Membaca sekitar, menulis yang terpikirkan...

Engkau Berbaring dan Puisi lainnya

Bagus Satrio N.

1 min read

Mesin waktu

Sebuah peradaban telah melahirkanmu seratus kali
Dan membunuhmu sembilan puluh sembilan

Sebagai mesin waktu, aku ingin mengutukmu jadi batu
Kemarilah dekapku dan kulemparkan dadumu
Kita pertaruhkan seluruhnya seperti
Kau mau, menghembuskan angin dari masa silam
Bagi gelinang waktu-waktu yang tenggelam
Melenyapkan yang mungkin dari masa depan

Aku menjejal ke mimpi burukmu
Menemani pergi dari lubang-lubang perjudian
Bersama kita berpelukan
Kau memeluk dadaku, kulenyapkan kau mau
Kita saling beririsan dalam batas yang diretas
Oleh kemungkinan

Sebuah peradaban telah lenyap
Dan kau, manusia sendirian mengenangku
Seperti kekasih pertamamu

(2024)

Mendung

Mendung hari ini tersusun atas
Rumitnya percakapan keluarga
Dan soal-soal yang ingin kau lepaskan
Ke tempat sampah terakhir
Sebelum hujan membasahi tubuhmu
Sebelum tubuhmu melahirkan mendung baru

(2023)

Perlahan

Perlahan kau lahir
Dan dunia berkeling ke wajah berseri
Perlahan kau merangkak
Dan ibumu mulai beranjak
Perlahan kau berlari
Dan masyarakat menghadap di depan
Perlahan kau mengeja
Dan televisi mengajarimu membaca
Perlahan kau tertawa
Dan dunia menangis
Perlahan kau merasa hilang
Dan dunia tertawa
Perlahan kau berdiri
Dan sekelilingmu berteriak
Perlahan
Kau
Mati
Perlahan

(2024)

Pertanyaan

Setelah kota-kota tak lagi mencekam, harapan menelan awan
Meninggalkan warga kota sendirian, dalam hening
Begitu hening, seperti membakar sejarah mereka sendiri
Menelan, seperti mengulangi kematian mereka sendiri
Tak ada suara dan hanya daun, telinga sedang disusun
Kesabaran melampaui kemungkinan
Jika tenggelam mereka lenyap bersama
Mungkinkah mereka tenggelam?
Bung dan nona, udara makin panas
Demonstran tak butuh minyak untuk membakar diri sendiri
Bung dan nona, berharap dapat menghirup udara seperti
Nenek-kakek mereka yang enggan berperang
Besok masihkah ada waktu berpijar melewati awan gelap?
Orang tua masih menanti, muda-mudi uji nyali
Untuk siapa kita meyakini esok hari?

(2024)

Engkau Berbaring

Setelah berkilo kemarau penantian
Kau menelan hujan pertama kali
Kulitmu mengisap udara dalam-dalam
Hanya engkau, yang menanti dengan sabar mengutuk
Hendak berbaring seperti air
Seperti bahagia bocah-bocah mandi hujan
Seperti telaga yang ditinggalkan para petapa
Seperti setara yang diangankan Tuhan
Seperti sepasang menatap kelahiran
Seperti burung-burung lepas dari sangkar
Seperti rindu yang berbalas penuh
Seperti ibu melepas anaknya ke lautan
Engkau berbaring

(2024)

*****

Editor: Moch Aldy MA

Bagus Satrio N.
Bagus Satrio N. Membaca sekitar, menulis yang terpikirkan...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email