teruslah mekar meskipun kau pernah layu

Fatum Brutum Amer-lagi dan Puisi Lainnya

Naufal Hilmi

2 min read

Jika Semua Terjadi

mengertilah dengan apa yang terjadi
berserah kepada hari-hari
di tangan dan di kaki
mau di mana letak berpijak
semoga kau mengerti

jika mencintaimu adalah lautan
ke mari, kita arungi dengan sampan
jika mencintaimu adalah daratan
ke mari, kita jelajahi semua jalan

petang ini tidurlah dengan mimpi
yang indah seperti pelangi
agar kau tak letih beranjak esok hari
agar apa yang kau dapat di esok pagi
bisa kau ucap terima kasih.

Warna—Wani

Di sebuah jam yang berdering tanpa pamrih, melempar buah zakar ke dalam mulut sapi, laki-laki, yang sudi dibui tujuh tahun oleh rintihan jeruji, suara-suara sepi yang mulai menerka dalam sebuah ilusi, kau tetap padamu negeri mengabdi di setiap kamis gerimis menepi.

Mana mungkin bangsa besar menaiki bendera setinggi angkasa, jika pemuda diam tanpa kata, nestapa, mengaduk semen penguasa di dalam secangkir bubur, direbut, direnggut, ditembaki rasa malu pertiwi, menangis—lah kartini.

Fatum Brutum Amer-lagi

Puan cepat kesini, ingin asa menggandeng tangan kecilmu
pelan-pelan dan perlahan saja kita menyusuri punggung bukit yang licin dan curam ini

Sebab kaki tak kuat lagi mengajakmu berlari-lari
berputar tujuh kali mengejar kupu-kupu emas kesukaanmu

Oh ya, semalam dalam sujud sholat tahajud
aku tidak lupa membawa doamu mengetuk pintu langit agar terbuka lebar melihat cakrawala yang mungkin nanti akan mempertemukan kita lagi (kembali)

Jangan khawatir puan, di lensa kameramu kala itu telah kutitip beberapa wajah menyebalkanku, yang mungkin kau akan ingat suatu saat, kemudian ada anak kecil yang diam-diam memperhatikanmu, lalu berkata: “aku mulai mencintaimu”

Yang menangis di pojok bangku alexis, bergoyang ria di bawah bendera partai, mencoba mengais sisa makan cukong-cukong kotor di kantor, untuk sisa-sisa kebahagiaan sebutir nasi, lantas teriak kebebasan berpoligami, sial, bebas hanya sebatas hasrat selangkangan di balik celana dalam

Kesetiaan menjadi emas di Papua yang direnggut, Eropa menari bersama selir-selir pribumi, cheers, kita menang membabat hutan hanya dengan money-laundry, menggapai binatang demi pajangan, menjadi bintang dengan menyakiti, ini kisah-kasih di tanah merah-putih

Pemuda menjadi pancasila dengan seragam warna-warni, semoga lekas pulih, semoga kita kembali, kembali, fatum brutum amer-lagi, teriak pemuda berpeci putih, pembebasan ini sebatas mimpi di siang hari, mati, mati, mati, kita semua mati ditembak bio-bio palsu instagram, persetan, anjing sekali.

 –

Weda

Sebotol anggur, dan, kepada doa-doa yang belum sampai, ejaan kata yang belum terucap, dari timur ke barat kau tetap berjalan, membawa ingkar mufakat

Di tengah kaktus yang tandus, sahara yang kau bilang sebagai surga, sedang kau berjalan terseok mencari apa itu cinta dan makna

Hingga malam tiba nyanyian sumbang dari rona bibirmu terdengar, lalu fajar datang, kau masih ada di bunga mimpi sebagai bidadari, tanpa Romawi

Semua terbangun melihat cahaya, bulan dan bintang sampai matahari tiba di langit, burung-burung hinggap di atas kepalamu, kasturi bermekaran di sekitar, sementara kau malah berlari mengejar semua yang semu

 –

Semoga Kau Mengerti

cemas
menjelma
bom
hiroshima

dan
kau seperti
sakura
yang entah
kepunyaan siapa

sudikah aku membawamu
bahagia
dunia dan akhirat—nya

menggapai surga
menaiki anak tangga
melewati sidratul muntaha
hingga tuhan berbicara dan bertanya:

“siapa dia wahai anak manusia?”
lantas berlututlah aku, dan berkata;
“wahai tuhan yang maha agung, o inilah wanita yang selalu berada dalam doaku di sepertiga malam saat purnama berpendar sempurna.”

Angin

di antara jejak angin malam hari
daun-daun
menyapa lagi
batang-batang
jatuh
di antara sepi
dan
akar yang mati
lantas
rindu
lari
menari

malam ini
antara batas gedung
kaca-kaca
tampak murung
terkurung
di dalam
sarung

larut malam bukan larutan gelap
larut malam ini selalu setia dalam dekap
larut malam terlarut tanpa sikap

semoga
surga
segera
datang
mendekap.

 –

Senin

I
kita harus tetap berbahagia
meskipun
tanpa siapa-siapa
hidup harus tetap berjalan
sebagaimana
mestinya

II
seharusnya
semua
yang buruk
bisa diterima
dengan
baik-baik saja

III
lalu senin datang
membawa
segudang lelah
ke beranda
manusia

Naufal Hilmi
Naufal Hilmi teruslah mekar meskipun kau pernah layu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email