mahasiswa biasa

Gadis Minimarket dan Sulitnya Menjadi Berbeda

Nurfikri Muharram

2 min read

Buku yang berjudul Gadis Minimarket (Convenience Store Woman) karya Sayaka Murata ini unik karena mengambil sudut pandang seorang perempuan pekerja paruh waktu di sebuah minimarket. Perempuan itu bernama Keiko Furukura. Usianya hampir mencapai kepala empat, belum menikah dan belum mendapat pekerjaan tetap. Kombinasi penderitaan yang sempurna untuk ukuran kenormalan dalam masyarakat.

“Apa itu kehidupan yang normal?” Pertanyaan inilah yang pasti ada saat membaca buku ini. Orang-orang yang ada di kehidupan Keiko memberikannya tekanan untuk hidup normal agar diterima oleh masyarakat.

Keiko memang berbeda sedari kecil. Saat masih di taman kanak-kanak, dia membawa seekor burung kecil yang telah mati ke ibunya, bukan untuk menguburkannya, tapi menyuruh ibunya membuat yakitori dari burung tersebut untuk makan malam. Dari sini kita sudah tahu bahwa memang ada sesuatu yang berbeda dari Keiko.

Kejadian lain terjadi saat Keiko masuk di sekolah dasar. Saat itu, ada dua murid laki-laki yang sedang berkelahi. Keiko yang berniat memisahkan mereka, memilih untuk mengambil sekop lalu memukul salah seorang dari mereka.

Sifat Keiko yang berbeda dari kebanyakan anak itu membuat kedua orangtuanya kecewa, tetapi tetap mencoba untuk menyayanginya. Keiko bertekad untuk tidak mengecewakan kedua orangtuanya dan akhirnya memilih untuk meniru orang lain serta berhenti mengambil tindakan sendiri.

Saat duduk di tingkat satu perkuliahan, Keiko memutuskan untuk mendaftar sebagai pekerja paruh waktu di Smile Mart, di Stasiun Hiromachi. Kedua orangtuanya senang melihatnya mulai berbaur di masyarakat. Keiko merasa terlahir kembali, bukan sebagai manusia, tapi sebagai pegawai minimarket.

Bekerja paruh waktu semasa kuliah adalah hal yang dianggap normal di masyarakat. Lagi-lagi, Keiko berbeda. Dia sudah bekerja 18 tahun di minimarket. Bisa dibilang hidupnya adalah minimarket itu sendiri. Keiko bahagia dengan kehidupan yang dijalaninya. Masyarakat tidak.

Keiko sering dihujani pertanyaan, “kapan menikah?”, “kapan punya pekerjaan tetap?”, dan sederet pertanyaan lainnya dari masyarakat yang tujuannya agar Keiko juga bisa memiliki kehidupan yang normal. Normal di sini adalah seragam dengan kehidupan masyarakat. Keiko tidak memahami mengapa masyarakat terus menuntutnya untuk segera menikah dan mendapatkan pekerjaan tetap.

Keiko bukannya tidak peduli dengan segala tuntutan yang mengarah pada dirinya. Jauh di lubuk hatinya, ada keinginan untuk ikut berbaur dalam masyarakat. Salah satu caranya adalah dengan menikah.

Keiko mengajak Shihara, mantan pegawai di minimarket tempatnya bekerja untuk tinggal bersama. Shihara memiliki masalah yang hampir sama dengan Keiko, yaitu merasa bahwa masyarakat mengasingkannya karena mereka berbeda. Hanya saja, Shihara memang seorang yang problematik, dirinya malas bekerja, memiliki utang sana-sini, dan selalu menuntut lebih. Berbeda dengan Keiko yang ulet dan giat.

Selama tinggal bersama Keiko, Shihara hanya menjadi benalu di kehidupan Keiko. Akan tetapi, Keiko merasa tidak masalah karena teman-teman dan adiknya senang karena berpikir akhirnya dia menemukan seseorang untuk dinikahi. Masalah selanjutnya muncul ketika identitasnya sebagai pegawai minimarket mulai terganggu dengan urusan pribadinya. Manajer dan rekan kerjanya lebih banyak membicarakan hubungannya dengan Shihara dibanding urusan pekerjaan. Keiko kehilangan dunia yang dicintainya. Merasa sudah tidak nyaman di minimarket, Keiko akhirnya memilih untuk mengundurkan diri. Keputusan yang tidak mudah mengingat dirinya sudah bekerja selama belasan tahun.

Keiko tidak yakin bisa menemukan pekerjaan lain. Shihara mendukung keputusannya dan membantu Keiko untuk mencari pekerjaan yang lain.

Setelah dua minggu berhenti bekerja, Keiko mendapat panggilan wawancara sebagai karyawan kontrak. Namun, dirinya tidak melakukan wawancara meski sudah sempat menunggu giliran. Penyebabnya tidak lain dan tidak bukan adalah minimarket. Awalnya, Keiko berniat ke toilet di sebuah minimarket, namun dirinya justru membantu menyusun produk di etalase menggunakan pengetahuannya selama menjadi pegawai sebelumnya. Dari sana, Keiko sadar bahwa naluri dan nuraninya tidak bisa meninggalkan minimarket. Dia batal mengikuti wawancara dan memilih melepaskan Shihara.

Pada akhirnya, setelah membaca buku ini, saya sadar bahwa norma-norma yang terbentuk di masyarakat sering membuat manusia merasa terkucilkan. Sulit untuk menjadi diri sendiri di tengah masyarakat yang mengutuk perbedaan. Keiko dan kita semua berhak menentukan jalan hidup masing-masing.

“Masyarakat tidak memperbolehkan adanya objek asing. Itulah yang membuatku menderita selama ini.” – Halaman. 88

Nurfikri Muharram
Nurfikri Muharram mahasiswa biasa

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email