali. Genre horor kelihatannya sangat ulet; seperti yang tercermin dalam contoh-contoh yang telah disebutkan sebelumnya. Genre horor terus menemukan celah-celah untuk kembali naik ke puncak popularitas.

Pada setiap masanya, kemunculan sebuah karya yang groundbreaking tak pernah gagal membangkitkan kembali genre ini. Karya horor yang groundbreaking membuka jalan bagi karya-karya horor mendatang sekaligus memantik diskusi yang segar dan minat baru di kalangan penikmatnya. Tidak hanya itu, genre horor juga terus berkembang, bertumbuh, dan beradaptasi dengan para penggemarnya di tengah gencetan budaya media sosial, persaingan tren, hingga kritik. Genre horor tidak pernah mati.

 

Editor: Emma Amelia

Ficky Fadhilah
Ficky Fadhilah I am a Dutch Literature student who fancy Gothic Fictions and everything horror that comes from it and after.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email